Manusia
pasti selalu mengejar hal-hal yang dianggap berharga bagi dirinya.
Kalau kita adalah seorang mahasiswa yang bertanggung jawab, maka kita
pasti rela mengerjakan tugas kuliah kita walaupun jam tidur kita harus
berkurang. Mengapa? Karena kita menganggap tugas kuliah tersebut penting
bagi nilai akhir kita. Kalau kita adalah seorang yang sudah bekerja,
maka kita pasti rela disuruh-suruh oleh atasan kita supaya kita tetap
boleh mendapatkan gaji, bahkan bonus kalau bisa. Apa pun pekerjaan atau
posisi yang ada, kita pasti rela mendedikasikan diri kita untuk hal
tersebut karena kita menganggap itu adalah hal yang sangat bernilai bagi
kita. Maka, konsep nilai yang kita miliki menentukan apa yang kita
kejar dalam hidup ini.
Namun,
pertanyaan berikutnya yang lebih penting dan yang harus kita
refleksikan bersama adalah: tahukah kita konsep nilai apa yang kita
sedang pegang sekarang? Sebagai pemuda Kristen kita pasti diajarkan
bahwa Tuhanlah yang terpenting dalam hidup ini. Tentu kita sangat setuju
akan hal ini, namun apakah dengan tahu dan setuju hal ini, maka konsep
nilai kita langsung berubah? Tidak semudah itu, Ferguso. Pembentukan
konsep nilai dalam hidup kita tidak semata-mata bergantung kepada
pengetahuan dan persetujuan kita terhadap nilai yang kita percaya (bukan
berarti pemahaman mengenai “apa yang benar dan tidak benar” itu tidak
penting). Lebih daripada itu: konsep nilai yang kita pegang sesungguhnya
menyangkut arah dan komitmen hati kita. Faktanya, kita sering kali
tidak memahami sepenuhnya kondisi hati kita. Mengapa? Karena hati
manusia itu begitu licik (Yer. 17:9) sampai-sampai kita tertipu oleh
diri kita sendiri. Sungguh mengerikan!
Fakta
ini hanya membuktikan bahwa kita tidak dapat menolong diri kita
sendiri. Tuhan pun tentu tahu akan ketidakmampuan kita. Oleh sebab itu,
alangkah berbahagianya ketika Tuhan memakai situasi-situasi yang ada,
sehingga kita dapat melihat keadaan hati kita dengan lebih benar. Tuhan
terkadang menempatkan kita pada situasi dengan pilihan-pilihan yang
sulit di mana kita harus memilih opsi yang ada dengan cepat. Dan sering
kali respons atau pilihan kita yang pertama menggambarkan kecenderungan
hati kita. Ketika kita sadar bahwa respons pertama kita adalah respons
yang tidak sesuai dengan firman Tuhan, di situ kita baru ngeh bahwa hati
kita begitu kotor. Dan pada saat itulah kita sadar “ternyata saya
memang manusia yang rusak, yang perlu anugerah Tuhan.” Kita makin sadar
bahwa kita perlu bertobat dan memohon anugerah Tuhan untuk memurnikan
hati kita. Oleh sebab itu, kiranya situasi sulit yang kita hadapi tidak
mengecilkan hati kita terus menerus. Sebaliknya kita harus bersyukur
karena melalui hal itu Tuhan bekerja agar kita dapat mengevaluasi
kembali konsep nilai apa yang sesungguhnya sedang kita pegang. Betapa
baiknya Tuhan karena Dia ingin menguduskan kita, manusia yang cacat ini!
Ketika
kita sadar bahwa we are not who we think we are, di situlah kita sadar
bahwa kita memerlukan anugerah Tuhan. Kita perlu anugerah yang dapat
mengubah hati kita. Kita perlu anugerah yang dapat mengubah konsep nilai
kita. Kiranya hidup kita boleh dipenuhi dengan kerendahan hati:
berlutut, berdoa, dan terus memohon agar kita diberikan hati yang rela
untuk mengejar kebenaran Tuhan at all costs.