Artikel A SMALL DOT IN THE UNIVERSE

7 May 2018

Bacaan: 2 Timotius 3:1-2

Tidakkah kita merasa bahwa kita ini cinta diri? Coba kita refleksi diri saat kita sedang bergumul. Sebagai pemuda, banyak pergumulan yang dapat kita alami. Masalah kuliah, pekerjaan, keluarga, maupun cinta. Saat kita sedang sakit hati, patah hati, dan kelainan-kelainan hati lainnya, kita bisa merasa begitu menderita sampai-sampai rasanya seluruh dunia ini terasa mau runtuh. Begitu sadarnya akan diri yang menderita sampai kita merasa bahwa kita ini yang harus diperhatikan oleh seluruh dunia. Saat menderita, kita sulit sekali untuk dapat melihat kebaikan di luar sana. Begitu pula sebaliknya, kalau diri ini sedang senang, seluruh dunia akan terasa cerah, burung terasa berkicau riang, dan sebagainya. Sederhananya, seluruh dunia seakan harus mengikuti saya. Ini adalah salah satu bentuk cinta diri yang jarang disadari.

Padahal burung berkicau bukanlah untuk kita, tetapi untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Waktu  kita susah,  kita senang menjadikan diri sebagai pusat. Maunya dimengerti, maunya dimaklumi, maunya dikasihani oleh semua orang.  Dalam keberdosaan,  kita selalu mau berada di pusat. Tetapi dalam anugerah Tuhan, dalam setiap penderitaan, kita dididik untuk ke pinggir. Karena di situlah posisi kita seharusnya. Di sinilah kita baru menyadari bahwa peperangan terbesar dalam setiap pergumulan kita, bukanlah masalah yang sedang dihadapi, tetapi pemurnian diri di hadapan Tuhan.

Segala pergumulan kita, menuntut kita untuk dapat berespons di hadapan Tuhan dengan benar. Hal ini lebih penting daripada permasalahan itu sendiri. Segala masalah yang menimpa kita, di dalam anugerah Tuhan, dapat membuat kita mengenali diri kita lebih dalam dan mengenali monster yang ada dalam diri kita lebih nyata, sehingga kita dibawa kepada pertobatan hidup yang sejati.

“You are just one small dot in this universe”, kata pendeta Billy dalam salah satu khotbahnya. We are not the center, but God is the centerSoli Deo Gloria.