Devotion from Kisah Rasul 24:10-27
Sekarang tiba waktunya bagi Paulus untuk menyampaikan pembelaannya.
Sama seperti Tertulus, Paulus juga menyampaikan kata-kata pembukaannya
dengan gaya retorika klasik. Tetapi, berbeda dengan Tertulus, Paulus
melakukannya dengan lebih singkat dan lebih realistik. Sementara
Tertulus berusaha menyampaikan kata-kata sanjungan yang tidak terbukti
kebenarannya (ay. 2). Tertulus tidak tertarik untuk menyampaikan fakta,
dia lebih ingin memainkan kata-kata untuk menyanjung orang atau
memfitnah orang. Dia mengatakan bahwa Feliks, sang Gubernur, memberikan
kesejahteraan yang besar bagi rakyat. Dalam hal apa? Apa ukuran untuk
kesejahteraan itu? Tidak jelas. Demikian juga dia mengatakan bahwa
Paulus adalah penjahat, penyakit sampar. Apakah tepatnya yang Paulus
lakukan? Dia tidak mengatakannya! Orang ini adalah tipe ahli hukum
korup, yang lebih suka mengeluarkan kata-kata ambigu yang tidak jelas
hanya untuk menyanjung atau memfitnah orang demi kepentingan sendiri.
Sebaliknya dengan Paulus, dia menjelaskan fakta di dalam exordium atau
pembukaan pembelaannya. Dia mengatakan bahwa Feliks telah menjadi hakim
atas bangsa Israel selama bertahun-tahun. Ini fakta! Oleh sebab itu
Paulus menganggap dia pantas untuk dihormati sebagai hakim untuk
perkaranya. Ini konsekuensi logis, tidak ada yang ambigu, semua jelas.
Langsung terlihat perbedaan antara kebohongan yang dipoles dengan
kata-kata kosmetik dengan kebenaran yang langsung pada inti.
Demikian juga, ketika Paulus menyampaikan pembelaan atas tuduhan yang sangat kabur dan tidak jelas itu. Tertulus hanya menuduh dia sebagai penyakit sampar tanpa menjelaskan apa yang membuat dia disebut penyakit sampar (ay. 5). Paulus dituduh membuat kekacauan, tetapi tidak ada tuduhan yang persis kekacauan macam apa yang disebabkan Paulus, dan hal apa yang Paulus kerjakan untuk menyulut kekacauan itu. Selain dituduh sebagai pembuat kekacauan, Paulus juga dituduh sebagai seorang penganut agama Nasrani. Inilah kesalahan kedua Paulus menurut Tertulus (ay. 5). Hal ketiga yang menjadi kesalahan Paulus adalah “melanggar kekudusan Bait Allah”, tetapi pelanggaran macam apa yang Paulus lakukan juga tidak disebutkan. Betapa cacatnya tuduhan ini. Paulus adalah penyakit sampar yang: (1) membuat kekacauan (dengan cara bagaimana? Tidak tahu), (2) penganut Nasrani (tanpa menyebut apa yang salah dengan menjadi seorang Nasrani), dan (3) melanggar kekudusan Bait (dengan cara bagaimana? Tidak tahu). Seluruh tuduhan ini dijawab Paulus dengan kebenaran yang akurat dan teliti. Paulus menjawab tuduhan pertama dengan mengatakan bahwa sejak 12 hari yang lalu hingga hari pengadilan dimulai Paulus tidak pernah terlibat keributan apa pun di mana pun (ay. 12). Paulus mengingatkan Feliks bahwa para penuduh tidak punya saksi untuk huru hara dan keributan yang dikatakan disebabkan oleh dia (ay. 13).
Untuk tuduhan kedua Paulus menjawab dengan cara yang bijak, yaitu menjawab tuduhan sekaligus mengabarkan Injil kepada Feliks. Paulus mengatakan bahwa memang dia adalah pengikut Kristus, dan karena itu memang benar bahwa dia seorang Nasrani. Tetapi yang menjadi tekanan pembelaan Paulus adalah tidak ada yang salah dengan menjadi orang Nasrani. Sebagai seorang Nasrani, Paulus percaya kepada Kitab Taurat dan Kitab Para Nabi. Apakah yang salah dengan ini? Sebagai orang Nasrani juga dia percaya apa yang dijanjikan di dalam Taurat dan Kitab Nabi-nabi, yaitu bahwa pengharapan di dalam Allah adalah pengharapan akan kebangkitan orang mati untuk dihakimi (ay. 15). Apakah itu melanggar hukum? Kepercayaan kepada Kristus yang bangkit ini dikatakan Paulus sebagai pengabaran Injil kepada Feliks sekaligus pembelaan atas tuduhan orang-orang Yahudi kepadanya. Feliks perlu percaya bahwa ada kebangkitan dan penghakiman. Tuhan akan menghakimi! Ini berita yang Paulus katakan di dalam ayat 15 dan akan terus Paulus katakan (ay. 25) supaya Feliks bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus. Berita Injil yang dikhotbahkan oleh Yohanes Pembaptis, Tuhan Yesus Kristus, dan juga para rasul, hingga Rasul Paulus di sini tetap sama, yaitu seruan pertobatan yang dinyatakan dengan tegas sebelum Sang Hakim datang dan menjatuhkan hukuman-Nya (Mat. 3:1-2, 4:17; Kis. 2:28, 8:22, 24:25). Salahkah memercayai kebangkitan orang mati? Jika orang mati tidak bangkit, maka memercayai kebangkitan adalah hal bodoh. Tetapi sebaliknya, jika orang mati bangkit, maka tidak memercayai kebangkitanlah yang menjadi hal bodoh.
Paulus mengakui bahwa dia adalah seorang Nasrani, tetapi dia juga membongkar kebodohan para penuduhnya dengan menyatakan bahwa tidak ada yang salah dengan menjadi seorang Nasrani. Bahkan kepercayaan bahwa orang mati akan bangkit dan dihakimi, membuat orang-orang Nasrani hidup di dalam cara hidup yang mengikuti hati nurani yang murni (ay. 16). Karena kemurnian hati ini jugalah Paulus memelihara tradisi beribadah dan mempersembahkan korban dengan ketekunan dan kekudusan. Ketika orang-orang di Yerusalem melihat Paulus sedang menjalankan ibadah dengan tekun dan kudus, mereka segera menangkap Paulus. Mereka menangkap Paulus ketika dia sedang beribadah menjalankan upacara korban yang suci sesuai dengan hukum Taurat, lalu menuduh Paulus mencemarkan Bait Allah? Benarkah tindakan mereka menangkap Paulus? Sama sekali tidak! Bahkan ayat 19 mengatakan bahwa jika benar Paulus mencemarkan Bait Allah, bukankah mereka yang menangkapnya yang seharusnya melontarkan tuduhan? Tetapi para imam dan anggota Sanhedrin ini tidak melihat apa-apa. Mengapa malah mereka yang menuduh Paulus mencemarkan Bait Allah? Paulus melanjutkan dengan menantang para anggota Sanhedrin yang menuduh dia untuk memberikan tuduhan lain lagi, karena seluruh tuduhan mereka telah Paulus jawab (ay. 20). Jika mereka tidak dapat memberikan tuduhan lain, maka berarti satu-satunya alasan Paulus ditangkap adalah karena dia beriman kepada Kristus, percaya, dan mengharapkan kebangkitan orang mati (ay. 21).
Melihat bahwa memang tidak ada lagi tuduhan yang mereka bisa buktikan kepada Paulus selain bahwa dia orang Kristen, percaya kebangkitan Kristus, percaya kebangkitan orang mati, dan percaya penghakiman akhir; maka Feliks enggan memutuskan apa pun sebelum menambah keterangan dari saksi mata yang berotoritas, yaitu Lisias, kepala pasukan yang mengamankan Paulus (ay. 22). Ayat 22 juga mengatakan bahwa Feliks tahu apa yang sedang terjadi. Dia tahu pengharapan tentang Mesias orang Yahudi (ay. 22). Dari manakah Feliks mengetahui hal ini? Kemungkinan dari istrinya yang adalah orang Yahudi (ay. 24). Dia juga tahu perdebatan tentang apakah Mesias itu adalah Yesus, sebagaimana dipercaya oleh orang Nasrani, atau bukan. Itulah yang dimaksudkan dengan mengetahui “jalan Tuhan” (ay. 22). Apa yang Paulus katakan sebagai pembelaan tidak didengar oleh seorang Gubernur yang tidak mengerti apa-apa, tetapi seorang yang dapat mengonfirmasi bahwa apa yang dikatakan Paulus semua benar. Feliks tidak punya alasan untuk tetap menahan Paulus setelah pembelaan Paulus yang demikian tajam. Tetapi dia menunda membebaskan Paulus. Alasan penundaan ini adalah karena dia menunggu sogokan dari Paulus agar bisa bebas (ay. 26).
Demikian hari ini kita membaca perbedaan antara orang benar dengan pendusta. Orang benar menceritakan fakta, dan karena itu perkataannya tidak membingungkan dan ambigu. Tetapi pendusta yang fasih lidah membuat pembelaan yang sedemikian kasar, seolah meyakinkan, tetapi tidak ada hal yang berupa fakta yang tajam dikemukakan. Perkataan Tertulus sangat lemah, tetapi dibungkus dengan teknik retorika yang mengagumkan. Tetapi perkataan Paulus adalah fakta, dan ketika fakta itu dibungkus juga dengan teknik retorika, jadilah perkataan itu perkataan yang kuat dan tajam. Tetapi Paulus memakai teknik retorika yang baik bukan hanya untuk menyatakan kebenaran dengan tajam, tetapi juga untuk menyampaikan berita Injil. Sadarkah kita bahwa pembelaan Paulus sesungguhnya juga adalah pengabaran Injil untuk memenangkan Feliks? Jiwa penginjilan Paulus membuat dia tidak bisa diam. Pembelaannya yang ditekankan pada tema “kebangkitan orang mati” adalah pernyataan iman sekaligus berita Injil bagi Feliks dan bagi setiap orang yang mendengar.
Demikian juga, ketika Paulus menyampaikan pembelaan atas tuduhan yang sangat kabur dan tidak jelas itu. Tertulus hanya menuduh dia sebagai penyakit sampar tanpa menjelaskan apa yang membuat dia disebut penyakit sampar (ay. 5). Paulus dituduh membuat kekacauan, tetapi tidak ada tuduhan yang persis kekacauan macam apa yang disebabkan Paulus, dan hal apa yang Paulus kerjakan untuk menyulut kekacauan itu. Selain dituduh sebagai pembuat kekacauan, Paulus juga dituduh sebagai seorang penganut agama Nasrani. Inilah kesalahan kedua Paulus menurut Tertulus (ay. 5). Hal ketiga yang menjadi kesalahan Paulus adalah “melanggar kekudusan Bait Allah”, tetapi pelanggaran macam apa yang Paulus lakukan juga tidak disebutkan. Betapa cacatnya tuduhan ini. Paulus adalah penyakit sampar yang: (1) membuat kekacauan (dengan cara bagaimana? Tidak tahu), (2) penganut Nasrani (tanpa menyebut apa yang salah dengan menjadi seorang Nasrani), dan (3) melanggar kekudusan Bait (dengan cara bagaimana? Tidak tahu). Seluruh tuduhan ini dijawab Paulus dengan kebenaran yang akurat dan teliti. Paulus menjawab tuduhan pertama dengan mengatakan bahwa sejak 12 hari yang lalu hingga hari pengadilan dimulai Paulus tidak pernah terlibat keributan apa pun di mana pun (ay. 12). Paulus mengingatkan Feliks bahwa para penuduh tidak punya saksi untuk huru hara dan keributan yang dikatakan disebabkan oleh dia (ay. 13).
Untuk tuduhan kedua Paulus menjawab dengan cara yang bijak, yaitu menjawab tuduhan sekaligus mengabarkan Injil kepada Feliks. Paulus mengatakan bahwa memang dia adalah pengikut Kristus, dan karena itu memang benar bahwa dia seorang Nasrani. Tetapi yang menjadi tekanan pembelaan Paulus adalah tidak ada yang salah dengan menjadi orang Nasrani. Sebagai seorang Nasrani, Paulus percaya kepada Kitab Taurat dan Kitab Para Nabi. Apakah yang salah dengan ini? Sebagai orang Nasrani juga dia percaya apa yang dijanjikan di dalam Taurat dan Kitab Nabi-nabi, yaitu bahwa pengharapan di dalam Allah adalah pengharapan akan kebangkitan orang mati untuk dihakimi (ay. 15). Apakah itu melanggar hukum? Kepercayaan kepada Kristus yang bangkit ini dikatakan Paulus sebagai pengabaran Injil kepada Feliks sekaligus pembelaan atas tuduhan orang-orang Yahudi kepadanya. Feliks perlu percaya bahwa ada kebangkitan dan penghakiman. Tuhan akan menghakimi! Ini berita yang Paulus katakan di dalam ayat 15 dan akan terus Paulus katakan (ay. 25) supaya Feliks bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus. Berita Injil yang dikhotbahkan oleh Yohanes Pembaptis, Tuhan Yesus Kristus, dan juga para rasul, hingga Rasul Paulus di sini tetap sama, yaitu seruan pertobatan yang dinyatakan dengan tegas sebelum Sang Hakim datang dan menjatuhkan hukuman-Nya (Mat. 3:1-2, 4:17; Kis. 2:28, 8:22, 24:25). Salahkah memercayai kebangkitan orang mati? Jika orang mati tidak bangkit, maka memercayai kebangkitan adalah hal bodoh. Tetapi sebaliknya, jika orang mati bangkit, maka tidak memercayai kebangkitanlah yang menjadi hal bodoh.
Paulus mengakui bahwa dia adalah seorang Nasrani, tetapi dia juga membongkar kebodohan para penuduhnya dengan menyatakan bahwa tidak ada yang salah dengan menjadi seorang Nasrani. Bahkan kepercayaan bahwa orang mati akan bangkit dan dihakimi, membuat orang-orang Nasrani hidup di dalam cara hidup yang mengikuti hati nurani yang murni (ay. 16). Karena kemurnian hati ini jugalah Paulus memelihara tradisi beribadah dan mempersembahkan korban dengan ketekunan dan kekudusan. Ketika orang-orang di Yerusalem melihat Paulus sedang menjalankan ibadah dengan tekun dan kudus, mereka segera menangkap Paulus. Mereka menangkap Paulus ketika dia sedang beribadah menjalankan upacara korban yang suci sesuai dengan hukum Taurat, lalu menuduh Paulus mencemarkan Bait Allah? Benarkah tindakan mereka menangkap Paulus? Sama sekali tidak! Bahkan ayat 19 mengatakan bahwa jika benar Paulus mencemarkan Bait Allah, bukankah mereka yang menangkapnya yang seharusnya melontarkan tuduhan? Tetapi para imam dan anggota Sanhedrin ini tidak melihat apa-apa. Mengapa malah mereka yang menuduh Paulus mencemarkan Bait Allah? Paulus melanjutkan dengan menantang para anggota Sanhedrin yang menuduh dia untuk memberikan tuduhan lain lagi, karena seluruh tuduhan mereka telah Paulus jawab (ay. 20). Jika mereka tidak dapat memberikan tuduhan lain, maka berarti satu-satunya alasan Paulus ditangkap adalah karena dia beriman kepada Kristus, percaya, dan mengharapkan kebangkitan orang mati (ay. 21).
Melihat bahwa memang tidak ada lagi tuduhan yang mereka bisa buktikan kepada Paulus selain bahwa dia orang Kristen, percaya kebangkitan Kristus, percaya kebangkitan orang mati, dan percaya penghakiman akhir; maka Feliks enggan memutuskan apa pun sebelum menambah keterangan dari saksi mata yang berotoritas, yaitu Lisias, kepala pasukan yang mengamankan Paulus (ay. 22). Ayat 22 juga mengatakan bahwa Feliks tahu apa yang sedang terjadi. Dia tahu pengharapan tentang Mesias orang Yahudi (ay. 22). Dari manakah Feliks mengetahui hal ini? Kemungkinan dari istrinya yang adalah orang Yahudi (ay. 24). Dia juga tahu perdebatan tentang apakah Mesias itu adalah Yesus, sebagaimana dipercaya oleh orang Nasrani, atau bukan. Itulah yang dimaksudkan dengan mengetahui “jalan Tuhan” (ay. 22). Apa yang Paulus katakan sebagai pembelaan tidak didengar oleh seorang Gubernur yang tidak mengerti apa-apa, tetapi seorang yang dapat mengonfirmasi bahwa apa yang dikatakan Paulus semua benar. Feliks tidak punya alasan untuk tetap menahan Paulus setelah pembelaan Paulus yang demikian tajam. Tetapi dia menunda membebaskan Paulus. Alasan penundaan ini adalah karena dia menunggu sogokan dari Paulus agar bisa bebas (ay. 26).
Demikian hari ini kita membaca perbedaan antara orang benar dengan pendusta. Orang benar menceritakan fakta, dan karena itu perkataannya tidak membingungkan dan ambigu. Tetapi pendusta yang fasih lidah membuat pembelaan yang sedemikian kasar, seolah meyakinkan, tetapi tidak ada hal yang berupa fakta yang tajam dikemukakan. Perkataan Tertulus sangat lemah, tetapi dibungkus dengan teknik retorika yang mengagumkan. Tetapi perkataan Paulus adalah fakta, dan ketika fakta itu dibungkus juga dengan teknik retorika, jadilah perkataan itu perkataan yang kuat dan tajam. Tetapi Paulus memakai teknik retorika yang baik bukan hanya untuk menyatakan kebenaran dengan tajam, tetapi juga untuk menyampaikan berita Injil. Sadarkah kita bahwa pembelaan Paulus sesungguhnya juga adalah pengabaran Injil untuk memenangkan Feliks? Jiwa penginjilan Paulus membuat dia tidak bisa diam. Pembelaannya yang ditekankan pada tema “kebangkitan orang mati” adalah pernyataan iman sekaligus berita Injil bagi Feliks dan bagi setiap orang yang mendengar.