Devotion from Kisah Rasul 13:13-33
Setelah mempertobatkan Gubernur Sergius Paulus, Paulus dan Barnabas melanjutkan perjalanan mereka. Ayat 14 mengatakan mereka telah tiba di kota bernama Antiokhia di Pisidia. Mereka tetap masuk ke rumah-rumah ibadah orang Yahudi sebagai jalan masuk untuk memberitakan Injil. Pada waktu itu siapa pun bisa memberikan khotbah di dalam ibadah di sinagoge, atau rumah ibadah orang Yahudi. Paulus mengambil kesempatan untuk berkhotbah di sinagoge tersebut dan mulai menyatakan janji Allah yang telah digenapi di dalam Kristus. Paulus memulai khotbahnya dari Kitab Keluaran, yaitu ketika Allah memanggil keluar umat-Nya dari tanah Mesir. Dia terus memberitakan tentang sejarah Israel dengan menekankan janji Tuhan di tengah-tengah ketidaksetiaan Israel. Dalam ayat 18 dan 19 dia mengatakan bahwa Allah tetap bersabar terhadap segala pemberontakan Israel selama 40 tahun di padang gurun, serta tetap memberikan Tanah Perjanjian sesuai dengan apa yang telah Dia ucapkan. Begitu juga di dalam ayat 21 dan 22 Paulus mengisahkan tentang penolakan Saul dan pengangkatan Daud. Karena Saul telah menolak Allah, maka Allah menolak Saul dan mengangkat Daud. Dan Allah bukan hanya mengangkat Daud, Allah juga menjanjikan takhta yang kekal bagi Israel. Akan ada keturunan Daud yang memerintah selama-lamanya dan membawa damai yang sejati bagi Israel. Apakah Israel tetap setia? Tidak. Israel akhirnya dibuang oleh Tuhan. Tuhan mengirimkan Asyur dan Babel untuk menghancurkan umat-Nya itu karena begitu sering mereka membangkitkan sakit hati Tuhan. Begitu mudahnya mereka memberontak kepada Allah dan menyembah ilah-ilah lain. Begitu rusaknya mereka hidup dengan mengabaikan firman Allah dan hidup di dalam kebobrokan. Tuhan membuang mereka tetapi Tuhan tidak pernah melupakan janji-Nya. Tuhan tetap memberikan Sang Anak Daud, Mesias bagi Israel.
Tetapi dosa Israel semakin besar. Ketika janji Tuhan akan kedatangan Sang Mesias semakin dekat, Israel tetap mengabaikan seruan panggilan Allah mereka. Allah mengutus Yohanes Pembaptis, tetapi mereka tetap tidak mau mendengarkan suara Allah melalui seruan dari Yohanes Pembaptis supaya mereka bertobat. Yohanes telah mempersiapkan Israel untuk menyambut Sang Mesias yang diberikan bagi mereka, tetapi Israel tetap tegar tengkuk. Mereka melakukan dosa terbesar mereka, yaitu membunuh Sang Mesias. Mereka menyalibkan Yesus Kristus yang diberikan kepada Israel sebagai Raja mereka. Mereka melakukan ini dengan buta. Tanpa melihat benar atau salah, tanpa memedulikan kalau Yesus Kristus tidak bersalah, mereka telah dipenuhi oleh iri, dendam, dan marah. Mereka membunuh Yesus Kristus tetapi Allah membangkitkan Dia (ay. 30). Allah tetap menyatakan anugerah bagi Israel. Bahkan ketika mereka melakukan dosa terbesar mereka, yaitu membunuh Anak Allah, Allah justru menggenapi rencana keselamatan-Nya dengan sempurna melalui kematian Anak-Nya itu. Pemberontakan terbesar sanggup Allah ubah jadi berkat terbesar. Allah tetap menawarkan pengampunan itu kepada Israel dengan membangkitkan Yesus Kristus dan menyatakan Injil kematian dan kebangkitan Anak-Nya kepada Israel.
Allah menyatakan rencana-Nya dan menggenapi janji-Nya meskipun umat-Nya terus menerus gagal menjalankan perjanjian mereka dengan setia kepada Allah. Allah tetap menggenapi keselamatan yang direncanakan-Nya di tengah-tengah umat-Nya meskipun mereka terus menerus memberontak kepada Dia. Di dalam ayat 23 Paulus menekankan bahwa Yesus Kristus yang disalibkan itu adalah Anak Daud yang dijanjikan Allah. Di dalam ayat 33 Paulus menekankan bahwa Yesus Kristus yang bangkit itu adalah Anak Allah sebagaimana telah dinyatakan di dalam Mazmur 2. Dengan menekankan bagaimana Allah tetap menyatakan anugerah-Nya sesuai dengan yang telah Dia janjikan walaupun umat-Nya senantiasa memberontak, maka Paulus sedang memberitakan pengampunan Allah yang merupakan Injil sejati bagi Israel. Masihkah mereka menolak Kristus juga? Sedemikian besar kasih dan pengampunan Tuhan, masihkah mereka mengeraskan hati juga?
Untuk direnungkan:
Mari kita sama-sama merenungkan hal berikut ini. Berita Injil sebenarnya adalah kabar baik bagi seluruh bangsa mengenai Allah yang mau berbelaskasihan dan mengampuni manusia. Allah sedang menyatakan pengampunan-Nya yang begitu agung itu. Kita akan menyadari betapa agungnya pernyataan pengampunan Tuhan itu jika kita menyadari bahwa Dia menawarkannya kepada umat-Nya yang terus menerus memberontak. Berita Injil dikabarkan kepada orang-orang yang telah membunuh Anak-Nya sendiri. Ini menunjukkan pengampunan Allah yang sangat besar. Tidak ada dosa yang begitu besar sehingga tidak Dia ampuni. Siapa pun yang mau bertobat dari dosa-dosanya yang besar, Tuhan menerima dia dan membasuh dia dengan darah Anak-Nya. Tetapi siapa yang terus mengeraskan hati, dia adalah orang yang sangat jahat. Pengampunan dan kebaikan Allah dianggap sepi, ditolak, dan dihina dengan begitu berani. Ini tindakan yang sangat jahat. Tidakkah pengampunan Tuhan yang besar itu membuat kita terharu? Mengapa kita tidak juga bertobat setelah menyadari betapa besarnya kemurahan yang ditunjukkan-Nya kepada kita? Paulus mengingatkan bahwa Israel sejak di Mesir, di padang gurun, dan di Tanah Perjanjian terus menerus memberontak kepada Allah. Tetapi bukan saja Allah memulihkan mereka dari pembuangan, Allah bahkan menggenapi rencana-Nya memberikan Sang Raja bagi seluruh bumi. Lebih besar lagi kuasa pengampunan Allah setelah berita Injil dikabarkan kepada orang-orang Israel yang telah membunuh Kristus. Bagaimana mungkin mereka ini bebas? Bagaimana mungkin orang-orang ini tidak dibinasakan oleh Allah. Bukankah mereka telah menyalibkan Anak Allah? Tetapi begitu besar pengampunan Allah, sehingga Dia menyatakan Injil Kristus kepada orang-orang yang menunjukkan pemberontakan terbesar. Adakah bangsa-bangsa lain yang berani menyalibkan Allah yang menjadi manusia? Tidak. Hanya Israel. Tetapi mengapa Tuhan belum juga membuang mereka, bahkan Tuhan menyatakan Injil-Nya atas mereka? Tuhan melakukan ini karena Dia mengingat janji-Nya kepada Abraham. Tuhan mengingat janji-Nya dan memadamkan murka-Nya. Tuhan mengingat janji-Nya dan belas kasihan-Nya menggerakkan Dia untuk melupakan segala kesalahan Israel dan memanggil mereka kembali. Tetapi jika tindakan Tuhan yang penuh belas kasihan ini pun ditolak, maka tentu Allah akan menyatakan murka yang sangat kepada mereka yang terus menerus melawan Dia dan memberontak kepada-Nya.
Betapa besar kesabaran Tuhan kepada kita semua. Bukan hanya Israel, tetapi kepada kita juga. Sebab jika Tuhan bersabar kepada Israel yang terus menerus memberontak, maka sebenarnya Dia juga menyatakan kesabaran yang sangat besar kepada bangsa-bangsa lain yang tidak pernah mau mengenal Dia. Israel mengenal Allah tetapi menolak Dia. Bangsa-bangsa lain bahkan menolak untuk mengenal Allah. Kita telah hidup di dalam keadaan berontak yang demikian mengakar sehingga keadaan kita sebenarnya lebih jahat daripada Israel. Memang kita tidak menyalibkan Yesus Kristus secara langsung, tetapi bukankah sebenarnya pemberontakan kitalah alasan mengapa Yesus Kristus harus mati? Memang benar Dia mati di tangan orang-orang Yahudi, tetapi alasan Dia membiarkan diri-Nya dibunuh oleh umat-Nya sendiri adalah karena kasih-Nya yang besar kepada kita, orang-orang pilihan-Nya. Kitalah alasan sebenarnya Dia datang ke dalam dunia dan mati di kayu salib. Hari demi hari kita habiskan untuk menyenangkan diri, menjalani hidup dengan mengabaikan Dia, tetapi tetap menerima berkat dan pemeliharaan-Nya yang tidak berkesudahan. Bukan hanya kita menerima berkat dan pemeliharaan-Nya secara fisik saja, tetapi secara spiritual pun kita mendapatkan anugerah besar. Dia menyatakan pengampunan-Nya melalui Yesus Kristus kepada kita. Jika sedemikian besar Dia bersabar kepada kita dan dengan setia mengasihi kita, masihkah kita menolak untuk bertobat dan hidup sepenuhnya bagi Kristus?