salomo, hakim yang adil

Devotion from 1 Raja-raja 2:13-46
Bagian ini menggambarkan tindakan adil Salomo dalam mengokohkan kerajaannya. Dia telah mendengar nasihat dari Daud untuk bertindak menghukum Simei dan Yoab. Salomo bertindak dengan cara yang bijak dalam menghadapi mereka semua. Tetapi sepintas, kalau kita baca, orang-orang yang dihukum oleh Salomo adalah orang-orang yang berpotensi mengancam takhtanya sebagai raja. Perhatikan bahwa dia menghukum Adonia dan Yoab dengan hukuman mati secara langsung. Apakah ini sesuatu yang berkait dengan menyingkirkan musuh-musuh yang mengancam takhta? Ya, tetapi seluruh tindakan Salomo bukanlah tanpa alasan yang adil. Walaupun menghukum mati Adonia dan Yoab berarti menyingkirkan ancaman bagi takhtanya, tetapi Salomo tidak secara buta menghukum mereka. Keduanya melakukan kesalahan yang setimpal dengan hukuman mati. Mari kita lihat lebih dalam kesalahan-kesalahan orang-orang tersebut.
Kesalahan Adonia
Adonia tetap merasa bahwa dialah yang layak menjadi raja. Di dalam ayat 15 dia bahkan mengira bahwa seluruh Israel mengharapkan dia menjadi raja. Tetapi 1 Raja-raja 1:20, Batsyeba menyatakan bahwa seluruh Israel menantikan orang yang akan ditunjuk oleh Daud. Mereka melihat kepada Daud, bukan Adonia. Adonia bahkan dengan berani mengatakan bahwa kehendak Tuhan memberikan Salomo takhta kerajaan itu tidak tepat. Lalu permintaan Adonia untuk mendapatkan Abisag adalah langkah yang sangat berani. Dia meminta gundik dari Daud. Dalam budaya kuno, gundik para raja akan diberikan kepada penerus takhta raja itu. Adonia mungkin berpikir kalau Salomo terlalu lemah dan tidak dapat bertindak keras. Dia sudah diampuni dan dia justru ingin mempermainkan kemurahan Salomo dengan berpikir bahwa Salomo hanyalah seorang muda yang tidak berani. Mungkin Adonia menganggap Salomo tidak mengerti kalau dia berusaha perlahan-lahan mengambil takhta Israel dari Salomo, dimulai dengan mengambil salah satu gundik dari raja sebelumnya, yaitu Daud. Tetapi kitab ini menyatakan bahwa Salomo tahu apa yang menjadi tipu daya Adonia, dan, sesuai janjinya, yaitu kalau Adonia bertindak seperti orang fasik, maka dia akan dibunuh. Tindakan ini adalah tindakan fasik, yaitu tetap berusaha merebut takhta dari orang yang telah mengampuni dia. Bahkan Adonia memanfaatkan Batsyeba sebagai ibu Salomo untuk berbicara kepada Salomo. Perhatikan bahwa Salomo tidak melaksanakan janjinya di ayat 20. Dia tidak menepati janjinya kepada ibunya karena dia tahu bahwa melanggar janji itu mempunyai konsekuensi lebih kecil dari pada menepati janji dan membiarkan Adonia mengambil Abisag, gundik Daud. Maka Salomo memerintahkan supaya Adonia dihukum mati. Adonia tidak diberikan ampun lagi karena dia meremehkan anugerah. Dia sudah diampuni dari hukuman mati tetapi masih merasa layak mendapat kedudukan raja. Orang yang tidak sadar kalau dosanya sangat besar, diberikan pengampunan pun akan dianggap hal yang biasa.
Untuk direnungkan
Kiranya Tuhan tidak membiarkan kita di dalam kedegilan hati kita. Biarlah kita tidak mempertahankan dosa kita atau pura-pura meninggalkannya di depan manusia. Biarlah kita dapat sungguh-sungguh berubah. Sebab jika kita tidak merasa diri berdosa, tetapi hanya mengakui dosanya karena orang-orang di sekitar kita mengatakan kita berdosa, maka kita tidak akan pernah merasa adil jika hukuman menimpa kita. Kita akan menjadi orang bebal seperti Adonia yang tetap berusaha melakukan apa yang dilarang. Begitu juga jika kita hanya menjadi orang yang memahami apa itu dosa tetapi tidak memahami bahwa kehidupan kita harus dibawa sejauh-jauhnya dari dosa, maka kita akan menjadi orang yang sama bebalnya dengan Adonia. Dan juga jika kita tidak mengerti anugerah, kita menghina kesempatan yang diberikan oleh Tuhan, maka kita telah menjadi bebal sama seperti Adonia. Adonia tidak dihukum mati karena pengkhiantannya, tetapi dia justru menghina pengampunan itu dengan menganggap bahwa yang memberi ampunan adalah orang lemah yang gampang diatur. Bagaimana dengan kita? Jika kita sudah berdosa, tetapi tidak dihukum karena dosa-dosa kita, akankah kita meremehkan anugerah pengampunan itu, sama seperti Adonia meremehkan pengampunan Salomo?
Kesalahan Abyatar
Salomo memecat Abyatar dari jabatan imam. Ayat 27 mengatakan bahwa ini adalah penggenapan nubuat Tuhan mengenai keluarga Eli. Abyatar adalah keturunan Eli terakhir yang menjabat sebagai imam. Setelah Abyatar, jabatan imam jatuh ke tangan Zadok. Kesalahan Abyatar adalah karena dia tidak mengikuti Tuhan dalam menantikan raja yang berikutnya. Dia tidak menantikan waktu Tuhan sebelum memutuskan siapa yang harus mendapatkan kesetiaannya. Tetapi, walaupun sebenarnya dia layak dihukum mati karena pengkhianatan, Salomo tidak membunuh dia. Salomo mengasingkan dia di Anatot dan memecat dia dari jabatan imam.
Untuk direnungkan
Salomo memecat imam Abyatar walaupun dia telah ikut Daud sejak awalnya. Dia telah menjadi pengikut Daud sejak mula-mula. Tetapi dia harus kehilangan jabatannya karena tidak menunggu raja yang sah. Jika seorang imam yang dengan setia mengikuti Daud sekarang bersalah karena satu ketidaksetiaan ini, marilah kita juga menjadi gentar. Biarlah kita tidak membanggakan jasa atau pelayanan yang telah dilakukan pada masa yang lampau. Yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, demikian dikatakan Tuhan Yesus (Mat. 20:16). Karena itu biarlah kita berusaha mengejar hidup yang setia mengikut Tuhan. Tidak berpatokan di masa lalu, tetapi setiap hari mengejar untuk mengikut Tuhan.
Kesalahan Yoab
Meskipun Yoab termasuk dalam orang yang melakukan kesepakatan dengan Adonia, alasan Salomo menghukum dia tetaplah karena pembunuhan yang dilakukan oleh Yoab. Kematian Abner dan Amasa sekarang dituntut dari Yoab. Ketika Yoab masuk ke dalam kemah Tuhan dan tangannya memegang tanduk mesbah. Salomo sama sekali tidak memedulikan dia berada di mana. Salomo tetap memerintahkan Benaya untuk memancung Yoab. Di dalam kemah Tuhan pun Yoab tetap dibunuh karena kematian layak diterimanya.
Untuk direnungkan
Tuhan tidak lalai menghukum orang yang bersalah. Yoab terus dipercaya sebagai panglima tentara Daud, tetapi begitu tiba waktu penghukumannya, maka Tuhan membangkitkan Salomo dan memberikan kepada Yoab apa yang pantas dia dapatkan. Inilah yang perlu kita renungkan. Jangan sembarangan dengan hidup kita karena Tuhan tidak lalai menyatakan keadilan-Nya dan penghakiman-Nya. Apa yang kita lakukan hari ini, jika itu menghina Tuhan, tentu akan membuat kita dihukum oleh Tuhan. Mungkin bukan sekarang, tetapi Tuhan tidak lupa menyatakan keadilan kepada setiap orang. Janganlah berbuat dosa lagi. Biarlah kita sadar bahwa Tuhan tidak akan lupa untuk mencambuk anak-anak-Nya yang berbuat dosa. Mungkin bukan sekarang, tetapi akan datang waktunya Dia menghukum.
Kesalahan Simei
Salomo tidak membunuh Simei, tetapi memberikan larangan untuk keluar dari rumahnya di Yerusalem. Inilah cara Tuhan menghukum Simei, yaitu menjadi tahanan di rumah sendiri. Jika dia melanggar, barulah akan dihukum mati. Tetapi Simei menganggap enteng larangan itu. Dia meninggalkan tempat di mana dia ditahan untuk menemui budaknya yang lari. Akhirnya Salomo memerintahkan Benaya untuk memancung Simei. Salomo dengan bijak tidak langsung membunuh Simei. Dia melihat dulu apakah Tuhan izinkan adanya pengampunan bagi yang telah mengutuk orang yang diurapi Tuhan ini? Ternyata tidak ada pengampunan. Simei meremehkan aturan yang dibuat Salomo dan karena itu dia akhirnya tetap dibunuh.
Untuk direnungkan
Biarlah kita tidak menganggap remeh segala perintah dan larangan Tuhan. Sangat mudah untuk menganggap kalau Tuhan tidak akan mungkin menghukum. Kesabaran Tuhan kita hina dengan menganggap sepi ancaman-Nya. Semoga kita tidak bersikap seperti ini karena jika waktu Tuhan sudah cukup dan kesabaran-Nya habis, maka celakalah kita!