Devotion from Kisah Rasul 7:1-41
Hari ini kita membaca bagian pertama dari pembelaan Stefanus. Perhatikan bahwa di dalam pembelaan ini Stefanus sama sekali tidak berusaha membuktikan bahwa dia bersih dari tuduhan menghujat Allah melalui menghina Musa. Sebaliknya, kesempatan membela diri ini dipakai Stefanus bukan untuk membela dirinya sendiri, tetapi untuk berkhotbah kepada Israel melalui berkhotbah kepada para pemimpin dan orang banyak yang hadir. Stefanus justru menunjukkan bahwa orang Israellah yang telah menghujat Allah melalui menghina Musa.
Stefanus memulai khotbahnya yang luar biasa ini dengan menyisir sejarah Israel melalui para bapa leluhur Israel, yaitu Abraham, Ishak, dan Yakub. Perhatikan tema-tema yang disinggung oleh Stefanus. Mulai pada ayat ke-5 Stefanus berkata bahwa Tanah Perjanjian itu akan diberikan bukan kepada Abraham, tetapi kepada keturunannya, yaitu Israel. Tetapi keturunan Abraham, yaitu keluarga Yakub, malah tinggal di Mesir sebagai pendatang. Lebih parah lagi karena setelah itu mereka malah menjadi budak di tanah Mesir. Tetapi janji Tuhan tidak mungkin batal. Musa dibangkitkan oleh Tuhan menjadi penyelamat agar mereka dapat mewarisi janji yang Tuhan berikan kepada Abraham (ay. 20, 25, 35). Kemampuan Stefanus untuk menelusuri setiap bagian dari sejarah pemanggilan Israel membuktikan bahwa dia adalah seorang yang sangat terpelajar dalam hal Kitab Suci. Di dalam ayat 25, 38, dan 39 Stefanus membeberkan apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Israel. Mereka menolak Musa. Mereka menghujat Allah karena menolak orang yang telah Dia tetapkan menjadi penyelamat mereka. Dalam ayat 25 dikatakan bahwa mereka tidak mengerti bahwa Musa adalah orang yang dipilih Allah untuk menyelamatkan mereka. Mereka menolak Musa sehingga Musa harus tinggal di negeri yang asing baginya. Demikian juga di ayat 38 dan 39. Di padang gurun kembali orang Israel menolak Musa. Mereka melakukan kehinaan yang sangat menjijikkan dengan menyembah patung anak lembu emas buatan Harun. Musa ditolak, berhala disembah, bagaimana mungkin ini tidak disebut sebagai tindakan yang menghujat Allah?
Jadi dari khotbahnya ini Stefanus menjelaskan sifat memberontak yang dilakukan Israel, yaitu mereka tidak memiliki kepekaan untuk mendengarkan suara Tuhan ataupun memahami rencana-Nya. Orang pilihan-Nya ditolak, padahal orang pilihan itu Tuhan panggil untuk menyelamatkan mereka. Musa ditolak karena kejahatan hati nenek moyang Israel di Mesir dan di padang gurun. Tetapi menolak orang pilihan Tuhan akhirnya berujung kepada dua hal. Yang pertama adalah penyembahan berhala. Karena mereka menolak Musa dan tidak mengerti apa yang Allah sedang kerjakan melalui dia, maka mereka minta Harun membuat anak lembu emas sebagai Allah yang mereka ingin sembah. Mereka gagal mengenal Allah dan menyamakan Dia dengan lembu! Kerusakan mereka ini harus dibayar dengan gagalnya mereka masuk ke Tanah Perjanjian (Kel. 32:34). Tanah yang telah dijanjikan kepada Abraham belum juga bisa menjadi milik keturunan Abraham karena pemberontakan yang mereka lakukan terus menerus kepada Allah (Bil. 14:26-31). Ini tentu sudah diketahui oleh orang-orang Yahudi yang mendengar Stefanus. Tetapi apa yang mau ditekankan Stefanus bukan sekadar memberikan pelajaran sejarah bapa-bapa leluhur Israel hingga zaman Musa, melainkan letak kegagalan umat Tuhan di dalam zaman Musa. Stefanus ingin menekankan bahwa kegagalan menyembah Allah dan kegagalan untuk menerima janji Allah ini terjadi karena mereka menolak firman Tuhan melalui Musa. Tolak Musa, maka Israel tersesat dan terhilang.
Jikalau nenek moyang Israel di padang gurun ternyata terus menolak Musa, maka bagaimana dengan Israel pada zaman Stefanus ini? Apakah mereka berbeda? Apakah mereka menolak Musa? Tentu mereka akan berkata bahwa mereka sangat setia kepada Musa. Orang-orang Libertini, yaitu orang-orang yang menyebarkan fitnah kepada orang banyak tentang Stefanus, adalah orang-orang yang sangat setia kepada Musa. Walaupun mereka hidup di luar tanah Israel, tetapi mereka memiliki sinagoge-sinagoge yang mereka bangun untuk tempat mereka beribadah di Yudea. Mereka sangat menghargai tradisi yang diwariskan oleh Musa. Tetapi Stefanus mengingatkan bahwa salah satu tradisi yang seharusnya mereka ketahui ada di ayat 37, yaitu bahwa Musa bukanlah nabi terakhir. Kesetiaan kepada Musa tidak bisa dijadikan ukuran lagi karena mereka tidak hidup di zaman yang sama dengan Musa. Tetapi yang menjadi ukuran adalah bagaimana mereka bersikap kepada Nabi yang Tuhan bangkitkan di zaman mereka sendiri? Apakah mereka setia mendengar firman Tuhan melalui Nabi itu? Inilah sindiran pedas Stefanus yang akan berbuah memuncaknya kebencian orang banyak dan berakibat kematian Stefanus. Tetapi yang Stefanus tekankan sangat tepat. Apakah mereka setia kepada nabi yang Tuhan bangkitkan pada zaman mereka? Apakah mereka setia kepada Sang Nabi yang menggenapi janji Allah, yaitu Yesus Kristus? Penolakan kepada Sang Nabi ini akan membuat mereka sama buruknya dengan nenek moyang mereka. Penolakan ini akan berujung pada penyembahan kepada Allah dengan cara yang salah dan penolakan ini juga akan membuat mereka tidak mungkin bisa berbagian di dalam janji Allah. Mengapa tidak mungkin? Karena mereka tidak mau berbagian di dalam Kristus, yang sudah ditunjuk oleh Allah untuk menjadi Juruselamat mereka.
Untuk direnungkan:
Sering kali kita melihat dengan perasaan hormat orang-orang besar yang sudah Tuhan bangkitkan pada zaman dahulu. Tetapi penghormatan kepada orang-orang besar itu, jika itu tidak disebabkan oleh rasa hormat kita kepada Allah yang memanggil mereka, akan membuat kita menjadi pemuja tradisi, tetapi bukan pemuja Allah. Demikian juga kita sering kali gagal melihat siapa yang Tuhan sedang bangkitkan saat ini untuk menyatakan firman-Nya. Kita gagal berespons dengan benar ketika Tuhan sedang mengajar kita melalui orang yang Tuhan bangkitkan pada zaman ini. Kiranya dengan rendah hati kita memohon kepekaan kepada Allah untuk memberikan kita hati yang peka untuk mendengar suara Tuhan dan hati yang penuh perasaan kagum melihat kepada Allah yang sedang memanggil kita dan menyatakan diri-Nya kepada kita melalui pelayanan para hamba-Nya.
Doa:
Ya Tuhan, berikanlah kami hati yang dengan jujur dan akurat mau menilai diri dengan seketat mungkin. Ajarkan kami untuk cepat melihat kekurangan-kekurangan kami di dalam menaati-Mu. Ajarkan kami untuk memiliki hati yang sungguh-sungguh mau mengenal Tuhan dan peka di dalam melihat kemuliaan Tuhan dan kehendak Tuhan. Kiranya Tuhan rela memberkati kami dengan hati sedemikian, sehingga kesombongan dan kekerasan hati orang-orang Yahudi yang penuh pembenaran diri tidak terulang pada kami. Mohon anugerah-Mu, ya Tuhan, karena kami tahu kami sama lemahnya dengan orang-orang Yahudi di dalam bacaan kami hari ini. Di dalam nama Tuhan Yesus. Amin.