Devotion from Kisah Rasul 27:1-13
Paulus segera dibawa ke Roma bersama dengan para tahanan lain. Mereka dijaga oleh pasukan Romawi, dipimpin oleh seorang bernama Yulius, seorang pemimpin legiun (centurion) dari pasukan “Augustan”. Ini adalah pasukan legiun model Kaisar Agustus yang dibebani tuntutan lebih tinggi daripada sebelumnya, dan karena itu lebih kuat dan terlatih ketimbang pasukan lama. Karena dibuat oleh Agustuslah, sebabnya pasukan ini disebut pasukan “Augustan” (tertulis pasukan “kaisar” di dalam terjemahan LAI). Para pasukan ini bertugas untuk menjaga para tawanan. Penjagaan dilakukan dengan sangat ketat karena jika tahanan melarikan diri, para penjaga ini harus dihukum mati. Tetapi di dalam ayat 3 dikatakan bahwa Tuhan justru memakai Yulius ini untuk menjaga Paulus. Tuhan menggerakkan hatinya untuk menghormati Paulus sehingga melalui dia Tuhan menjaga keselamatan Paulus (ay. 43).
Perjalanan via laut bukanlah sesuatu yang mudah pada waktu itu. Mereka harus menumpang pada kapal yang memang menuju ke tempat yang sama dengan tujuan mereka, dan ini dilakukan tanpa kejelasan jadwal. Jika memang kapal itu sedang berlabuh, akan berangkat ke tempat yang mendekati tujuan mereka, dan masih bisa ditumpangi, barulah mereka bisa berangkat. Biasanya kapal yang ditumpangi itu adalah kapal yang mengangkut barang-barang dagangan. Meskipun para tahanan dijaga oleh pasukan Romawi, tetapi tentu saja Kekaisaran Roma tidak akan menyediakan kapal khusus untuk para tahanan ini. Mereka harus menunggu dan menumpang pada kapal yang tepat. Tetapi Tuhan tetap menyertai mereka semua karena ada Paulus di tengah-tengah mereka. Tuhan juga mencondongkan hati Yulius, Sang Centurion Roma tersebut, kepada Paulus sehingga Paulus diberi kebebasan untuk bertemu dengan siapa pun ketika kapal sedang berlabuh (ay. 3).
Penyertaan Tuhan bagi rombongan itu juga diberikan melalui peringatan Paulus. Paulus memberikan sebuah peringatan umum kepada mereka semua ketika mereka semakin memasuki bulan Oktober. Pelayaran mereka sangat berat karena angin tidak menguntungkan mereka, sehingga sampai selesai bulan berpuasa mereka masih belum mencapai tempat yang diharapkan, yaitu pelabuhan di Feniks. Di dalam ayat 9 dan 10 Paulus mengingatkan mereka bahwa mereka harus segera berlabuh dan menunggu hingga keadaan cuaca yang buruk berlalu. Ayat 9 mengatakan bahwa waktu puasa (akhir September atau awal Oktober) sudah lewat. Keadaan cuaca di bulan Oktober sangat berbahaya bagi mereka. Mereka harus berlabuh dan dengan aman menanti di darat. Tetapi di dalam ayat 11 dan 12 dikatakan bahwa pemilik kapal dan jurumudi tidak ingin berlabuh. Mengapa tidak? Karena tempat-tempat yang terdekat untuk mereka berlabuh tidak mempunyai pelindung dari badai bagi kapal-kapal yang berlabuh. Mereka lebih suka merisikokan seluruh orang di kapal demi mencapai Feniks, karena di Feniks ada perlindungan bagi kapal-kapal yang berlabuh. Ini mereka putuskan demi keamanan kapal dan angkutannya. Mereka tidak mempertimbangkan keselamatan penumpang karena bagi mereka kapal dan harta di dalamnya lebih penting, cukup penting untuk merisikokan nyawa seluruh penumpang. Jika mereka berlabuh di pelabuhan kecil, maka mereka aman di darat, tetapi kapal mereka akan terpukul gelombang dan hancur. Sebaliknya jika mereka tiba di Feniks, pelabuhan di sana memiliki pemecah gelombang yang menyebabkan kapal mereka aman, meskipun untuk mencapai Feniks harus mengambil risiko melawan gelombang besar di bulan Oktober. Mereka berharap bisa mencapai Feniks sebelum akhir Oktober di mana pada waktu itu keadaan laut sudah tidak mungkin lagi dilalui kapal. Paulus memberikan peringatan bahwa lebih baik merisikokan kapal dan muatannya dengan berlabuh di pelabuhan kecil daripada merisikokan seluruh kapal dan penumpangnya dengan menembus lautan untuk mencapai Feniks.
Tetapi ayat 11 mengatakan bahwa perwira yang memimpin para tentara penjaga tahanan itu lebih menyetujui pendapat jurumudi dan pemilik kapal. Dia lebih memilih mendengarkan dua orang yang tidak rela mengalami kerugian keuangan dengan merisikokan nyawa. Tetapi ayat 22 mengatakan bahwa Tuhan tetap akan menyertai. Orang-orang di kapal tetap akan selamat, dan… kapal akan tetap hancur. Penyertaan Tuhan bagi Paulus memberikan keamanan bagi orang-orang di atas kapal tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari bacaan hari ini mengenai penyertaan Tuhan.
Paulus segera dibawa ke Roma bersama dengan para tahanan lain. Mereka dijaga oleh pasukan Romawi, dipimpin oleh seorang bernama Yulius, seorang pemimpin legiun (centurion) dari pasukan “Augustan”. Ini adalah pasukan legiun model Kaisar Agustus yang dibebani tuntutan lebih tinggi daripada sebelumnya, dan karena itu lebih kuat dan terlatih ketimbang pasukan lama. Karena dibuat oleh Agustuslah, sebabnya pasukan ini disebut pasukan “Augustan” (tertulis pasukan “kaisar” di dalam terjemahan LAI). Para pasukan ini bertugas untuk menjaga para tawanan. Penjagaan dilakukan dengan sangat ketat karena jika tahanan melarikan diri, para penjaga ini harus dihukum mati. Tetapi di dalam ayat 3 dikatakan bahwa Tuhan justru memakai Yulius ini untuk menjaga Paulus. Tuhan menggerakkan hatinya untuk menghormati Paulus sehingga melalui dia Tuhan menjaga keselamatan Paulus (ay. 43).
Perjalanan via laut bukanlah sesuatu yang mudah pada waktu itu. Mereka harus menumpang pada kapal yang memang menuju ke tempat yang sama dengan tujuan mereka, dan ini dilakukan tanpa kejelasan jadwal. Jika memang kapal itu sedang berlabuh, akan berangkat ke tempat yang mendekati tujuan mereka, dan masih bisa ditumpangi, barulah mereka bisa berangkat. Biasanya kapal yang ditumpangi itu adalah kapal yang mengangkut barang-barang dagangan. Meskipun para tahanan dijaga oleh pasukan Romawi, tetapi tentu saja Kekaisaran Roma tidak akan menyediakan kapal khusus untuk para tahanan ini. Mereka harus menunggu dan menumpang pada kapal yang tepat. Tetapi Tuhan tetap menyertai mereka semua karena ada Paulus di tengah-tengah mereka. Tuhan juga mencondongkan hati Yulius, Sang Centurion Roma tersebut, kepada Paulus sehingga Paulus diberi kebebasan untuk bertemu dengan siapa pun ketika kapal sedang berlabuh (ay. 3).
Penyertaan Tuhan bagi rombongan itu juga diberikan melalui peringatan Paulus. Paulus memberikan sebuah peringatan umum kepada mereka semua ketika mereka semakin memasuki bulan Oktober. Pelayaran mereka sangat berat karena angin tidak menguntungkan mereka, sehingga sampai selesai bulan berpuasa mereka masih belum mencapai tempat yang diharapkan, yaitu pelabuhan di Feniks. Di dalam ayat 9 dan 10 Paulus mengingatkan mereka bahwa mereka harus segera berlabuh dan menunggu hingga keadaan cuaca yang buruk berlalu. Ayat 9 mengatakan bahwa waktu puasa (akhir September atau awal Oktober) sudah lewat. Keadaan cuaca di bulan Oktober sangat berbahaya bagi mereka. Mereka harus berlabuh dan dengan aman menanti di darat. Tetapi di dalam ayat 11 dan 12 dikatakan bahwa pemilik kapal dan jurumudi tidak ingin berlabuh. Mengapa tidak? Karena tempat-tempat yang terdekat untuk mereka berlabuh tidak mempunyai pelindung dari badai bagi kapal-kapal yang berlabuh. Mereka lebih suka merisikokan seluruh orang di kapal demi mencapai Feniks, karena di Feniks ada perlindungan bagi kapal-kapal yang berlabuh. Ini mereka putuskan demi keamanan kapal dan angkutannya. Mereka tidak mempertimbangkan keselamatan penumpang karena bagi mereka kapal dan harta di dalamnya lebih penting, cukup penting untuk merisikokan nyawa seluruh penumpang. Jika mereka berlabuh di pelabuhan kecil, maka mereka aman di darat, tetapi kapal mereka akan terpukul gelombang dan hancur. Sebaliknya jika mereka tiba di Feniks, pelabuhan di sana memiliki pemecah gelombang yang menyebabkan kapal mereka aman, meskipun untuk mencapai Feniks harus mengambil risiko melawan gelombang besar di bulan Oktober. Mereka berharap bisa mencapai Feniks sebelum akhir Oktober di mana pada waktu itu keadaan laut sudah tidak mungkin lagi dilalui kapal. Paulus memberikan peringatan bahwa lebih baik merisikokan kapal dan muatannya dengan berlabuh di pelabuhan kecil daripada merisikokan seluruh kapal dan penumpangnya dengan menembus lautan untuk mencapai Feniks.
Tetapi ayat 11 mengatakan bahwa perwira yang memimpin para tentara penjaga tahanan itu lebih menyetujui pendapat jurumudi dan pemilik kapal. Dia lebih memilih mendengarkan dua orang yang tidak rela mengalami kerugian keuangan dengan merisikokan nyawa. Tetapi ayat 22 mengatakan bahwa Tuhan tetap akan menyertai. Orang-orang di kapal tetap akan selamat, dan… kapal akan tetap hancur. Penyertaan Tuhan bagi Paulus memberikan keamanan bagi orang-orang di atas kapal tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari bacaan hari ini mengenai penyertaan Tuhan.
- Hal pertama adalah Tuhan memberikan penyertaan kepada Paulus melalui mencondongkan hati perwira Romawi bernama Yulius kepada Paulus. Tuhan mencondongkan hati pemimpin-pemimpin dunia untuk bersimpati kepada umat-Nya. Tuhan menggerakkan Nebukadnezar untuk melindungi umat Tuhan dan memerintahkan orang-orang Babel agar nama Tuhan Israel dihormati dan disembah (Dan. 3:28-29). Tuhan juga yang menggerakkan Darius untuk membuat peraturan menyembah Allahnya Daniel dan melindungi Daniel dengan membunuh musuh-musuhnya (Dan. 6:24-28). Tuhan memakai dunia ini untuk menggenapi rencana-Nya. Ini menekankan bahwa kekuasaan Tuhan tidak hanya berlaku di tengah-tengah umat-Nya. Kekuasaan Tuhan berlaku mutlak di seluruh alam semesta!
- Hal kedua adalah Tuhan menyertai seluruh kapal itu dengan memberikan hikmat kepada mereka melalui Paulus. Manakah yang lebih bijaksana? Tetap berlayar dengan merisikokan segalanya, baik kapal, muatan, dan penumpangnya? Atau berlabuh dan hanya merisikokan kapal dan muatannya, tetapi menyelamatkan penumpangnya? Orang-orang dunia ini terlalu berani mengambil risiko demi keuntungan. Berani ambil risiko besar karena dibutakan oleh harta. Berapa banyak orang sudah kehilangan segalanya karena berjudi? Berapa banyak yang sudah kehilangan segalanya karena investasi yang, katanya, menghasilkan keuntungan instan yang di luar nalar? Berani ambil risiko demi uang bukan keberanian yang sejati. Keberanian model ini lebih pantas disebut keserakahan buta. Sudah tidak bernalar lagi karena cara berpikirnya telah dikuasai keuntungan. Inilah kebodohan orang-orang serakah. Kebodohan orang-orang yang telah dibutakan oleh ilah zaman ini. Tetapi pikiran bijaksana dari Paulus adalah pikiran yang sehat. Bukan hanya sehat, tetapi juga berpengetahuan. Bijaksana Tuhan adalah hikmat sejati, dan hikmat sejati telah dinyatakan juga di dalam pengetahuan yang benar yang telah digali oleh manusia. Paulus tahu bahwa memasuki bulan Oktober cuaca akan sangat buruk. Paulus telah begitu sering bepergian sehingga dia memiliki pengetahuan tersebut. Kita tidak bisa menjadi berkat bagi dunia ini jika hikmat yang kita miliki ternyata hanyalah hikmat untuk perdebatan yang tidak berguna. Paulus mengetahui ilmu pelayaran. Dia tidak berbicara hal yang kosong. Mari berhenti menghina Tuhan dengan memisahkan bijaksana Allah dengan pengetahuan yang umum. Allah adalah pemilik seluruh bijaksana, maka bijaksana yang ditemukan manusia di dalam alam, jika dipahami dengan benar, akan terkonfirmasi oleh bijaksana Allah di dalam firman-Nya. Sebaliknya, orang yang mengklaim sedang menyatakan bijaksana Allah, tetapi tidak terkonfirmasi oleh kebenaran Allah dalam firman-Nya, bahkan bertentangan dengan firman Allah, pasti akan terbukti kacau dan rusak, bahkan di dalam standar pengetahuan manusia sekalipun. Paulus bukan orang bodoh yang berbicara memberi nasihat yang menjerumuskan seluruh kapal. Paulus tahu navigasi. Paulus tahu membaca situasi laut. Di antara orang-orang yang berada di kapal pada saat itu, Paulus pasti termasuk orang yang telah mempunyai pengalaman berlayar sangat banyak. Tetapi kelebihan Paulus dari pemilik kapal dan jurumudi adalah Paulus bebas dari belenggu harta, keserakahan, dan cinta kekayaan. Kebebasan inilah yang membuat Paulus mampu berpikir lebih jernih daripada orang yang ahli berlayar sekalipun. Yang manakah lebih bijaksana? Pendapat Pauluskah atau ahli pelayaran seperti jurumudi? Paulus. Di dalam ayat 18 dikatakan mereka akhirnya harus membuang muatan yang sangat mereka lindungi itu ke laut. Lebih dari itu mereka pun telah putus asa untuk keselamatan mereka. Semua akhirnya hilang (ay. 20). Tetapi jika saja mereka mendengarkan Paulus, mereka akan terselamatkan dari semua ini (ay. 21).