the whole of truth

Berapa banyak dari kita yang mengerti istilah-istilah berikut: secular humanism, scientism, pluralism, moral relativism, hedonism, pantheism, dan atheism? Adalah baik jika kita mengerti semua istilah -isme tersebut, tetapi saya yakin mayoritas tidak memahami penuh semua istilah-istilah keren itu. Meskipun kebanyakan orang tidak mengerti, saya juga yakin bahwa kehidupan kita, terutama kaum muda zaman sekarang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai tersebut. Bagaimana tidak, karena ini adalah nilai-nilai yang selalu dibawa dalam media sosial yang kita nikmati hari ini. Misalnya, banyak iklan-iklan yang kita lihat, maupun film yang kita tonton, selalu mengatakan, “ikuti kata hatimu”, atau “yang penting enjoy”. Sehingga tidak heran jika anak muda zaman sekarang hanya mau sesuatu asalkan itu menyenangkan hatinya, termasuk dalam kegiatan bergereja: yang penting musiknya enak, khotbahnya menghibur, tetapi isinya seperti apa, tidak terlalu penting. Kita disuruh untuk mengikuti kata hati kita, tetapi Alkitab justru berkata bahwa hati manusia itu begitu licik (Yer. 17:9). Sangat bertolak belakang, bukan?
Namun, mengapa nilai-nilai yang dijunjung oleh zaman sekarang begitu menarik bagi manusia? Salah satu alasan adalah karena ide-ide tersebut mengandung sebagian dari kebenaran, tetapi mereka anggap hal itu sebagai kebenaran yang utuh. Misalnya, hedonisme mengajarkan kita untuk menikmati hal-hal apa saja yang menyenangkan kita. Memang benar manusia diciptakan dengan kemampuan untuk menikmati hidup, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa kenikmatan tertinggi yang harus manusia kejar adalah kenikmatan dalam Tuhan (What is the chief end of man? The chief end of man is to glorify God and enjoy Him forever). Dalam hal ini hedonisme memberhalakan kenikmatan di luar Tuhan. Contoh lain adalah pluralisme yang mengajarkan kita agar kita bersifat toleran dan berlaku inklusif terhadap sesama, meskipun mereka mempunyai keyakinan yang berbeda (ironisnya ada kaum pluralis sendiri yang sangat tidak toleran dan inklusif terhadap nilai-nilai Kekristenan). Namun sering kali kebablasan, sampai-sampai semua tindakan keberdosaan pun juga harus ditoleransi dan diterima supaya ada kesatuan dan tidak ada perpecahan. Menerima perbedaan itu baik karena Alkitab juga mengajarkan konsep unity in diversity, tetapi kesatuan yang sejati hanya terdapat di dalam Yesus Kristus. Pluralisme kebablasan karena ia memberhalakan perbedaan demi kesatuan yang palsu.
Lalu, bagaimana kita sebagai orang Kristen merespons tantangan tersebut? Orang-orang melihat nilai-nilai tersebut sebagai realitas kebenaran yang utuh, padahal bukan. Oleh sebab itu, kita harus bisa menunjukkan kepada mereka seperti apa kebenaran yang utuh itu. Namun, bagaimana kita bisa menunjukkannya? Minimal ada 3 hal yang bisa kita lakukan sebagai pemuda Kristen: mengkritik nilai-nilai tersebut secara intelektual, berjalan bersama mereka, dan mendemonstrasikan nilai-nilai Kekristenan yang utuh melalui kehidupan kita sehari-hari. Secara singkat, yang pertama adalah kita harus bisa memberikan penilaian yang Alkitabiah: mengapa nilai-nilai yang ditawarkan oleh dunia itu salah dan Kekristenan adalah yang benar. Namun, respons intelektual sendiri tidak selalu cukup karena kita perlu berempati juga untuk mengerti kesulitan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dengan berjalan bersama mereka kita berdoa agar mereka tahu bahwa kita ada di tengah-tengah mereka dan sungguh-sungguh mengasihi mereka. Ketiga, keseluruhan hidup ini, bahkan sampai hal yang terkecil sekali pun seperti makan dan minum, harus kita jalankan sesuai dengan prinsip firman Tuhan agar mereka dapat melihat dan merasakan keindahan, serta harapan yang ditawarkan oleh Kekristenan.
Mari kita terus meminta kekuatan kepada Tuhan agar kita semakin dilayakkan untuk membawa nama-Nya dalam hidup ini. Kita berdoa agar Gereja Tuhan boleh membawa terang dan harapan bagi dunia yang gelap ini. Semoga kita menjadi kaum pemuda yang bisa memberikan intellectual discourse, loving personal touch, and existential answers untuk dunia ini.