Devotion from Kisah Rasul 17:26-29
Pada bacaan hari ini, Paulus menekankan bahwa bukan saja Allah
memelihara hidup manusia, tetapi Allah juga ingin manusia menemukan dan
mengenal Dia. Manusia memang memerlukan makanan, nafas, dan topangan
Allah untuk dapat bertahan hidup. Tetapi hal yang lebih penting lagi
adalah manusia perlu mengenal Allah supaya memiliki hidup yang bermakna.
Setelah membahas tentang Allah yang berkuasa atas segala ciptaan,
Paulus mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia dari satu orang saja.
Allah tidak menciptakan manusia dari banyak orang yang sudah tersebar
ke seluruh penjuru dunia. Allah menciptakan manusia itu dari satu orang
saja. Dari satu orang inilah manusia tersebar ke seluruh dunia, memiliki
batas-batas bangsa mereka sendiri, dan menikmati musim-musim yang
teratur sesuai dengan daerah yang Tuhan berikan kepada mereka. Karena
telah tersebar inilah, dan karena setiap bangsa-bangsa memiliki budaya
mereka sendiri, setiap bangsa-bangsa malah melarikan diri dari Allah,
memalingkan wajah dari Allah dan mendirikan berhala mereka
masing-masing. Paulus di sini sedang memberikan penjelasan bahwa
bangsa-bangsa memang memiliki daerahnya sendiri. Bangsa-bangsa juga
memiliki musim mereka sendiri. Tetapi bangsa-bangsa TIDAK BOLEH memiliki
dewa-dewanya masing-masing! Sebab yang menciptakan manusia dari satu
orang saja adalah Allah, yang membuat mereka tersebar adalah Allah, yang
menentukan batas-batas masing-masing bangsa adalah Allah, dan yang
memberikan musim-musim bagi bangsa-bangsa yang ada juga adalah Allah.
Itu sebabnya sebenarnya Allah terus memanggil bangsa-bangsa untuk
kembali kepada Dia. Allah berhak memanggil mereka semua karena Allah
adalah pemilik sejati seluruh bangsa. Tidak ada bangsa yang dimiliki
oleh berhala mereka. Konsep kafir mengatakan setiap bangsa memiliki
berhala mereka masing-masing, tetapi Paulus mengatakan setiap bangsa
dimiliki Allah. Berhala adalah milik dari bangsa-bangsa, tetapi
bangsa-bangsa adalah milik dari Allah. Tetapi bukan hanya itu, ayat 28
mengatakan bahwa kita ada di dalam Dia. Dia yang lebih besar daripada
kita, sehingga kitalah yang perlu untuk datang kepada Dia. Allah
memanggil semua bangsa untuk kembali, termasuk bangsa Yunani. Allah
memanggil semua bangsa yang telah tersesat untuk kembali kepada Dia
karena segala bangsa di dunia memerlukan Dia. Allah tidak memanggil
bangsa-bangsa lain karena Dia berkekurangan. Paulus telah menjelaskan di
dalam ayat 25 bahwa Allah tidak memerlukan manusia, bahkan Allahlah
yang terus menjadi sumber pemeliharaan manusia yang menopang hidup
manusia. Jadi, jika Allah tidak memerlukan manusia, mengapa Dia
memanggil kembali seluruh bangsa-bangsa untuk kembali kepada Dia? Karena
Dia berhak. Ini hal yang pertama dan bisa kita lihat di dalam ayat 26.
Dialah yang menjadikan manusia dan milik Dialah seluruh bangsa-bangsa di
bumi. Tetapi hal yang kedua adalah karena kita memerlukan Dia. Tuhan
memanggil kita karena kita perlu Dia. Tanpa Dia, kita tidak akan
bertahan hidup, dan tanpa mengenal Dia, kita akan tersesat di dalam
segala anugerah yang Dia limpahkan kepada kita. Inilah yang dibahas di
dalam ayat 28.
Ayat 28 menggambarkan ajaran yang sengaja Paulus paralelkan dengan
ajaran pemikir Yunani kuno bernama Epimenides, yang menuliskan puisi
yang ditujukan sebagai penghormatan bagi Zeus, yaitu bahwa Zeus hidup di
sekeliling kita dan kita tidak bisa mengabaikan bahwa cara kita hidup
dan bahkan seluruh keberadaan kita adalah karena berkat dari Zeus.
Setelah itu bahkan Paulus mengutip seorang pemikir Yunani abad ke-3 SM
bernama Aratus. Kutipan yang sangat menarik karena Aratus mempelajari
astronomi dan mengaitkan segala sesuatu di dalam alam semesta kepada
Zeus. Dia juga mengatakan bahwa manusia adalah anak-anak Zeus. Perkataan
yang sangat unik inilah yang dipakai Paulus. Aratus merupakan filsuf
yang sangat populer di kalangan orang-orang awam, sedangkan Epimenides
adalah sastrawan yang populer di kalangan pemikir dan rohaniwan Yunani.
Cara Paulus menghadirkan paralel ajarannya ini adalah cara yang sangat
bijaksana. Dia mengaitkan kemiripan dari ajarannya dengan ajaran
orang-orang Yunani sambil memberikan klaim bahwa yang dia ajarkan
merupakan berita kebenaran yang mencakup semua pemikir yang telah
dikutipnya. Paulus hendak menyatakan bahwa orang-orang Yunani hanya
memperoleh pemikiran yang parsial dari pengajar-pengajar mereka. Tetapi,
walaupun parsial, pengajar-pengajar Yunani itu telah membukakan
cakrawala pemikiran orang-orang Yunani bahwa Allah tidak sama dengan
patung yang harus dilayani. Allah adalah yang menopang hidup manusia.
Dan walaupun ajaran para pemikir Yunani yang diambil Paulus itu
berbicara tentang Zeus, Paulus menegaskan bahwa yang dia beritakan bukan
Zeus, tetapi Allah yang tidak dikenal oleh orang Atena. Paulus dengan
berani mengoreksi perkataan para pemikir tersebut dengan mengabarkan
Allah Israel, bukan Zeus Yunani, dan dengan demikian Paulus juga
mengatakan bahwa apa yang para penulis kuno itu tafsirkan sebagai Zeus,
sekarang dikoreksi oleh Paulus dengan mengatakan bahwa di dalam Allahlah
kita semua hidup, bergerak, dan ada.
Khotbah Paulus pada bagian ini merupakan khotbah yang begitu kuat dan
sangat besar pengaruhnya bagi orang-orang yang mendengarnya. Seluruh
cara berpikir orang Atena diruntuhkan oleh Paulus. Begitu banyak
pemahaman yang secara radikal berbeda sedang ditawarkan di dalam khotbah
singkat ini. Hanya orang bodoh dan degil hatinya yang gagal menangkap
ajaran mengagumkan dan revolusioner di dalam pikiran Paulus ini. Orang
Atena sedang didesak untuk mempertimbangkan berita yang sangat
mengguncangkan ini. Penyembahan berhala mereka dikoreksi oleh Paulus.
Konsep ilah mereka yang melihat kepada Zeus pun dikoreksi oleh Paulus.
Baik pengertian bahwa kita berada di dalam Allah (yang dipahami oleh
orang Yunani sebagai berada di dalam berkat-berkat Zeus, sebagaimana
ajaran Epimenides), maupun bahwa kita adalah keturunan Allah (yang
dipahami oleh orang Yunani sebagai keturunan Zeus, sebagaimana ajaran
Aratus), sebenarnya akan meruntuhkan tradisi penyembahan orang Yunani.
Sebab mereka masih membangun kuil berhala, termasuk untuk Zeus, dan
terikat kepada kewajiban harus menyediakan makanan bagi Zeus. Mereka
memiliki kisah yang sangat terkenal mengenai Prometheus yang menolong
manusia untuk tidak perlu lagi memberi makanan yang mewah dan mahal bagi
Zeus. Cukup yang murah dan bahkan mengandung tulang-tulang sapi yang
tidak dapat dimakan. Ini membuat Zeus sangat marah dan menghukum
manusia, hingga akhirnya Prometheus pun dihukum oleh Zeus. Jadi jika
orang Yunani mau menerima ajaran tentang Zeus, yang manakah yang harus
dipercaya? Zeus yang memberi berkat kepada manusia? Atau Zeus yang
menghukum manusia karena gagal memberi makan dia? Zeus yang adalah bapa
semua umat manusia? Atau Zeus yang kuil dan patungnya dibuat oleh tangan
manusia? Zeus yang manakah yang benar? Paulus sedang mengarahkan
orang-orang Atena untuk mulai berpikir bahwa mungkin kedua versi Zeus
itu salah! Jangan-jangan pemberi berkat yang di dalamnya kita hidup itu
bukan Zeus, jangan-jangan kita ini keturunan dari yang lain, dan bukan
Zeus! Inilah yang sedang Paulus arahkan. Kita menerima berkat bukan dari
Zeus, tetapi dari Allah. Kita adalah keturunan Allah yang sedang Paulus
beritakan. Itulah sebabnya Paulus menekankan di awal bahwa yang dia
beritakan bukan Zeus, tetapi Allah yang tidak dikenal oleh orang Yunani.
Allah yang tidak dikenal ini terus menjangkau dan memanggil manusia,
termasuk orang-orang Atena, untuk kembali kepada Dia. Dia yang selama
ini memberi berkat yang limpah, dan yang selama ini memberikan dignitas
hidup kepada manusia sebagai anak-anak-Nya.
Untuk direnungkan:
Allah bukan saja memberikan topangan bagi hidup manusia. Allah juga
terus menerus memberikan berbagai berkat dan kesenangan supaya manusia
mencari yang lebih besar lagi, yaitu sumber berkat dan kesenangan itu
sendiri. Sadarkah kita akan hal ini? Allah memberi topangan kepada hidup
kita supaya kita mencari hal yang lebih besar. Apakah yang lebih besar
itu? Diri Allah sendiri. Betapa menakjubkannya berita ini. Allah terus
menerus memberikan kebaikan supaya kita mencari dan menemukan kebaikan
yang jauh lebih besar lagi, yaitu diri Allah. Carilah Allah! Kita telah
diberkati dengan hidup, makanan yang cukup, dan segala hal yang bisa
dinikmati, semua itu adalah cara Allah memanggil kita. Mengapa berpuas
dengan berkat-berkat itu padahal Allah menawarkan diri-Nya untuk menjadi
berkat terbesar bagi hidup kita. Biarlah segala hal yang kita peroleh
dari Allah memberikan kita dorongan dan kekuatan untuk mencari Dia dan
menemukan Dia. Tidak ada kesenangan yang lebih besar daripada mengenal
Dia, Sang Sumber kesenangan tersebut. Dan tidak ada kemalangan yang
lebih besar daripada menerima segala kesenangan hidup tetapi menolak
Sang Sumber pemberi kesenangan tersebut. Yang manakah kita?
- Home
- No Label
- khotbah di areopagus (part2)