Dalam memperingati 500 tahun Reformasi gereja yang dimulai oleh Martin Luther, kita akan membahas salah satu seruan yang dikumandangkan oleh para reformator yaitu sola scriptura. Sola scriptura berarti “hanya Kitab Suci” yaitu “Alkitab”. Hal ini berarti sebagai orang Kristen, Alkitablah yang menjadi standar, prinsip, dan otoritas tertinggi satu-satunya atas hidup kita.
Kenyataan yang terjadi adalah zaman post-modern telah mengajarkan kepada kita bahwa yang namanya standar, prinsip, dan otoritas hidup bukanlah ditentukan oleh Alkitab, melainkan oleh diri kita sendiri. Lalu kita mulai terpengaruh untuk menetapkan standar dan prinsip hidup berdasarkan pengalaman, filsafat, serta cara pandang dunia yang diterima melalui film yang kita tonton ataupun musik yang kita dengar atau pelajaran perkuliahan atau bahkan melalui mimpi. Intinya adalah “apa yang gua mau atau inginkan, rasakan, pikirkan itulah yang bener”. Dengan demikian, tidak mengherankan jika saat ini kita melihat banyak orang Kristen yang hidupnya jauh dari standar Alkitab. Bahkan beberapa gereja di dalam menjalankan ibadahnya, telah jauh dari prinsip-prinsip yang Alkitab berikan.
Pertanyaan kita sekarang, mengapa harus Alkitab yang menjadi standar, prinsip dan otoritas atas hidup kita? Mengapa bukan hal-hal yang lain seperti pengalaman, rasio, filsafat, mimpi, dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa jawaban yang dapat diberikan. Mengapa harus Alkitab dan bukan yang lain:
Pertama, Alkitab adalah firman Allah. Firman Allah yang Allah berikan kepada kita secara tertulis. Melalui Alkitablah kita belajar mengenal Allah. Allah yang Kudus, Mahakasih, Mahabijak di mana kebijaksanaan-Nya tidak dapat diselami oleh pikiran kita. Allah yang memelihara hidup kita, mencukupkan segala kebutuhan yang kita perlukan, dan sebagainya.
Kedua, melalui Alkitab kita juga belajar mengenal siapa diri kita yang sebenarnya. Manusia yang diciptakan sebagai gambar rupa Allah, merupakan mahkota ciptaan dari semua ciptaan yang ada. Tetapi dengan jatuhnya manusia ke dalam dosa, gambar rupa Allah yang ada dalam diri manusia rusak secara total di dalam segala aspek. Akibatnya apa yang diperbuat oleh manusia tidak ada satu pun yang baik di mata Tuhan. Hidup manusia menjadi tidak berpengharapan, karena manusia hidup dikuasai oleh dosa.
Ketiga, Alkitab memberi tahu kepada kita bahwa ada pengharapan di dalam hidup kita. Pengharapan yang diberikan melalui Kristus yang rela turun ke dalam dunia serta menjalankan karya penebusan dengan mengorbankan diri-Nya mati di atas kayu salib. Dengan demikian hidup manusia tidak lagi dikuasai oleh dosa.
Keempat, Alkitab tidak mengandung kesalahan. Baik di dalam hal pengajaran, keselamatan, moral, sejarah, budaya, dan segala aspek yang ada. Selain itu Alkitab juga memberitahukan kepada kita apa yang menjadi kehendak Allah bagi manusia di sepanjang sejarah.
Kelima, melalui Alkitab Allah mengajar kita untuk menjadi manusia yang utuh di hadapan-Nya. Seperti yang Paulus katakan dalam suratnya kepada Timotius: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim. 3:16).
Inilah beberapa jawaban singkat mengapa kita perlu kembali kepada Alkitab yang menjadi standar, prinsip, serta otoritas atas hidup kita. Marilah kita kembali kepada kebenaran Alkitab, sehingga kita boleh menyatakan diri kita sebagai orang Kristen yang membawa perubahan di tengah-tengah zaman yang tidak berpengharapan ini. Kiranya semangat Reformasi boleh terus membakar diri kita, boleh terus mengumandangkan bahwa hanya Alkitablah satu-satu standar dan prinsip di dalam hidup kita sebagai orang Kristen. Dengan demikian, kita sedang menyaksikan Allah Alkitablah Allah kita dan kita umat-Nya.