Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
Matius 8:20
Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.
Lukas 9:23
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Yohanes 3:16
Tuhan Yesus dilahirkan tanpa membawa satu pun hak milik-Nya ke dalam dunia. Sang Mesias yang dijanjikan membawa kemenangan tidak lahir dalam kemegahan dan pesta, juga tak berbalutkan kain yang indah. Seluruh hak enggan dipertahankan-Nya.
Spirit seperti ini bukanlah spirit yang diajarkan oleh dunia kepada kita. Zaman modern – walau “secara teori” mendahulukan kewajiban – bahkan mendahulukan hak dibandingkan kewajiban, dan menganggap bodoh mentalitas yang demikian. Kewajiban dibiarkan terbengkalai selama hak masih terjaga. Selama orang tua masih dapat membiayakan, untuk apa bekerja berat? Selama kenyamanan belum terusik tidaklah perlu memperhatikan apalagi memperbaiki lingkungan sekitar.
Selama Kristus masih di surga, apakah kita juga tetap acuh tak acuh dengan tanggung jawab untuk menaati-Nya? Dalam ketaatan-Nya Kristus telah menjadi figur sempurna. Berulang kali dalam Injil Kristus menekankan para pengikut-Nya untuk memikul salib mereka. Apakah kita termasuk salah satu dari murid-murid Kristus yang berani memutuskan hidup memikul salib?
Mari kita mengambil waktu untuk mengingat dan merenung sekali lagi, bagaimana Yesus Kristus memikul salib menggantikan dosa kita. Menanggung salib yang seharusnya kita tanggung sendiri, dengan secara total mengabaikan hak-Nya. Allah Anak, sang Pencipta, yang selayaknya dimuliakan, namun rela turun dan merendahkan diri-Nya di hadapan ciptaan.
Menebus dan menyelamatkan bukanlah tanggung jawab Tuhan, seharusnya kita bertanggung jawab sendiri atas kebodohan dan pilihan kita memberontak terhadap-Nya. Namun Allah mengerti bagaimana kebobrokan kita yang tidak memungkinkan diri kita mempertanggungjawabkannya. Bayangkan jika Kristus lebih memilih untuk tidak bersusah payah memperjuangkan keselamatan kita; hubungan kita dengan Allah akan terputus selama-lamanya dan maut adalah jaminan akhir. Namun kasih dan anugerah-Nya yang begitu besar membuka jalan rekonsiliasi dengan Allah sekali lagi hanya di dalam Yesus Kristus. Jadi apakah kita sudah meneladani Kristus dengan memprioritaskan kewajiban kita kepada Tuhan dan lingkungan sekitar kita?