Menikmati hidup

“Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa.” (Ams. 12:24)
A: Kenapa mukamu murung sekali?
B: Kapan aku bisa menikmati hidup? Rasanya berat banget! Kerja, kuliah, sekolah, rasanya semuanya itu jadi beban deh. Lalu giliran hari libur begini, tetap saja ada tugas yang menumpuk.
Pernahkah kita mendengarkan keluhan semacam itu? Mungkin kita bukan hanya pernah mendengarnya, tetapi juga merasakannya. Hmm.. Kenapa rasanya tugas dan pekerjaan itu jadi beban hidup kita sih? Perlu diingat, Tuhan tidak pernah menciptakan kita untuk menganggap pekerjaan sebagai beban. Tuhan itu Allah yang peduli. Ia mau agar hidup kita penuh dengan sukacita, dan bukan menjadi beban. “Lah kalau Tuhan memang peduli, kenapa pekerjaanku menumpuk seperti begini? Belum lagi dituntut dengan adanya pelayanan yang banyak, harus pergi ke gereja setiap hari Minggu, dan juga ada persekutuan doa serta pendalaman alkitab di hari lainnya.”
Hidup kita sebenarnya tidak dirancang untuk melihat pekerjaan sebagai beban lho. Ketika Allah menempatkan manusia dalam Taman Eden, mereka dicipta untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Manusia memang sudah diciptakan dengan natur bekerja, namun natur itu telah rusak oleh dosa. Tetapi, walaupun manusia telah jatuh dalam dosa, anugerah Tuhan tidak membiarkan manusia rusak secara total dan tidak dapat bekerja lagi. Allah masih memberikan manusia kesempatan untuk dapat bekerja sesuai dengan naturnya, sehingga tugas-tugas kita ini sesungguhnya bukanlah suatu beban yang berat dan jauh melampaui kemampuan kita. Jadi teman-teman, sebelum kita menyalahkan Tuhan atas tugas-tugas kita, pernahkah kita “berkaca” dan menyadari bahwa sebenarnya kita sendiri yang sering kali salah karena suka menumpuk tugas di akhir waktu? Kitalah yang sering kali terlalu malas untuk mengerjakan tugas dengan segera pada waktu tugas itu baru diberikan. “Ah, waktu pengumpulan masih bulan depan kok.” Alasan ini terdengar familiar bukan?
Pada ayat Alkitab yang baru saja kita baca dikatakan bahwa jika kita adalah orang yang rajin, maka kita akan dapat memegang kekuasaan. Hal ini berarti bahwa jika kita rajin, maka akibatnya kita dapat memegang kontrol atas hidup dan hasil pekerjaan kita. Apa maksudnya? Dengan kita tidak menunda-nunda pekerjaan (procrastinate) dan tidak terburu-buru dalam mengerjakan tugas, maka pada akhirnya pekerjaan kita tidak akan kacau balau dan terseret-seret. Dengan demikian, kita bisa menjadi berkat dan pengaruh bagi orang lain di dalam pekerjaan kita. Tetapi jikalau kita berpikir “ah tugasnya kan bisa ditunda”, maka kita sebenarnya telah dikalahkan oleh kedagingan diri sendiri. Ketika kita takluk di bawah kemalasan, maka yang dirugikan adalah diri kita sendiri (terkadang juga bisa merugikan orang lain di sekeliling kita). Kerugiannya sudah jelas akan membuat kita tidak enjoy dan merasa terpaksa dalam mengerjakan tugas. Inilah yang dimaksudkan di dalam Amsal dengan istilah “mengakibatkan kerja paksa”.
Di saat kita mendapatkan pekerjaan, lebih baik kerjakan dengan cepat dan rajin, sehingga kita dapat menikmati waktu dan hidup yang ada di depan. Selain itu, kita juga kiranya melihat kesempatan pelayanan dan persekutuan sebagai anugerah yang patut kita syukuri, di mana kita bisa bertumbuh bersama dengan saudara seiman kita dan sekaligus memuliakan Tuhan di dalamnya. Jadi sebenarnya bukan tugasnya yang salah, apalagi Tuhannya yang salah, melainkan kita yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan waktu yang ada. (ET)