Boleh ga sih sebagai orang Kristen, kita melakukan meditasi? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan pro dan kontra di kalangan orang Kristen. Bagi kelompok yang kontra, argumen yang biasanya diajukan didasarkan kepada pengertian meditasi merupakan praktik spiritual non Kristen dengan mengosongkan pikiran, menyatu dengan alam, dan sebagainya. Bukankah ini berlawanan dengan apa yang diajarkan Alkitab? Bagaimana kita sebagai orang Kristen menjawab hal tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita harus melihat kepada arti dari kata meditasi itu sendiri. Sering kali ketika kita berbicara mengenai arti meditasi, kita membicarakannya menurut praktik meditasi kepercayaan tertentu dan bukan dari makna kata meditasi itu sendiri. Menurut KBBI, meditasi adalah pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Di sini kita melihat bahwa meditasi bukanlah sekadar satu bentuk pengosongan pikiran, karena pemusatan pikiran menandakan ada sesuatu yang sedang dipikirkan. Hal yang dipikirkan itu menjadi fokus pikiran kita. James C. Petty mengatakan bahwa meditasi berarti mempertimbangkan sesuatu dengan hati-hati atau memutar-mutarnya di dalam benak kita.1 Melalui pengertian ini kita dapat katakan bahwa meditasi juga merupakan suatu perenungan atau kontemplasi. Inilah makna istilah meditasi yang sesungguhnya.
Jadi, bolehkah sebagai orang Kristen kita melakukan meditasi? Jika kita lihat dari makna meditasi di atas, maka tentu saja kita boleh melakukan meditasi. Alkitab bahkan memerintahkan kita untuk merenungkan (baca: meditasi) firman siang dan malam.
Timothy Keller memberikan penjelasan yang baik untuk kita renungkan ketika membicarakan mengenai meditasi. Dia mengatakan, “Ketika mazmur pertama meminta kita untuk merenungkan firman Allah atau mempraktikkan meditasi, ia menggunakan sebuah kata yang secara harfiah artinya berkomat-kamit (to mutter). Ini merujuk kepada fakta bahwa, di masa lalu khususnya, Kitab Suci dihafalkan sambil bersuara. Memang tidak ada cara yang lebih baik untuk merenungkan ayat firman Tuhan dan menarik aspek, implikasi, serta kekayaan maknanya selain menghafalkannya.”2 Artinya sebelum kita merenungkan firman Tuhan, kita harus terlebih dahulu menghafalkannya, baru setelah itu merenungkannya, mempertimbangkannya secara hati-hati, dan dengan demikian kita boleh memperoleh suatu pengertian yang lebih mendalam akan firman Tuhan.
Selain itu kita harus membedakan antara meditasi Kristen dan meditasi lainnya. Meditasi Kristen adalah meditasi alkitabiah, sehingga di dalam melakukan meditasi kita tidak mengosongkan pikiran dari konsep rasional.3 Ini berarti meditasi Kristen menuntut adanya pikiran dan pertimbangan logis yang menggunakan seluruh akal pikiran atau rasio kita. Meditasi Kristen justru mempertumbuhkan pengenalan kita akan Tuhan, kesadaran akan kebergantungan kita kepada Tuhan, dan pada akhirnya kasih kita kepada Tuhan.
Kiranya melalui penjelasan yang singkat ini kita boleh memahami makna meditasi yang sesungguhnya. Akhir kata, marilah kita senantiasa merenungkan (meditasi) kebenaran firman Tuhan siang dan malam sampai kita bertemu Pencipta kita.
Referensi:
1. James C. Petty, Selangkah Demi Selangkah (Surabaya: Penerbit Momentum, 2004), hlm. 235.
2. Timothy Keller, Pray (Surabaya: Literatur Perkantas Jawa Timur), hlm. 166.
3. Ibid, 168.
1. James C. Petty, Selangkah Demi Selangkah (Surabaya: Penerbit Momentum, 2004), hlm. 235.
2. Timothy Keller, Pray (Surabaya: Literatur Perkantas Jawa Timur), hlm. 166.
3. Ibid, 168.