13 August 2018
Dalam perjalanan hidup kita sebagai orang Kristen, pernahkah kita merasa rugi karena Kristus? Seberapa sering? Mulai dari saat memberikan persembahan, lalu perpuluhan, atau waktu kita yang terpakai di ibadah hari Minggu, pelayanan di akhir pekan, bangun pagi untuk Persekutuan Doa, tidur malam untuk membaca Alkitab, dan daftar ini bisa menjadi sangat panjang.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut di atas, ada satu hal ini yang harus kita tanyakan dahulu kepada kita semua: seberapa berharganya Kristus dalam hidup kita? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan bagaimana kita hidup dan apa yang menjadi prioritas kita.
Jawaban textbook mungkin akan seperti ini, “Seharusnya kita menganggap Kristus berharga dong, tetapi daging memang lemah dan seakan-akan banyak hal di dunia ini yang lebih berharga dibandingkan Kristus.” Uang sepertinya lebih berharga. Status hidup kita di hadapan keluarga dan masyarakat juga merupakan hal yang sangat penting. Mungkin pendidikan kita yang tinggi juga membuat kita menghargai keberhasilan melebihi segalanya. Singkatnya, kita tahu bahwa Kristus itu berharga, tetapi Ia hanyalah salah satu dari bagian yang berharga.
Satu tokoh di Alkitab yang mungkin kita dapat pelajari adalah Paulus. Dia merupakan orang yang sangat berkaliber tinggi. Filipi 3:4-8 menunjukkan tujuh kehebatan Paulus baik dari statusnya di masyarakat maupun keberhasilan dia dalam menjalankan hidupnya: (1) ia disunat pada hari kedelapan yang berarti dia adalah orang Israel yang menjalankan hidup sebagaimana Allah memerintahkan Abraham, nenek moyang mereka (Kej. 17), (2) ia berasal dari bangsa Israel, umat pilihan Allah, (3) ia berasal dari suku Benyamin, satu-satunya anak yang lahir di tanah perjanjian (Kej. 35), dan bersama suku Yehuda telah tetap setia kepada takhta Daud ketika bangsa Israel pecah menjadi kerajaan Utara dan Selatan, (4) ia adalah orang Ibrani asli, (5) ia adalah seorang Farisi, yang berarti dia berhasil menjaga hidupnya sesuai dengan Taurat Allah secara utuh, (6) ia seorang penganiaya jemaat, yang walaupun salah, dia telah menunjukkan suatu semangat dan kegigihannya bagi Allah, dan (7) ia tidak bercacat dalam menaati hukum Taurat. Bukan berarti dia tidak berdosa, tetapi ia menunjukkan disiplin hidup yang mengikuti hukum Tuhan secara penuh.
Kita bisa melihat betapa mengagumkannya Paulus. Tetapi ini bukan hal yang paling mengagumkan! Ketika dia memberikan seluruh hidupnya kepada Kristus, dia tidak menganggap dirinya rugi karena telah mendapatkan Kristus dan meninggalkan seluruh kehebatannya. Dia menulis, “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya” (Flp. 3:8). Di ayat selanjutnya (ay. 9) dia bahkan menyatakan bahwa semuanya itu “sampah” dibandingkan dengan Kristus.
Bagaimana dengan kita? Mungkin kita belum sampai kaliber Paulus, tetapi kita sudah menganggap diri ini rugi karena Kristus. Benarkah hal ini? Marilah kita memiliki perspektif yang benar, yaitu kita bukan menganggap diri ini rugi karena Kristus, melainkan kita seharusnya menganggap segala sesuatu rugi jika dibandingkan dengan pribadi Kristus!