Kita pasti familiar dengan kisah Bartimeus, anak Timeus, si pengemis yang buta (Mrk. 10:46-52). Ketika ia mendengar Yesus orang Nazaret berjalan keluar dari Yerikho, sedangkan ia berada di pinggir jalan, maka berseru-serulah Bartimeus meminta agar Yesus, Anak Daud itu mengasihani dia. Teriakan itu terdengar sampai beberapa kali sehingga banyak orang menegornya agar diam. Namun ia tidak menghiraukannya dan malah semakin keras ia berteriak. Yesus kemudian menyuruh murid-murid-Nya untuk memanggil dia dan menanyakan apa yang diinginkannya. Bartimeus kemudian mengatakan bahwa ia ingin melihat. Seketika itu juga Tuhan Yesus menyembuhkannya karena Ia melihat iman dari Bartimeus.
Bicara tentang buta, tidak ada orang yang ingin mengalami kebutaan. Kebutaan membuat dunia begitu gelap. Sekalipun di sekitar kita banyak cahaya terang benderang atau bahkan sangat silau, orang yang mengalami kebutaan tidak akan merasakan kilauan cahaya tersebut. Kebutaan juga membuat kita tidak bisa dengan leluasa melihat di sekitar kita ada apa saja atau apa yang sedang terjadi. Akibatnya kebutaan membuat kita tidak bisa bereaksi secara cepat terhadap kejadian di sekitar kita, bahkan nyawa kita bisa terancam karenanya. Kebutaan juga membuat pergerakan kita menjadi terbatas, meskipun seluruh organ tubuh yang lain utuh. Intinya, betapapun kayanya kita, betapa pun pintarnya kita, betapapun bertalentanya kita, betapa pun cantiknya kita, dan seterusnya, apabila tanpa penerangan yang jelas dari mata kita atau alias buta, maka semua itu menjadi sangat terbatas, bahkan seakan-akan menjadi sia-sia.
Apa yang Alkitab katakan tentang buta? Apakah hanya terkait urusan fisik yang adalah kebutaan mata? Bila kita membaca sekali lagi kisah Bartimeus, maka kita akan melihat bahwa Tuhan Yesus mengaitkan kesembuhan Bartimeus dari kebutaan dengan iman Bartimeus. Apa hubungannya?
Buta berasal dari bahasa Ibrani: iver, dan Yunani: tuphlos. Kebutaan tampaknya merupakan penyakit yang cukup umum di Timur Tengah di masa Perjanjian Lama. Kebutaan merupakan salah satu penyakit atau kecacatan yang paling sering disebutkan di dalam Alkitab. Namun, perhatian yang paling ditekankan Yesus tentang kebutaan bukanlah di buta itu sendiri yang secara fisik, melainkan kebutaan rohani. Pencelikan kebutaan Bartimeus adalah simbol bahwa Bartimeus tidak lagi mengalami kebutaan rohani karena imannya kepada Yesus Kristus, Sang Anak Daud.
Di dalam Alkitab khususnya dalam Kitab Injil kita melihat ada beberapa orang yang dicelikkan matanya oleh Yesus. Sebenarnya penekanan Tuhan Yesus bukanlah di penyembuhan secara fisik, melainkan rohani. Kebutaan secara rohani disimbolkan dengan kebutaan secara fisik. Tidak ada gunanya mata yang bisa melihat dengan jelas namun sesungguhnya mata rohani tetap buta. Kebutaan rohani membawa kepada kesesatan hidup. Betapa malangnya hidup manusia bila mata jasmaninya sangat indah dan jelas bisa melihat keadaan di sekitar, namun mata rohaninya gelap gulita karena buta. Kebutaan rohani ini membuat manusia tidak mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar berdasarkan kebenaran firman Tuhan. Sama seperti orang buta yang berjalan dengan meraba-raba, tidak tahu arah ke mana dia berjalan. Terus meraba-raba serta menebak apa yang dirabanya. Begitulah gambaran kebutaan rohani manusia. Manusia menjadi tersesat di dalam hidupnya. Ia menyangka bahwa jalan yang dilewatinya itu menuju hidup tetapi sesungguhnya ujungnya menuju maut (Ams. 14:12). Salah satu contoh tokoh di dalam Alkitab yang mengalami kebutaan sebagai simbol akan keberdosaan adalah Saulus (Kis. 9). Paulus dibuat buta oleh Allah untuk menyadarkan dirinya bahwa ia buta akan kehadiran Allah yang sejati melalui Yesus Kristus. Secara keagamaan, Paulus adalah pemeluk agama Yahudi yang sangat saleh, namun ia salah dalam mengikuti Allah. Ia tidak percaya Allah melalui Yesus Kristus. Atas belas kasihan-Nya, Allah mempertobatkan Saulus. Saulus kemudian bertobat (Yun. metanoia, artinya berbalik arah), mata rohaninya dicelikkan, dan ia percaya kepada Yesus Kristus yang tadinya ia benci, sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Tindakannya membunuh setiap orang Kristen merupakan akibat kebutaan rohaninya. Namun setelah ia dicelikkan, kehidupan Paulus menjadi terbalik 180 derajat. Kini ia yang dikejar-kejar untuk dibunuh karena pelayanannya memberitakan Injil Kristus. Mengapa bisa demikian? Karena orang yang rohaninya telah dicelikkan akan melihat dengan benar dan tahu bagaimana mengisi hidup yang sementara ini dengan kekekalan, serta tahu apa yang harus ia perjuangkan di dalam Kristus. Bagaimana dengan hidup kita? Bagaimana dengan mata rohani kita? Masihkah kita buta? Kiranya Tuhan berbelaskasihan kepada kita.