Bacaan: Matius 27:3-5
Yudas orang berdosa. Setuju? Setuju! Bisa dikatakan reputasi Yudas di mata kita sangat tidak baik. Waktu kita mendengar nama “Yudas”, maka selanjutnya yang muncul di kepala kita adalah “pengkhianat”, “pembunuh”, “orang jahat”, dan lain-lain yang terkesan negatif. Yudas memang berdosa, dan orang berdosa yang tidak sampai kepada pertobatan akan mati karena dosanya. Inilah yang dialami Yudas. Kita mungkin sering mendengar atau membaca bahwa Yudas menyesal tetapi ia tidak bertobat, padahal di Alkitab kita melihat Yudas di hadapan para imam menyatakan “pertobatannya” dengan mengembalikan 30 keping perak, dan ia sungguh-sungguh dengan mulutnya sendiri mengaku dosanya yang telah menjual Dia yang tidak berdosa. Namun, mengapa Yudas akhirnya memilih menggantung dirinya sendiri?
Akhir hidup Yudas tentu saja tidak lepas dari campur tangan Allah. Namun bukan berarti menghilangkan tanggung jawab Yudas sebagai seorang manusia. Jadi, kematian Yudas hanya berurusan dengan dirinya sendiri dan Allah? Hmm… belum tentu. Kita sering kali merasa hidup kita hanya berurusan dengan diri kita, tidak ada hubungannya dengan hidup orang lain. Pikiran ini juga yang sangat mungkin makin mendorong Yudas yang berdosa akhirnya memilih mengakhiri hidupnya sendiri.
Betapa cerobohnya jawaban para imam terhadap pengakuan dosa Yudas. Yudas mengatakan, “Aku telah berdosa,” dan para imam dan tua-tua menjawab, “Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!” Para imam dan tua-tua masakan tidak melihat diri mereka juga turut berbagian dalam dosa yang diperbuat Yudas? Tetapi, begitulah dosa. Kalau kita jadi Yudas, yang di tengah penyesalan mendapatkan respons seperti itu dari komplotannya sendiri (alias para imam dan tua-tua), belum lagi kalau ia teringat perkataan Yesus, “...Celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” Tidak heran ia sungguh tidak berdaya di dalam dosanya. Rasa bersalahnya tidak dapat membawanya kepada keselamatan, melainkan tenggelam dalam kematian. Ah, andaikan saja Yudas mengaku dosanya langsung di hadapan Kristus…
Berkaca kepada hidup ini, mungkin hidup kita sering dilewati oleh para “Yudas”, tetapi kita sendiri tidak menyadarinya. Si “Yudas” datang ke dalam hidup kita, menceritakan ketidakberdayaannya, keberdosaan yang disesalinya. Apakah yang kita lakukan terhadapnya? Apakah yang kita ucapkan kepadanya? Apakah kita merasa sama tidak berdayanya? Ketika si “Yudas” yang tidak berdaya itu datang kepada kita, harapan keselamatankah yang ia peroleh? Atau kita malah menjadi “pembunuh” orang berdosa? Maka, mari kita memohon belas kasihan dan hikmat dari Tuhan, agar jangan sampai kita membawa diri kita sendiri dan orang lain mati bersama Yudas. Kiranya Tuhan memakai kita sebagai agen keselamatan-Nya di dunia ini.
Yudas orang berdosa. Setuju? Setuju! Bisa dikatakan reputasi Yudas di mata kita sangat tidak baik. Waktu kita mendengar nama “Yudas”, maka selanjutnya yang muncul di kepala kita adalah “pengkhianat”, “pembunuh”, “orang jahat”, dan lain-lain yang terkesan negatif. Yudas memang berdosa, dan orang berdosa yang tidak sampai kepada pertobatan akan mati karena dosanya. Inilah yang dialami Yudas. Kita mungkin sering mendengar atau membaca bahwa Yudas menyesal tetapi ia tidak bertobat, padahal di Alkitab kita melihat Yudas di hadapan para imam menyatakan “pertobatannya” dengan mengembalikan 30 keping perak, dan ia sungguh-sungguh dengan mulutnya sendiri mengaku dosanya yang telah menjual Dia yang tidak berdosa. Namun, mengapa Yudas akhirnya memilih menggantung dirinya sendiri?
Akhir hidup Yudas tentu saja tidak lepas dari campur tangan Allah. Namun bukan berarti menghilangkan tanggung jawab Yudas sebagai seorang manusia. Jadi, kematian Yudas hanya berurusan dengan dirinya sendiri dan Allah? Hmm… belum tentu. Kita sering kali merasa hidup kita hanya berurusan dengan diri kita, tidak ada hubungannya dengan hidup orang lain. Pikiran ini juga yang sangat mungkin makin mendorong Yudas yang berdosa akhirnya memilih mengakhiri hidupnya sendiri.
Betapa cerobohnya jawaban para imam terhadap pengakuan dosa Yudas. Yudas mengatakan, “Aku telah berdosa,” dan para imam dan tua-tua menjawab, “Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!” Para imam dan tua-tua masakan tidak melihat diri mereka juga turut berbagian dalam dosa yang diperbuat Yudas? Tetapi, begitulah dosa. Kalau kita jadi Yudas, yang di tengah penyesalan mendapatkan respons seperti itu dari komplotannya sendiri (alias para imam dan tua-tua), belum lagi kalau ia teringat perkataan Yesus, “...Celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” Tidak heran ia sungguh tidak berdaya di dalam dosanya. Rasa bersalahnya tidak dapat membawanya kepada keselamatan, melainkan tenggelam dalam kematian. Ah, andaikan saja Yudas mengaku dosanya langsung di hadapan Kristus…
Berkaca kepada hidup ini, mungkin hidup kita sering dilewati oleh para “Yudas”, tetapi kita sendiri tidak menyadarinya. Si “Yudas” datang ke dalam hidup kita, menceritakan ketidakberdayaannya, keberdosaan yang disesalinya. Apakah yang kita lakukan terhadapnya? Apakah yang kita ucapkan kepadanya? Apakah kita merasa sama tidak berdayanya? Ketika si “Yudas” yang tidak berdaya itu datang kepada kita, harapan keselamatankah yang ia peroleh? Atau kita malah menjadi “pembunuh” orang berdosa? Maka, mari kita memohon belas kasihan dan hikmat dari Tuhan, agar jangan sampai kita membawa diri kita sendiri dan orang lain mati bersama Yudas. Kiranya Tuhan memakai kita sebagai agen keselamatan-Nya di dunia ini.