Devotion from Zakharia 7:1-14
Setelah menuliskan tentang berbagai-bagai penglihatan yang dialami
Zakharia, di mana sejarah Israel dari pembuangan hingga kedatangan
Kristus kedua kali nanti semua dirangkum di dalam penglihatan yang
begitu penuh simbol, kitab ini melanjutkan pembahasannya dengan
menuliskan kisah kehidupan orang-orang yang kembali dari pembuangan.
Ayat 2 dan 3 menulis bahwa ada orang-orang yang diutus oleh orang Betel
agar mereka boleh tidak usah berpuasa lagi. Dahulu mereka berpuasa agar
mereka boleh kembali ke tanah Israel. Sekarang mereka bertanya apakah
puasa masih harus dilanjutkan. Bukankah Tuhan sudah mengembalikan orang
Israel ke tanah mereka? Pertanyaan ini menunjukkan betapa dinginnya hati
orang-orang itu di dalam berpuasa. Mereka berpuasa karena
diperintahkan, bukan karena kerinduan hati terhadap tanah Israel. Mereka
bukan orang yang memiliki kerinduan yang besar agar Israel boleh
kembali pulih. Mereka hanyalah orang-orang yang mau melihat hidup mereka
diberkati oleh Tuhan dengan lebih lagi. Itulah sebabnya Tuhan mengutus
Zakharia untuk berfirman kepada mereka. Firman Tuhan melalui Zakharia
sangat keras. Tuhan mengingatkan orang-orang itu bahwa mereka tidak
pernah sungguh-sungguh berpuasa demi Tuhan. Mereka tidak pernah
sungguh-sungguh mengerjakan segala sesuatu karena dorongan dari hati
yang ingin melakukan demikian. Ayat 5 menjadi seruan dari Tuhan bagi
Israel. Jika orang Israel berpuasa dan menangis, apakah mereka lakukan
itu demi Tuhan? Ayat 5 dan 6 mengatakan bahwa segala hal yang dilakukan
oleh orang Israel ditentukan oleh untung ruginya mereka sendiri. Mereka
melakukan segala sesuatu demi diri mereka sendiri. Tidak ada kerelaan
berkorban untuk Tuhan. Tidak ada kerelaan untuk melakukan segala sesuatu
dengan didorong oleh motivasi yang sejati untuk Tuhan.
Lalu apakah yang harus dilakukan orang Israel agar Tuhan kembali
memperkenan mereka? Tuhan menjawab bahwa mereka harus memperhatikan
orang-orang sengsara, orang miskin, janda, anak-anak yatim, memastikan
keadilan dan tidak mengambil hak orang lain. Tuhan menghukum Israel
karena mereka menyembah berhala dan mengabaikan Allah yang telah
menyelamatkan mereka. Tetapi kerusakan relasi dengan Allah akan segera
berakibat kepada rusaknya relasi dengan sesama. Di mana tidak ada relasi
dengan Allah, maka relasi dengan sesama akan menjadi begitu rusak dan
kacau sehingga bangsa-bangsa hidup dengan cara yang keras, kejam, dan
saling memanfaatkan. Dosa tidak hanya memengaruhi relasi kita dengan
Tuhan saja, tetapi juga akan membutakan kita ketika kita memandang
pernikahan, pergaulan, relasi antar masyarakat, dan lain-lain. Maka,
setelah kerusakan relasi dengan Allah, orang Israel mulai bertindak
dengan kejam satu sama lain, tidak memperhatikan satu sama lain, dan
bahkan akhirnya memenuhi tanah perjanjian dengan darah umat Tuhan
sendiri akibat adanya saling membunuh satu sama lain.
Dosa Israel pun menjadi makin besar karena Tuhan telah berkali-kali
berseru untuk mereka dapat sungguh-sungguh bertobat, namun mereka
mengabaikan-Nya. Itulah sebabnya Tuhan tidak mau mendengar seruan mereka
karena waktu Tuhan sendiri berseru, mereka mengabaikan Dia. Segala
kerusakan yang terjadi dahulu ini tidak boleh diulangi oleh Israel yang
kembali dari pembuangan. Tuhan menghendaki mereka mulai belajar belas
kasihan, tolong menolong, mengasihi mereka yang kurang dan yang miskin,
dan memastikan keadilan dan kebenaran menjadi cara hidup seluruh orang
Israel. Jika ini mereka jalankan, Tuhan tidak akan mungkin membuang
mereka.
Untuk direnungkan:
Salah satu kesalahan orang-orang Kristen yang sering terjadi adalah
kita cenderung memisahkan antara kehidupan rohani kita dengan kehidupan
sosial kita. Kehidupan rohani seperti ibadah, sakramen, doa, saat teduh,
bersekutu, dan berkumpul bersama saudara seiman adalah rohani,
sedangkan problem-problem sosial seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan
segala bentuk kerusakan dalam dunia politik dan ekonomi itu urusan
dunia. Karena kita orang rohani, maka kita tidak menyentuh urusan
duniawi. Tetapi inilah kerusakan rohani yang sangat timpang. Tuhan
adalah Raja yang menyatakan kekuasaan-Nya kepada seluruh bangsa. Dia
tidak hanya berkuasa di gereja. Dia bertakhta atas seluruh
bangsa-bangsa. Tidakkah pekerjaan Tuhan mengeraskan hati firaun atau
melunakkan hati Koresh, raja-raja agung dari dunia ini, telah
menunjukkan bahwa Dia berkuasa atas seluruh dunia? Mengapa justru orang
Kristen sendiri yang tidak percaya itu? Kita begitu nyaman di dalam
kelompok kecil kita dan merasa penuh sukacita dengan komunitas gereja
kita yang bersih dan aman dari kecemaran ketimpangan sosial dan
problem-problem lainnya. Kita lupa bahwa Tuhan memanggil Israel di
Perjanjian Lama sebagai bangsa, untuk menunjukkan kepada kita sekarang
bagaimana harus hidup berbangsa dan bernegara. Keadilan sosial,
kemiskinan, ketimpangan yang terjadi dalam ekonomi masyarakat, semua ini
menjadi makin parah karena sangat kurang orang Kristen yang
sungguh-sungguh mengenal kebenaran Tuhan mau terjun. Tuhan membuang
Israel karena dua hal ini, yaitu kegagalan setia menyembah hanya Allah
(aspek rohani), dan kegagalan menciptakan masyarakat yang adil dan benar
(aspek sosial).
Lalu apa yang harus kita lakukan? Hal pertama yang paling penting
adalah sudahkah kita memasukkan kepekaan sosial kita sebagai bagian
pengukuran kehidupan rohani kita? Biasanya kita mengukur kedewasaan
rohani kita dengan rutinitas saat teduh, doa, dan lain-lain. Kita jarang
memasukkan kepekaan sosial ke dalamnya. Berapa besar hatimu terganggu
karena banyak orang diperlakukan tidak adil? Berapa besar hatimu
terganggu karena kemiskinan yang merajalela? Hati yang terganggu
merupakan bentuk kepekaan awal yang menunjukkan bahwa kita masih
memiliki sedikit sisa sifat-sifat ilahi di dalam diri kita. Allah kita
adalah Allah yang memperhatikan kaum tertindas. Lalu hal kedua, setelah
kepekaan itu kita miliki barulah kita dapat bertindak dengan tulus.
Orang yang menolong orang miskin, atau memperjuangkan keadilan tanpa
perasaan hati yang terganggu oleh kondisi sosial yang rusak hanya akan
menolong dan berjuang untuk mendapatkan nama. Dia tetap mempunyai
motivasi yang tidak tulus dan dia tetap dibenci oleh Tuhan karena
tindakan munafik yang dia kerjakan. Tetapi siapa yang menolong karena
hatinya digerakkan oleh belas kasihan yang tulus, dan siapa yang
berjuang karena dirinya terus terganggu dengan ketidakadilan dan
ketidakbenaran yang terjadi, dia akan berjuang dengan tulus. Biarlah
sifat-sifat Allah kita yang adalah kasih, suci, adil, benar, dan bijak
boleh berada di dalam diri kita sehingga kita sungguh-sungguh
mencerminkan sifat Allah di dalam dunia ini.
Ketika seluruh kerinduan kita agar Allah dipermuliakan masuk ke dalam
aspek ibadah dalam hidup kita, maka baik berpuasa, meratap, ataupun
berdoa akan menjadi salah satu ibadah yang kita panjatkan dengan
ketulusan dan kesungguhan hati. Dan ketika kerinduan kita agar Allah
dipermuliakan masuk ke dalam aspek sosial dalam hidup kita, maka gerakan
hati yang marah karena ketidakadilan, perasaan murah hati dan belas
kasihan bagi mereka yang tertindas, dan semangat berjuang untuk
menyatakan kebenaran akan menjadi bagian hidup yang sangat menonjol di
dalam kehidupan kita di tengah-tengah masyarakat. Jadi, bagaimana?
Apakah engkau orang yang rohani? Sudahkah tergerak melihat kondisi
masyarakatmu? Biarlah ibadah kita dengan seimbang kita terapkan di dalam
kehidupan sosial kita (Yak. 1:27).
Doa:
Tuhan, berikan kami hati yang dapat merasakan sakit hati-Mu. Sama
seperti Tuhan sakit hati melihat orang miskin dan janda-janda miskin
diabaikan, demikian kami mau merasakan sakit hati yang sama agar kami
tergerak melakukan sesuatu bagi mereka yang tertindas. Sama seperti
Engkau menyala di dalam amarah-Mu ketika terjadi ketidakadilan, demikian
kami mau memiliki amarah yang sama sehingga kami berjuang dan bersuara
memerangi ketidakadilan yang terjadi.
- Home
- No Label
- ibadah yang sejati