Kedatangan sang raja israel part1

Devotion from Yohanes 12:12-19

Bacaan hari ini sangat penting untuk memahami Kerajaan Allah yang diinaugurasikan oleh Kristus. Kristus sendiri adalah Sang Raja. Dia datang untuk mengambil takhta yang memang hak-Nya. Yesus Kristus, Raja Israel, sekarang datang untuk menyatakan diri di Yerusalem. Yerusalem selalu menjadi tempat spesial sejak Daud menaklukkannya sekitar 900 tahun sebelumnya. Daud, sang panglima perang Israel terbesar, menaklukkan Yerusalem dan menjadikannya kota utama di Israel. Yerusalem bahkan menjadi kota yang sangat penting secara agama karena Salomo mendirikan Bait Suci di dalam kota ini. Yerusalem akan menjadi tempat dinasti Daud yang perkasa bertakhta. Tetapi, sebagaimana kita ketahui dari Kitab Raja-raja, dinasti Daud gagal mempertahankan kesetiaan seperti Daud. Mereka jatuh ke dalam berbagai-bagai dosa dan akhirnya dibuang oleh Tuhan. Namun, empat ratus tahun sebelum pembuangan itu, Tuhan telah memberikan janji-Nya bahwa takhta Daud akan kokoh. Kerajaannya akan terus perkasa dan Tuhan akan mendudukkan Anak Daud untuk menjadi Raja sampai selama-lamanya. Janji akan pemeliharaan Tuhan bagi takhta Daud inilah yang digenapi di dalam kedatangan Kristus ke Yerusalem. Akhirnya Sang Anak Daud datang ke Yerusalem untuk bertakhta. Tetapi bagaimanakah penerimaan Yerusalem? Akankah mereka menyambut Raja mereka itu?

Keadaan Israel demikian rusak. Bahkan sebelum Yesus Kristus masuk ke Yerusalem, sudah ada rencana untuk membunuh Dia. Para pemimpin agama terus menyebarkan fitnah dan provokasi supaya banyak orang semakin membenci Yesus. Bahkan mereka membuat rencana untuk membunuh Lazarus juga. Bukan hanya Yesus, orang-orang dekatnya pun dibenci juga. Rencana menangkap, memfitnah, dan membunuh Yesus sudah dihembuskan dan disebarkan sebelum Yesus masuk ke Yerusalem. Jika demikian situasinya, bukankah seharusnya Yesus Kristus masuk ke Yerusalem dengan kuasa, kekuatan, dan kemampuan untuk membungkam para musuh? Bukankah seharusnya Yesus Kristus menunjukkan kuasa surgawi yang senantiasa menyertai Dia? Inilah saatnya. Ketika para pembenci itu sudah ada di Yerusalem, mereka berusaha untuk membuat pergolakan untuk menentang Yesus di tengah-tengah kota itu. Bayangkan, betapa hebatnya jika Yesus masuk ke Yerusalem dengan kuasa. Jika kekuatan bala tentara surga-Nya turun dan menghancurkan musuh-musuh Kristus di Yerusalem, membinasakan mereka dan mengklaim takhta-Nya untuk selama-lamanya.

Tetapi Yesus Kristus datang dengan cara yang sangat mengejutkan. Yesus Kristus tidak memamerkan kekuatan perang yang Dia miliki. Dia datang dengan mengendarai seekor keledai muda! Ketika semua orang memuji Dia sebagai yang sulung dari Allah, Dia justru tampil dengan segala kesederhanaan dan kelemahlembutan. Dia tidak masuk dengan kereta perang, tetapi dengan seekor keledai muda. Di tengah-tengah ancaman pembunuhan, Dia masuk dengan segala kelemahlembutan dan damai? Mengapa Dia tidak memberikan pesan menakutkan untuk para lawan-Nya? Mengapa Dia masuk dengan cara seperti ini? Karena Dia Raja yang tidak berasal dari dunia ini (Yoh. 18:36). Raja dunia ini akan membasmi semua ancaman. Raja dunia ini akan mengamankan kerajaannya dari ancaman. Tetapi Kristus datang dengan pesan penuh damai. Dialah Sang Raja Damai. Dan jika Dia adalah Sang Raja Damai, bagaimana mungkin Dia tidak memiliki damai di dalam diri-Nya sendiri?

Tetapi ternyata kelemahlembutan Yesus Kristus menggenapkan apa yang tertulis di dalam Zakharia 9. Di dalam Kitab Zakharia ada kalimat penghiburan bagi Israel. Israel yang sudah lelah berperang, lelah ditaklukkan, lelah dihantam oleh tentara dari kerajaan lain, pada akhirnya akan berhenti berperang. Raja Damai akan datang dan Dia akan menghilangkan semua kereta perang dari Yerusalem (Za. 9:9-10). Yesus tidak datang untuk menghakimi, tetapi untuk menyelamatkan (Yoh. 3:17). Dia datang dengan pesan damai dan keselamatan, bukan penghakiman dan kekuatan militer. Dan Yesus konsisten menjalankan ini walaupun Dia sedang diincar untuk dibunuh. Dia tetap masuk ke Yerusalem dengan segala kesederhanaan-Nya. Arah hatinya yang sudah terarah ke salib tidak tergoncangkan oleh apa pun yang lain. Dia tetap mengarahkan langkah kakinya menuju kematian-Nya yang menyelamatkan kita. Inilah Raja yang sejati itu. Dia datang untuk membawa keselamatan dan pengampunan, kelemahlembutan dan damai sejahtera.

Tetapi sekalipun Yesus Kristus tidak datang dengan kuasa dan kekuatan dunia, Bapa-Nya di surga tetap menarik banyak orang untuk menyambut Dia. Bahkan ayat 19 menggambarkan keputusasaan orang-orang Farisi karena ternyata pengikut Yesus begitu banyak. Seluruh Yerusalem penuh dengan sorakan yang meninggikan Yesus. Jika Yesus Kristus ditinggikan, Bapa di surga akan menarik semua orang datang kepada Dia. Tetapi Yesus Kristus tidak datang untuk menerima sambutan ini. Dia datang untuk mengakhiri seluruh panggilan-Nya di bumi dengan bersiap untuk masuk ke dalam sengsara-Nya yang besar. Sang Raja Damai harus membayar dengan nyawanya sendiri untuk sebuah perdamaian. Yesus, sang Raja Israel datang untuk menggenapi apa yang tertulis di dalam Kitab Zakharia. Dialah Raja Damai yang harus menerima kesengsaraan dan ketidakadilan. Dia datang bukan untuk membalas dendam, juga tanpa menjadi paranoid karena kekuasaannya direbut orang lain. Yesus Kristus datang untuk mendirikan Kerajaan-Nya dengan cara memasukkan para seteru dan musuh menjadi pengikut Kristus. Penghakiman masih ditunda-Nya sampai pada harinya tiba, dan justru dengan cara inilah Allah akan menarik banyak orang datang kepada Dia. Dia akan menjadi Raja yang memimpin rakyat banyak karena kerelaan-Nya menjadi korban. Kerelaan-Nya untuk berkorban dan kesetiaan-Nya kepada Bapa membuat Bapa akan menarik banyak orang kepada Dia.

Raja-raja dunia ini berusaha untuk memperluas kerajaan-Nya dengan perang. Kerajaan-kerajaan memperbesar jumlah rakyat dengan menaklukkan daerah lain dan membawa orang-orangnya ke dalam penawanan untuk memperbudak mereka. Tetapi Yesus Kristus tidak demikian. Dia datang dengan lemah lembut, datang untuk mengampuni, dan datang untuk menjadi korban. Tetapi justru karena itulah seluruh dunia benar-benar datang mengikuti Dia. Bagaimana dengan kita? Kita berusaha untuk “memperbesar” kerajaan kita? Berusaha untuk memiliki sebanyak mungkin pengikut? Ingin diakui, ingin dianggap sebagai pemimpin yang besar dan berpengaruh? Ingin mempunyai massa yang ikut di belakang untuk mendukung? Terkadang keinginan-keinginan ini begitu terukir di dalam hati sehingga dalam keseharian kita pun hal ini sangat jelas terlihat. Ketika kita ingin dominan, ingin menjadi yang memonopoli pembicaraan, ingin ditaati dengan mutlak. Ketika kita tidak menganggap orang lain berarti, ketika keberadaan yang lain hanya sekadar tools bagi kebahagiaan kita, bukankah kita juga penguasa lalim yang tidak memiliki rakyat? Kita juga mengambil peran sebagai raja bengis, tetapi tidak punya kerajaan. Yesus Kristus adalah Yang Terbesar. Tetapi Dia menjadi yang terbesar karena menekankan belas kasihan, kerendahan hati, dan kerelaan untuk tunduk. Di tengah-tengah ancaman bahaya, pembunuhan, kebencian, dan desakan untuk membela diri, Kristus mengambil seekor keledai muda, menungganginya, dan masuk ke Yerusalem dengan segala ketaatan, kerendahan, kesederhanaan, dan kerelaan berkorban.