Coram Deo berasal dari bahasa Latin yang berarti “di hadapan Allah” atau “di hadirat Allah”. Orang yang menyadari seluruh keberadaan dirinya berada di hadapan Allah tidak akan sembarang hidup. Namun sayangnya, sering kali istilah coram Deo ini kita tahu, bahkan kita anggap kita sudah mengertinya, tetapi ironinya kita tidak menjalaninya di dalam seluruh kehidupan kita.
Suatu hari seorang anak muda ditegur oleh kakak rohaninya karena terus memainkan HPnya selama rapat pengurus. Anak muda itu kemudian berhenti memainkan HPnya selama dia merasa kakak rohaninya mengawasinya. Namun ketika dia tahu bahwa kakak rohaninya tidak ada atau tidak memperhatikannya, maka dia memainkan lagi HPnya, tidak peduli siapa yang sedang bicara di depan.
Apakah anak muda itu tidak tahu makna coram Deo? Secara teori dia amat sangat tahu. Anak muda ini termasuk salah satu di antara teman-temannya yang dianggap memiliki pengetahuan theologi yang lumayan. Namun secara kesaksian hidup, dia sama sekali tidak menunjukkan pemahaman dia akan coram Deo tersebut di dalam hidupnya. Aplikasi yang sederhana dari pemahaman coram Deo: bahwa dia tidak memainkan HPnya dan menghargai orang lain yang sedang berbicara, bukan karena diawasi oleh kakak rohaninya, tetapi karena kesadaran dia sedang berhadapan dengan Allah, Sang Mahapenghakim atas seluruh kehidupan manusia.
Bila hal-hal yang kecil saja kita tidak bisa belajar bertanggung jawab secara coram Deo, bagaimana kita akan diberikan kepercayaan yang lebih besar oleh Allah untuk kita kerjakan? Hanya orang-orang yang belajar setia dalam perkara kecillah yang akan diberikan kepercayaan akan perkara yang lebih besar. Pemahaman theologi yang banyak tidak menjamin seseorang memiliki hati untuk setia dalam perkara-perkara kecil, tetapi orang yang sadar bahwa hidupnya sepenuhnya, setiap detik, sedang berhadapan dengan Allah, sekalipun dia belum mencapai taraf pengetahuan theologi yang hebat, dia adalah orang berbahagia karena akan diberikan perkara yang lebih besar oleh Tuhan. Seperti yang tertulis dalam Matius 25:21: “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar”.
Bagaimana dengan hidup kita? Di hadapan siapakah kita baru serius mengerjakan pekerjaan yang dipercayakan kepada kita dengan benar?
Kiranya Tuhan menolong kita untuk mulai belajar taat dari hal-hal yang paling kecil.