artikel: arti kata baptis

21 maret 2018

Baptisan, selam atau percik? Pertanyaan ini bukanlah sebuah pertanyaan yang baru. Bagi orang penganut baptisan selam, membaptis dengan cara diselam adalah cara yang benar. Salah satu argumennya adalah karena kata “baptis” itu sendiri berarti diselam atau ditenggelamkan. Sehingga bagi mereka, orang yang dibaptis percik dianggap kurang sah dan perlu dibaptis kembali. Tapi benarkah kata baptis hanya berarti diselam atau ditenggelamkan? Apa artinya kata “baptis” sebenarnya?

Robert G. Rayburn, ketika membahas mengenai baptisan, mengajak kita untuk melihat bahwa kata “baptis” tidak selalu diartikan dengan “menenggelamkan, diselam, atau tenggelam”.1 Akan sulit untuk membayangkan jika kata “baptis” hanya dipahami semata-mata dalam arti menenggelamkan, atau diselamkan. Kita akan melihat beberapa contoh bagian Alkitab mengenai hal ini.

Pertama, dari Markus 7 menceritakan adanya serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat yang datang menemui Yesus. Mereka mempersoalkan beberapa orang murid Yesus yang makan dengan tangan yang tidak dibasuh. Menurut kebiasaan saat itu, orang-orang Farisi tidak akan makan sebelum membasuh tangannya terlebih dahulu. Jika mereka pulang dari pasar, mereka tidak akan makan jika belum “membaptis” dirinya (dalam bahasa Yunani menggunakan kata membaptis, dan LAI menerjemahkannya dengan kata membersihkan dirinya). Dalam hal ini, tentu saja kita tidak akan berpikir bahwa mereka menenggelamkan dirinya setiap kali mereka pulang dari pasar.

Kedua, dalam Lukas 11:37-38, kita membaca bahwa seorang Farisi mengundang Yesus untuk makan di rumahnya. Ketika Yesus masuk dan duduk makan, orang Farisi melihat dengan heran. Mereka bertanya-tanya, kenapa Yesus tidak “membaptis” (LAI: mencuci tangan-Nya) sebelum makan? Dalam hal ini, kita tidak akan berpikir bahwa Yesus harus menenggelamkan diri-Nya terlebih dahulu sebelum Ia makan.

Ketiga, di dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus (1Kor. 10:1-2), Paulus menuliskan bahwa nenek moyang Israel dulunya telah “dibaptis” dalam awan dan dalam laut untuk menjadi pengikut Musa. Kita tentu tidak akan berpikir bahwa nenek moyang bangsa Israel telah ditenggelamkan ketika mereka melewati laut Teberau. Jika kita hanya berpegang pada arti dari kata tersebut, maka kita tentu akan bertanya-tanya, bagaimana caranya bangsa Israel berhasil sampai ke seberang laut Teberau. Selain itu Alkitab mencatat bahwa bangsa Mesirlah yang tenggelam dan orang Israel berjalan di tempat kering. Paling-paling mereka hanya terkena percikan air dari air yang berada di sebelah kiri dan kanan mereka yang seperti tembok.

Contoh terakhir, kita lihat pada Matius 26:23. Yesus mengatakan bahwa orang yang “membaptis” (LAI: mencelupkan) tangannya ke dalam pinggan bersama-sama dengan-Nya adalah orang yang akan menyerahkan Dia. Tentu kita tidak akan berpikir bahwa Yudas kemudian menenggelamkan seluruh tangannya ke dalam pinggan.

Dari beberapa contoh di atas dapat kita simpulkan bahwa kata baptis tidak hanya berarti menenggelamkan atau diselamkan, tetapi kata tersebut juga dapat memiliki arti lain. Jadi, mari kita belajar untuk tidak hanya memaksakan pada satu arti dalam satu peristiwa dan mengabaikan arti yang lain dalam peristiwa yang berbeda. Mari kita belajar kembali kepada apa yang Alkitab katakan, sehingga kita boleh semakin hari semakin mempunyai pengertian yang benar di dalam mengerti firman Tuhan.