Devotion from Yohanes 1:14-18
Ayat 14 mengatakan bahwa Sang Firman itu telah menjadi daging (manusia) dan berdiam di antara kita. Kata yang dipakai untuk “diam” adalah “mendirikan kemah”. Ini adalah gambaran yang indah sekali karena mengingatkan kita kepada Kemah Suci di padang gurun (Kel. 25:8-9). Kemah Suci itu adalah lambang penyertaan Tuhan bagi Israel di padang gurun. Tuhan menyertai umat-Nya dan “berkemah” bersama dengan mereka. Israel mungkin hanyalah bangsa budak yang melayani Mesir. Tetapi setelah Tuhan menyatakan diri kepada mereka, identitas mereka berubah. Mereka bukan lagi budak Mesir, melainkan umat dari Allah yang Mahakuasa. Umat dari Allah yang telah menaklukkan semua dewa-dewi Mesir (Kel. 12:12, 18:11) dan menjadikan Israel anak sulung-Nya (Kel. 4:22-23), serta yang senantiasa menyertai Israel di dalam perjalanan mereka melalui Kemah Suci-Nya di tengah-tengah Israel. Penyertaan Allah melalui Kemah Suci ini ternyata hanyalah simbol untuk sesuatu yang lebih besar lagi. Ketika Israel telah tiba di Kanaan dan dipimpin oleh raja yang takut akan Tuhan, mulai muncul rencana untuk membuat Kemah Suci menjadi Bait Suci (2Sam. 7:2-5). Tetapi Tuhan tidak mengizinkan Daud yang membangun Bait Suci. Salomolah yang mendirikan Bait Suci. Tetapi, sebagaimana dikhotbahkan Stefanus, apakah Allah akan berdiam di dalam bangunan buatan tangan manusia (Kis. 7:48-49)? Tidak. Bait Suci pun hanyalah simbol. Simbol dari apakah? Simbol dari kehadiran Tuhan yang akan menaklukkan raja-raja (Dan. 2:44-45), sekaligus simbol dari Sang Raja itu sendiri (Yoh. 2:19-21). Maka, ketika Yohanes memakai kata “diam (berkemah) di antara kita”, segera kita mendapatkan pengertian yang indah tentang Sang Raja yang ditetapkan untuk menguasai segala sesuatu dan bertakhta atas surga dan bumi, ternyata adalah Sang Raja yang rela berdiam di padang gurun bersama-sama dengan umat-Nya.
Mengapakah Kristus rela datang ke dunia? Dia tidak datang untuk dunia ini. Dia datang untuk menyertai umat-Nya. Dia mau berdiam bersama dengan umat-Nya. Seluruh Injil Yohanes memberikan fokus yang indah pada kasih Yesus Kristus, Sang Firman, bagi umat-Nya yang diwakili oleh para murid. Para murid adalah gereja Tuhan, dan kasih Kristus kepada mereka adalah kasih yang sama yang diberikan bagi gereja-Nya, yaitu kita semua yang percaya kepada-Nya. Sama seperti Kemah Suci didirikan di padang gurun, demikian juga Kristus berkemah/berdiam di “padang gurun”, bersama dengan gereja Tuhan di bumi. Di bumi Dia berdiam bersama dengan murid-murid-Nya, dan kasih yang Dia curahkan bagi murid-murid-Nya adalah kasih yang sama besarnya dengan yang Dia curahkan bagi kita, gereja-Nya, yang hidup di zaman ini.
Jika Kemah Suci di padang gurun senantiasa penuh dengan cahaya kemuliaan Tuhan, maka Kristus, Sang Firman pun penuh dengan cahaya kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa. Cahaya kemuliaan apakah yang Kristus pancarkan? Cahaya kemuliaan Kristus sebagai Anak Tunggal Bapa bukanlah cahaya kemuliaan yang menyilaukan mata, meskipun itu juga bagian dari pernyataan kemuliaan Allah. Cahaya kemuliaan Kristus yang paling menonjol ketika Dia hidup di bumi adalah kasih karunia dan kebenaran-Nya. Apakah yang dimaksudkan dengan “kasih karunia” dan “kebenaran”? Dua kata ini tidak bisa dipisahkan dan merujuk kepada sifat Tuhan yang mengingat dan menjalankan perjanjian-Nya. Kesetiaan Allah kepada perjanjian-Nya itulah yang digambarkan dengan “kasih setia” dan “kebenaran” sebagaimana dinyatakan oleh-Nya sendiri di dalam Keluaran 34:6-7. Di dalam terjemahan bahasa Indonesia, Keluaran 34:6 menyatakan bahwa Allah berlimpah “kasih” (khesed) dan “setia” (emeth) di mana kedua kata ini dapat juga diterjemahkan “kasih karunia” (khesed) dan “kebenaran” (emeth). Inilah yang dijelaskan Yohanes di dalam bahasa Yunani di ayat 14 ini, kharis (kasih karunia), dan aletheia (kebenaran). Kasih setia dan kebenaran Allah berarti Dia dengan tepat akan menjalankan perjanjian-Nya. Dengan penuh kasih sayang akan menjalankan janji-Nya bagi umat-Nya, tetapi juga dengan keadilan Dia akan menghakimi umat-Nya berdasarkan perjanjian-Nya. Kristuslah penggenapan dari kesetiaan Allah di dalam perjanjian-Nya ini. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Sang Firman ini menyatakan kemuliaan Allah di dalam kesetiaan-Nya kepada perjanjian-Nya.
Tuhan mengingat perjanjian-Nya bagi umat-Nya. Kita yang telah dijadikan anak-anak Allah oleh kuasa-Nya sekarang juga adalah penerima janji-Nya bagi umat-Nya. Sang Firman berdiam di tengah-tengah kita di bumi ini supaya kita memperoleh kepenuhan kesetiaan Tuhan kepada perjanjian-Nya. Betapa agungnya berita yang disampaikan ini. Kristus datang sehingga seluruh kepenuhan kesetiaan Allah dan kebenaran-Nya menjadi genap bagi kita melalui Kristus. Melalui Kristus yang rela berdiam bersama dengan kita, melalui Kristus yang rela menjadi gembala kita, melalui Kristus yang rela menjadi Juru Selamat kita, melalui Kristus yang rela disalibkan dan mati bagi kita, melalui Kristus kita dapat memandang kemuliaan Allah yang setia kepada perjanjian-Nya.
Tetapi Sang Firman ini datang dengan segala ketersembunyian. Dia yang mulia rela menjadi sama seperti manusia. Tidak terlihat cahaya surgawi yang membutakan mata siapa pun yang berani memandang-Nya. Tidak terlihat pasukan malaikat dengan api yang membakar dan pedang menyala-nyala melindungi kekudusan-Nya. Tidak terlihat berlaksa-laksa demi berlaksa-laksa malaikat menaikkan puji-pujian bagi-Nya siang dan malam. Tidak terlihat tua-tua yang melemparkan mahkota mereka pada kaki-Nya sambil sujud menyembah. Yang terlihat hanyalah seorang pria sederhana yang berjalan menuju sungai tempat Yohanes Pembaptis membaptis. Dia tidak berbeda dari kita. Sederhana, terbatas, dan sama seperti orang Yahudi lainnya yang hidup sebagai orang miskin di tengah-tengah tanah Palestina. Siapa yang dapat mengenal Dia? Betapa besarnya kemuliaan Allah ketika Dia rela menyatakannya di dalam kesederhanaan. Sungguh di luar pikiran manusia bahwa keagungan kemuliaan justru terdapat pada kerelaan menjadi rendah. Inkarnasi Kristus adalah wujud kemuliaan Allah yang paling mulia. Kematian-Nya di kayu salib adalah kesempurnaan dari kemuliaan tersebut. Siapakah kita manusia? Makhluk hina yang ingin dipermuliakan. Itulah kita. Siapakah Kristus? Sang Pencipta mulia yang rela direndahkan. Itulah Dia. Itulah sebabnya Allah mengutus Yohanes Pembaptis. Dialah yang akan menyatakan Kristus, Sang Firman itu, bagi Israel. Allah telah menyiapkan tanda mulia yang akan disaksikan oleh Yohanes, dan setelah itu Yohanes akan menyatakan Kristus yang menggenapi Taurat Musa, bagi Israel.
Dalam ayat 15 Yohanes mengatakan bahwa Kristus akan datang, tetapi Kristus juga mendahului Yohanes. Kristus baru akan menjalankan pelayanan-Nya setelah diperkenalkan Yohanes Pembaptis. Ini berarti Yohanes Pembaptis telah lebih dahulu melayani. Yohanes Pembaptis pun lebih dahulu dilahirkan sebelum Yesus Kristus. Tetapi Yohanes mengingatkan bahwa Yesus Kristus telah dari awal mulanya berada bersama dengan Allah Bapa.
Ayat 17 mengatakan bahwa hukum Taurat diberikan oleh (melalui) Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran (yang menggenapi Taurat) melalui Yesus Kristus. Seluruh Injil Yohanes ini menunjukkan bagaimana kasih karunia dan kebenaran dinyatakan Allah dengan limpah melalui Yesus Kristus. Injil Yohanes menunjukkan bahwa di dalam sepanjang hidup-Nya di bumi ini, Yesus Kristus adalah yang menyatakan dengan sempurna kesetiaan Allah kepada perjanjian-Nya. Di dalam Injilnya ini juga Yohanes menunjukkan bagaimana sepanjang hidup-Nya di bumi, kasih Kristus bagi para murid mencerminkan dengan sempurna kasih Kristus bagi gereja-Nya, yaitu bagi kita semua yang percaya kepada-Nya. Mengapa hanya di dalam Kristus ini semua bisa terjadi. Karena tidak ada seorang pun yang dapat menyatakan kesetiaan Allah di dalam perjanjian-Nya selain dari Sang Anak Tunggal Allah yang telah ada di pangkuan Bapa. Hanya Sang Anak Tunggal, yang sama dengan Bapa dan yang ada bersama dengan Bapa sebelum segala zaman, hanya Dialah yang sanggup menyatakan siapa Allah dengan sempurna.
Ayat 14 mengatakan bahwa Sang Firman itu telah menjadi daging (manusia) dan berdiam di antara kita. Kata yang dipakai untuk “diam” adalah “mendirikan kemah”. Ini adalah gambaran yang indah sekali karena mengingatkan kita kepada Kemah Suci di padang gurun (Kel. 25:8-9). Kemah Suci itu adalah lambang penyertaan Tuhan bagi Israel di padang gurun. Tuhan menyertai umat-Nya dan “berkemah” bersama dengan mereka. Israel mungkin hanyalah bangsa budak yang melayani Mesir. Tetapi setelah Tuhan menyatakan diri kepada mereka, identitas mereka berubah. Mereka bukan lagi budak Mesir, melainkan umat dari Allah yang Mahakuasa. Umat dari Allah yang telah menaklukkan semua dewa-dewi Mesir (Kel. 12:12, 18:11) dan menjadikan Israel anak sulung-Nya (Kel. 4:22-23), serta yang senantiasa menyertai Israel di dalam perjalanan mereka melalui Kemah Suci-Nya di tengah-tengah Israel. Penyertaan Allah melalui Kemah Suci ini ternyata hanyalah simbol untuk sesuatu yang lebih besar lagi. Ketika Israel telah tiba di Kanaan dan dipimpin oleh raja yang takut akan Tuhan, mulai muncul rencana untuk membuat Kemah Suci menjadi Bait Suci (2Sam. 7:2-5). Tetapi Tuhan tidak mengizinkan Daud yang membangun Bait Suci. Salomolah yang mendirikan Bait Suci. Tetapi, sebagaimana dikhotbahkan Stefanus, apakah Allah akan berdiam di dalam bangunan buatan tangan manusia (Kis. 7:48-49)? Tidak. Bait Suci pun hanyalah simbol. Simbol dari apakah? Simbol dari kehadiran Tuhan yang akan menaklukkan raja-raja (Dan. 2:44-45), sekaligus simbol dari Sang Raja itu sendiri (Yoh. 2:19-21). Maka, ketika Yohanes memakai kata “diam (berkemah) di antara kita”, segera kita mendapatkan pengertian yang indah tentang Sang Raja yang ditetapkan untuk menguasai segala sesuatu dan bertakhta atas surga dan bumi, ternyata adalah Sang Raja yang rela berdiam di padang gurun bersama-sama dengan umat-Nya.
Mengapakah Kristus rela datang ke dunia? Dia tidak datang untuk dunia ini. Dia datang untuk menyertai umat-Nya. Dia mau berdiam bersama dengan umat-Nya. Seluruh Injil Yohanes memberikan fokus yang indah pada kasih Yesus Kristus, Sang Firman, bagi umat-Nya yang diwakili oleh para murid. Para murid adalah gereja Tuhan, dan kasih Kristus kepada mereka adalah kasih yang sama yang diberikan bagi gereja-Nya, yaitu kita semua yang percaya kepada-Nya. Sama seperti Kemah Suci didirikan di padang gurun, demikian juga Kristus berkemah/berdiam di “padang gurun”, bersama dengan gereja Tuhan di bumi. Di bumi Dia berdiam bersama dengan murid-murid-Nya, dan kasih yang Dia curahkan bagi murid-murid-Nya adalah kasih yang sama besarnya dengan yang Dia curahkan bagi kita, gereja-Nya, yang hidup di zaman ini.
Jika Kemah Suci di padang gurun senantiasa penuh dengan cahaya kemuliaan Tuhan, maka Kristus, Sang Firman pun penuh dengan cahaya kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa. Cahaya kemuliaan apakah yang Kristus pancarkan? Cahaya kemuliaan Kristus sebagai Anak Tunggal Bapa bukanlah cahaya kemuliaan yang menyilaukan mata, meskipun itu juga bagian dari pernyataan kemuliaan Allah. Cahaya kemuliaan Kristus yang paling menonjol ketika Dia hidup di bumi adalah kasih karunia dan kebenaran-Nya. Apakah yang dimaksudkan dengan “kasih karunia” dan “kebenaran”? Dua kata ini tidak bisa dipisahkan dan merujuk kepada sifat Tuhan yang mengingat dan menjalankan perjanjian-Nya. Kesetiaan Allah kepada perjanjian-Nya itulah yang digambarkan dengan “kasih setia” dan “kebenaran” sebagaimana dinyatakan oleh-Nya sendiri di dalam Keluaran 34:6-7. Di dalam terjemahan bahasa Indonesia, Keluaran 34:6 menyatakan bahwa Allah berlimpah “kasih” (khesed) dan “setia” (emeth) di mana kedua kata ini dapat juga diterjemahkan “kasih karunia” (khesed) dan “kebenaran” (emeth). Inilah yang dijelaskan Yohanes di dalam bahasa Yunani di ayat 14 ini, kharis (kasih karunia), dan aletheia (kebenaran). Kasih setia dan kebenaran Allah berarti Dia dengan tepat akan menjalankan perjanjian-Nya. Dengan penuh kasih sayang akan menjalankan janji-Nya bagi umat-Nya, tetapi juga dengan keadilan Dia akan menghakimi umat-Nya berdasarkan perjanjian-Nya. Kristuslah penggenapan dari kesetiaan Allah di dalam perjanjian-Nya ini. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Sang Firman ini menyatakan kemuliaan Allah di dalam kesetiaan-Nya kepada perjanjian-Nya.
Tuhan mengingat perjanjian-Nya bagi umat-Nya. Kita yang telah dijadikan anak-anak Allah oleh kuasa-Nya sekarang juga adalah penerima janji-Nya bagi umat-Nya. Sang Firman berdiam di tengah-tengah kita di bumi ini supaya kita memperoleh kepenuhan kesetiaan Tuhan kepada perjanjian-Nya. Betapa agungnya berita yang disampaikan ini. Kristus datang sehingga seluruh kepenuhan kesetiaan Allah dan kebenaran-Nya menjadi genap bagi kita melalui Kristus. Melalui Kristus yang rela berdiam bersama dengan kita, melalui Kristus yang rela menjadi gembala kita, melalui Kristus yang rela menjadi Juru Selamat kita, melalui Kristus yang rela disalibkan dan mati bagi kita, melalui Kristus kita dapat memandang kemuliaan Allah yang setia kepada perjanjian-Nya.
Tetapi Sang Firman ini datang dengan segala ketersembunyian. Dia yang mulia rela menjadi sama seperti manusia. Tidak terlihat cahaya surgawi yang membutakan mata siapa pun yang berani memandang-Nya. Tidak terlihat pasukan malaikat dengan api yang membakar dan pedang menyala-nyala melindungi kekudusan-Nya. Tidak terlihat berlaksa-laksa demi berlaksa-laksa malaikat menaikkan puji-pujian bagi-Nya siang dan malam. Tidak terlihat tua-tua yang melemparkan mahkota mereka pada kaki-Nya sambil sujud menyembah. Yang terlihat hanyalah seorang pria sederhana yang berjalan menuju sungai tempat Yohanes Pembaptis membaptis. Dia tidak berbeda dari kita. Sederhana, terbatas, dan sama seperti orang Yahudi lainnya yang hidup sebagai orang miskin di tengah-tengah tanah Palestina. Siapa yang dapat mengenal Dia? Betapa besarnya kemuliaan Allah ketika Dia rela menyatakannya di dalam kesederhanaan. Sungguh di luar pikiran manusia bahwa keagungan kemuliaan justru terdapat pada kerelaan menjadi rendah. Inkarnasi Kristus adalah wujud kemuliaan Allah yang paling mulia. Kematian-Nya di kayu salib adalah kesempurnaan dari kemuliaan tersebut. Siapakah kita manusia? Makhluk hina yang ingin dipermuliakan. Itulah kita. Siapakah Kristus? Sang Pencipta mulia yang rela direndahkan. Itulah Dia. Itulah sebabnya Allah mengutus Yohanes Pembaptis. Dialah yang akan menyatakan Kristus, Sang Firman itu, bagi Israel. Allah telah menyiapkan tanda mulia yang akan disaksikan oleh Yohanes, dan setelah itu Yohanes akan menyatakan Kristus yang menggenapi Taurat Musa, bagi Israel.
Dalam ayat 15 Yohanes mengatakan bahwa Kristus akan datang, tetapi Kristus juga mendahului Yohanes. Kristus baru akan menjalankan pelayanan-Nya setelah diperkenalkan Yohanes Pembaptis. Ini berarti Yohanes Pembaptis telah lebih dahulu melayani. Yohanes Pembaptis pun lebih dahulu dilahirkan sebelum Yesus Kristus. Tetapi Yohanes mengingatkan bahwa Yesus Kristus telah dari awal mulanya berada bersama dengan Allah Bapa.
Ayat 17 mengatakan bahwa hukum Taurat diberikan oleh (melalui) Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran (yang menggenapi Taurat) melalui Yesus Kristus. Seluruh Injil Yohanes ini menunjukkan bagaimana kasih karunia dan kebenaran dinyatakan Allah dengan limpah melalui Yesus Kristus. Injil Yohanes menunjukkan bahwa di dalam sepanjang hidup-Nya di bumi ini, Yesus Kristus adalah yang menyatakan dengan sempurna kesetiaan Allah kepada perjanjian-Nya. Di dalam Injilnya ini juga Yohanes menunjukkan bagaimana sepanjang hidup-Nya di bumi, kasih Kristus bagi para murid mencerminkan dengan sempurna kasih Kristus bagi gereja-Nya, yaitu bagi kita semua yang percaya kepada-Nya. Mengapa hanya di dalam Kristus ini semua bisa terjadi. Karena tidak ada seorang pun yang dapat menyatakan kesetiaan Allah di dalam perjanjian-Nya selain dari Sang Anak Tunggal Allah yang telah ada di pangkuan Bapa. Hanya Sang Anak Tunggal, yang sama dengan Bapa dan yang ada bersama dengan Bapa sebelum segala zaman, hanya Dialah yang sanggup menyatakan siapa Allah dengan sempurna.