Apa yang ada dalam pikiran kita ketika kita mendengar kata bohong, berbohong, atau kebohongan? Ada dua hal yang dapat kita pikirkan. Pertama, apa yang disampaikan adalah sesuatu yang tidak benar atau bukan hal yang sebenarnya. Contohnya, jika seseorang mencuri, maka ia akan berbohong dengan menceritakan sebuah kisah untuk menutupi perbuatannya. Kedua, apa yang disampaikan tidak lengkap atau hanya sebagian. Misalnya, dalam dunia jual beli, untuk dapat mencapai target yang ditentukan, sebagian penjual mungkin menyampaikan informasi yang tidak lengkap kepada calon pembeli. Hal tersebut dapat berupa ketentuan-ketentuan tertentu, atau kekurangan suatu produk, dan sebagainya.
Selain dua hal di atas, ada satu hal yang juga perlu kita sadari. Yang namanya kebohongan bukan hanya berbicara antara hubungan kita dengan orang lain. Sering kali kita juga berbohong kepada diri kita sendiri. Misalnya, kita menceritakan kisah-kisah tertentu kepada diri kita untuk menutupi rasa bersalah kita atas sebuah kejadian yang tidak seharusnya kita lakukan, atau kecurigaan kita terhadap seseorang tanpa sebuah bukti, dan sebagainya.
Seth Godin dalam sebuah pengantar dari bukunya yang berjudul All Marketers All Liars menuliskan kalimat yang cukup menarik untuk kita renungkan. Dia mengatakan: “Kita menyampaikan cerita yang tidak jujur bagi diri sendiri, tetapi percaya bahwa cerita tersebut dapat membuat diri kita berfungsi. Kita tahu bahwa kita tidak menyampaikan kebenaran yang seutuhnya kepada diri sendiri. Namun karena hal ini terbukti manjur, maka kita menggenggamnya erat-erat.”
Ada apa dengan kebohongan, sehingga seorang Seth Godin menuliskan kalimat tersebut? Ada apa dengan kebohongan, sehingga sering kali kita memercayainya? Mari kita renungkan beberapa hal sederhana berkaitan dengan kebohongan.
Sadarkah kita bahwa ketika kita berbohong, hal pertama yang kita lakukan adalah menggantikan posisi Allah dengan posisi kita. Allah bukan lagi menjadi Allah yang menetapkan dan menyatakan kebenaran, di mana kebenaran-Nya menjadi standar bagi seluruh kehidupan kita. Sekarang yang kita lakukan adalah mengambil alih posisi Allah. Kita menetapkan kebenaran yang sesuai, yang cocok bagi kita, lalu kemudian kita nyatakan bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Hal ini berarti, kebohongan kita telah membuat kita menjadi allah bagi diri kita dan orang lain.
Kedua, kita tidak menghormati Allah. Segala kebenaran yang Allah tetapkan dan nyatakan bagi kita tidak lagi kita hormati. Kita memandang rendah kebenaran Allah. Kita tidak lagi menghargainya, sehingga kita lebih suka menggantikan kebenaran-Nya dengan kebenaran kita. Kebohongan membuat kita tidak lagi mengejar kebenaran Allah sebagai kebenaran yang harus kita hormati, melainkan menjadikan kebohongan sebagai standar yang harus kita utamakan, pertahankan, dan kerjakan.
Ketiga, kita mengganti kebijaksanaan Allah dengan kebijaksanaan kita. Di dalam kebenaran yang Allah tetapkan dan nyatakan terkandung kebijaksanaan Allah, tetapi kita justru menggantinya dengan kebijaksanaan kita. Kita merasa adalah lebih bijaksana untuk menceritakan kebohongan atau menutupi sebagian kebenaran yang ada daripada harus dengan jujur menyatakan kebenaran. Kita tidak lagi melihat bahwa melalui kejujuran, terdapat kebijaksanaan Allah yang tengah Allah kerjakan dan yang akan dinyatakan di dalam hidup kita.
Keempat, kita mencuri kemuliaan Allah. Kita seharusnya memuliakan Allah karena kebenaran-kebenaran yang Ia tetapkan dan nyatakan bagi kita. Tetapi melalui kebohongan kita, kemuliaan Allah kita ambil dan kita gantikan dengan kemuliaan kita. Kita menjadi bangga ketika kebohongan kita dapat mengelabui orang lain. Kita merasa diri hebat ketika kebohongan kita dapat menyelamatkan diri kita dari suatu tindakan kejahatan yang telah kita lakukan. Pada akhirnya kita lebih memuliakan diri daripada memuliakan Allah.
Masih banyak hal yang dapat kita renungkan mengenai kebohongan dan juga kalimat yang dituliskan oleh Seth Godin. Mari kita sekali lagi meminta belas kasihan Tuhan untuk menyadarkan kita akan kebodohan kita yang terus kita hidupi dalam kebohongan kita. Mari kita meminta pimpinan Tuhan atas hidup kita sehingga kita tidak terus menerus menghidupi segala kebohongan yang ada. Kiranya selangkah demi selangkah kita boleh kembali kepada kebenaran Tuhan dan tekun menjalankannya. Dengan demikian hidup kita boleh semakin hari semakin memuliakan Tuhan.