Kematian Sang Martir dan Mahkotanya

Devotion from Kisah Rasul 7:54-60

Bacaan hari ini adalah mengenai peristiwa yang memicu terjadi penganiayaan besar-besaran dari orang banyak di Yerusalem kepada orang-orang Kristen. Di dalam bacaan hari ini juga Paulus (masih ditulis dengan nama Yahudinya, Saulus) diperkenalkan sebagai salah satu musuh kekristenan yang sangat kejam. Hal-hal yang terjadi ini menandai suatu periode transisi di dalam Kitab Kisah Rasul ini. Transisi dari pekerjaan Roh Kudus memanggil orang-orang untuk percaya kepada Kristus. Roh Kudus mulai memindahkan daerah tempat Dia bekerja menyatakan Kristus melalui para murid, dari Yerusalem menuju kepada bangsa-bangsa lain.

Dimulai dengan persitiwa akhir di Mahkamah Agama di mana Stefanus diadili. Pembelaan Stefanus sangat menusuk hati para anggota Mahkamah Agama itu. Mereka tahu Stefanus sedang membongkar kejahatan mereka, sedang menyamakan mereka dengan pemberontak-pemberontak pada zaman nenek moyang mereka. Tetapi yang perlu kita sadari di sini adalah bahwa mereka menjadi demikian marah bukan karena mereka sadar merekalah penjahat yang dimaksud Stefanus. Di sini ada pertentangan bukan mengenai apakah mereka salah atau benar, tetapi mengenai apakah Mesias itu benar-benar Kristus dan Stefanus dan semua murid-Nya yang lain memberitakan kebenaran? Mereka sangat tidak bisa menerima hal ini. Mereka tidak merasa bahwa merekalah pemberontak yang dimaksudkan Stefanus, tetapi perkataan-perkataan Stefanus memojokkan mereka dan membuat seolah-olah merekalah yang sedang berada di dalam kursi terdakwa karena menolak Yesus. Sama dengan Petrus di dalam Kisah Rasul 2:37 dan 38 memindahkan “kursi terdakwa” dari para murid ke orang banyak, demikian juga Stefanus di dalam Mahkamah Agama ini. Di dalam Kisah Rasul 2:37-38 bukan murid-murid lagi yang menjadi terdakwa sebagai orang-orang yang dituduh mabuk (Kis. 2:13), tetapi orang banyak yang menjadi terdakwa sebagai umat Tuhan yang tidak setia kepada-Nya. Tetapi perbedaan Petrus dengan Stefanus adalah reaksi pendengar yang berbeda secara ekstrem. Pendengar Petrus semua gentar dan menjadi sangat takut. Mereka memohon jalan bagi mereka bisa bertobat. Tetapi tidak demikian pendengar Stefanus. Mereka begitu gemetar, tetapi bukan karena takut, melainkan karena emosi marah yang meluap demikian hebat. Mereka menolak penghinaan ini. Mereka dituduh sebagai penghujat Allah oleh orang yang sedang mereka adili karena menghujat Allah! Hanya perlu satu sulutan emosi lagi sebelum akhirnya Stefanus harus kehilangan nyawanya.

Ternyata sulutan emosi itu tiba karena penglihatan yang dialami Stefanus. Stefanus yang penuh dengan Roh Kudus diizinkah oleh Roh Kudus untuk melihat kemuliaan Kristus di Surga. Tetapi, berbeda dengan kepercayaan orang Israel bahwa Sang Mesias bertakhta dan duduk di sebelah kanan Allah, yang dilihat Stefanus adalah Sang Mesias berdiri di sebelah kanan Allah. Apakah arti penglihatan yang dialami oleh Stefanus ini? Ini mengingatkan kita akan Daniel 7:13-14. Anak Manusia berdiri di hadapan Allah untuk menerima kuasa pemerintahan atas bangsa-bangsa. Jika di dalam Kitab Daniel, Anak Manusia itu berdiri di hadapan Allah untuk menerima takhta, maka di dalam penglihatan Stefanus, Anak Manusia itu berdiri di sebelah kanan Allah, menandakan suatu proses yang terjadi selanjutnya setelah peristiwa yang disaksikan Daniel. Sang Anak Manusia berdiri di hadapan Allah untuk menerima kuasa, ini penglihatan Daniel. Sang Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah untuk menandakan bahwa Dia telah menerima kuasa dan siap menjalankan kuasa itu, inilah penglihatan Stefanus. Stefanus sedang melihat penglihatan yang menyatakan bahwa penghakiman Anak Manusia akan segera tiba! Kuasa dan takhta akan dirobohkan, termasuk kuasa dan takhta pemerintahan Romawi sekalipun, dan Kerajaan Sang Anak Manusia akan berdiri, menjadi kuat, dan memenuhi seluruh bumi (Dan. 2:44-45). Bayangkan betapa agungnya khotbah Stefanus beserta dengan penutupannya yang menyatakan pemandangan di Surga! Bayangkan apa jadinya jika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mulai tergerak hatinya untuk bertobat setelah mendengar khotbah Stefanus. Bayangkan apa jadinya jika mereka benar-benar mau menerima bahwa Sang Mesias itu adalah Yesus. Bukankah ini berarti penglihatan Stefanus menjadi segel yang menyatakan bahwa Yesuslah yang akan meniadakan segala kuasa di dunia, termasuk kuasa penjajahan yang tidak bisa dilepaskan oleh Israel sejak zaman Asyur, Babel, hingga Romawi? Maka sebenarnya jika anggota Mahkamah Agama mau bertobat mendengar khotbah Stefanus, penglihatan ini akan sangat menguatkan mereka dan memberikan harapan untuk bersama-sama dengan orang-orang Kristen menantikan kedatangan Yesus, Sang Anak Manusia yang telah menerima kuasa dari tangan Allah di Surga untuk memerintah dan menghakimi bangsa-bangsa serta mengakhiri pemerintahan seluruh bangsa lain. Inilah kemenangan sejati bagi Israel, dan ini telah dinyatakan dengan sangat jelas oleh penglihatan Stefanus. Langit terbuka, dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah, menerima segala kuasa dan takhta.

Tetapi yang terjadi adalah mereka semakin mengeraskan hati. Khotbah Stefanus membuat mereka ingin membunuh dia, dan sekarang penglihatan itu membuat mereka benar-benar bertindak untuk membunuh dia tanpa proses pengadilan apa pun. Mereka sedemikian keras hati sehingga mereka sangat marah mendengar Stefanus berbicara seolah-olah dia setara Daniel yang melihat penglihatan tentang Anak Manusia berdiri di hadapan Allah. Dan jika Stefanus setara dengan Daniel, maka berarti Yesus setara dengan Sang Mesias! Ini sangat membuat mereka marah. Khotbah Stefanus tidak membuat mereka bertobat, demikian juga penglihatan Stefanus. Yang terjadi selanjutnya sangat mengerikan. Pengadilan, tempat di mana perkara seorang diputuskan berdasarkan keadilan dan kebenaran, sekarang menjadi tempat amuk massa! Pengadilan di mana segala bukti dan kesaksian harus didengarkan dan dipertimbangkan dengan benar, jujur, dan adil, sekarang menjadi tempat di mana emosi dan luapan marah telah menutup telinga para pemimpin agama itu. Di tempat di mana keadilan harus ditegakkan justru terjadi pelanggaran hak hidup seorang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa. Seperti kelompok serigala lapar menyerang seekor domba yang terpisah dari kawanannya, demikian mereka semua menyerbu Stefanus sambil berteriak-teriak dan menutup telinga. Betapa ini membuktikan khotbah Stefanus bahwa merekalah umat yang tidak bersunat hati dan telinga. Ketika Roh Kudus menyatakan firman-Nya melalui Stefanus, mereka berteriak sambil menutup telinga.

Kejadian berikutnya sangat mengerikan. Sekelompok manusia yang marah dengan berteriak-teriak menyeret seorang yang tidak berdaya, siap untuk merobek-robek orang itu dengan marah mereka yang tidak lagi dapat dikontrol. Massa selalu menambah keberingasan setiap individu di dalamnya. Demikian juga sekelompok orang yang terpandang karena kesalehannya ini bertindak seperti gerombolan penjahat yang sedang menjarah korbannya. Stefanus diseret-seret seperti sampah di sepanjang jalan dari Yerusalem ke luar tembok kota. Sekelompok manusia murka itu tidak lagi punya akal sehat untuk berpikir, tetapi mereka masih mau mempertahankan kesucian Kota Yerusalem dengan menumpahkan darah Stefanus di luar tembok kota. Apakah tindakan ini akan mendapatkan penghargaan oleh Allah? Sama sekali tidak. Kemunafikan mereka justru akan membuat Allah semakin murka. Mereka menjaga kebersihan Kota Yerusalem dari darah, tetapi melumuri tangan mereka sepenuhnya dengan darah orang benar! Stefanus, seorang muda yang memiliki bakat demikian besar, dipakai Tuhan demikian berkuasa, dan begitu berpotensi menjadi seorang bijak yang benar, betapa jauhnya dia melampaui semua pemimpin agama Yahudi dan anggota Mahkamah Agama! Tetapi di depan para pemimpin buta ini, orang agung seperti Stefanus diperlakukan seperti sampah. Diseret-seret di sepanjang jalan dengan sangat kejam.

Dengan segera mereka melakukan upacara penghukuman mati kepada Stefanus. Seluruh upacara mereka lakukan dengan teliti. Ada saksi-saksi yang hadir dan merekalah yang harus pertama-tama menumpangkan tangan mereka ke atas kepala penghujat yang akan dibunuh sebelum orang banyak melemparkan batu kepada dia (Im. 24:14-16). Ini berarti para saksi siap menanggung hutang darah dan dihukum mati seandainya kesaksian mereka, yang menyebabkan seseorang harus dihukum mati, ternyata adalah kesaksian palsu. Tetapi di dalam Kisah Rasul 6:13 mengatakan bahwa banyak saksi palsu yang mengucapkan berita yang palsu. Orang-orang inilah yang meletakkan tangan ke atas Stefanus sebelum dia dibunuh. Betapa beraninya orang-orang ini mempermainkan Tuhan! Mereka mengira Tuhan tidak memerhatikan dan tidak akan menuntut tanggung jawab kepada mereka atas hutang darah ini! Maka semua orang mulai melontari Stefanus dengan batu. Di tengah-tengah penderitaannya ini Stefanus menunjukkan bahwa dia adalah murid Yesus yang sejati. Dia berseru agar Tuhan menerima rohnya, lalu setelah itu dia berdoa agar Tuhan mengampuni semua orang yang membunuh dia dan yang bersumpah palsu dengan mengucapkan fitnah kepadanya di tempat pengadilan.

Maka Stefanuspun mati di dalam posisi berlutut sedang berdoa syafaat bagi orang lain. Di bawah Kristus yang menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib, Stefanus mungkin orang agung kedua yang posisi kematiannya sangat mulia. Kristus yang paling mulia dengan posisi kematian yang menjadi simbol pengampunan dari Allah sepanjang zaman, dan Stefanus mengikuti di belakang dengan posisi kematian sedang berdoa bagi orang-orang yang melemparkan batu kepada dia. Orang yang layak hidup akhirnya mati di tangan orang-orang yang tidak layak hidup. Tetapi orang yang layak hidup ini mati dengan berdoa bagi orang-orang yang seharusnya mati agar Tuhan mengampuni mereka. Nama Kristus dipermuliakan di dalam kematian martir yang agung ini, dan pengampunan Allah menjadi mahkota kemuliaan yang dinyatakan sebelum dia mati.

Doa:
Ya Tuhan, permuliakanlah nama-Mu yang agung di dalam cara kami hidup dan di dalam cara kami mati. Tolong kami, ya Tuhan. Di dalam nama Yesus Kristus pemilik hidup kami. Amin.