bercermin

Setiap kita pasti pernah bercermin. Melihat wajah kita sendiri di depan cermin, merupakan hal yang kita lakukan setiap harinya di zaman sekarang ini. Kita senang kalau melihat wajah kita tampan atau cantik di depan cermin, apalagi kalau orang lain juga menyetujuinya. Sebaliknya kita tidak suka bercermin kalau kita menganggap diri kita buruk rupa.
Apa yang sebenarnya kita cari di wajah ketika bercermin? Kita biasanya mencari apa saja yang kita anggap menjadi pengganggu bagi wajah kita, yang kita anggap akan membuat wajah kita jadi terlihat lebih jelek. Kita bahkan bisa memperhatikan sampai detail “pengganggu-pengganggu” tersebut dan kita akan mencari segala cara, atau bila perlu rela mengeluarkan banyak uang untuk membereskan “pengganggu-pengganggu” tersebut hingga wajah kita tampak menarik kembali.
Namun, di sisi lain kita nyaris tidak suka bercermin akan kelemahan-kelemahan atau kesalahan-kesalahan kita yang sesungguhnya menjadi pengganggu bagi orang di sekitar kita atau di dalam komunitas kita. Bahkan kita hampir tidak bisa melihat kelemahan atau kesalahan kita tersebut sekalipun itu sudah jelas. Kita menganggap itu hal yang normal saja dan patut dimengerti serta diterima oleh orang lain. Kita cenderung “men-cermin-kan” orang lain. Kita melihat kelemahan dan kesalahan orang lain hingga yang sekecil-kecilnya. Kita bisa memakai keadaan tersebut untuk menjustifikasi alasan kenapa kita tidak mau lagi terlibat pelayanan bersama dengan dia, kenapa kita tidak mau lagi ikut dalam pelayanan di komunitas tersebut, kenapa kita tidak mau bergaul dengan orang tersebut, dan lain-lain. Kita menganggap bahwa kita sangat kecewa dengan keadaan orang tersebut dan seolah menuntut orang tersebut harus berubah sesuai dengan maunya kita supaya kita mempunyai lagi kesukaan untuk terlibat di dalam pelayanan atau kegiatan bersama dengan dia atau dalam komunitas tersebut. Anehnya kita sendiri tidak merasa perlu beranjak keluar dari kelemahan dan kesalahan kita.
Tuhan Yesus pernah berkata dalam Lukas 6:41-42: “Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Kita menjadi orang-orang yang munafik ketika kita hanya melihat kesalahan orang lain tetapi kesalahan kita sendiri tidak kita lihat. Kesalahan kecil orang lain begitu jelas kita melihatnya tetapi kesalahan besar dalam hidup kita, seolah kita buta melihatnya. Mari Saudara, kita bertobat dan meminta pertolongan Tuhan agar kita terlebih dahulu diubahkan sebelum kita mengharapkan orang lain berubah. Sama seperti kita rela jatuh bangun dan mengeluarkan tenaga, pikiran, uang untuk membereskan wajah kita dari “pengganggu-pengganggu” di wajah kita, mari kita juga dengan rela mengeluarkan segala usaha kita untuk rela menyerahkan diri kita di hadapan Tuhan supaya diubahkan sesuai perkenanan-Nya. Latihan disiplin pribadi dalam keseharian adalah salah satu cara praktis yang menunjukkan bahwa kita ingin berubah. Kiranya anugerah dan kekuatan dari Tuhan menolong kita.
  • munafik
    Kita tidak suka dengan orang yang munafik. Buat kita itu sangat menjengk ...
  • sahabat
    Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang dip ...
  • sentralitas salib
    Bagi orang-orang bekerja di perkantoran, farewell party dalam bentuk lu ...