Yunus, kita tentu mengenal nabi yang satu ini, ialah seorang nabi yang diutus oleh Tuhan untuk pergi ke kota Niniwe. Namun yang Yunus lakukan adalah melarikan diri ke Tarsis. Di dalam pelariannya itu, ia dihentikan oleh Tuhan dengan badai besar yang hampir menghancurkan kapal yang ia tumpangi. Akhirnya ia pun harus ditelan oleh seekor ikan besar, berada dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam, dan setelah peristiwa itu barulah ia pergi ke kota Niniwe.
Ketika kita membaca kitab Yunus, dapat memberikan kesan bahwa Yunus merupakan nabi yang tidak taat. Tetapi ada yang perlu kita ketahui, yaitu bahwa sebenarnya pelarian Yunus bukanlah tanpa alasan. Niniwe yang seharusnya dituju oleh Yunus bukanlah sembarangan kota. Niniwe adalah ibukota dari Asyur. Asyur merupakan bangsa yang terkenal dengan kekejamannya di zaman itu. Itu merupakan bangsa yang sangat ditakuti pada zaman itu.
Alasan keenganan Yunus pergi ke Niniwe adalah karena ia mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia, serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya (Yun. 4:2). Hal ini berarti ia tahu bahwa Tuhan tidak akan menghukum bangsa itu jikalau bangsa itu bertobat. Hal ini tentu tidak dapat diterima oleh Yunus, karena baginya bangsa itu seharusnya dihukum oleh Tuhan.
Bagaimana dengan kita hari ini? Bukankah di dalam hidup kita sehari-hari kita juga sama seperti Yunus. Ketika Tuhan menghendaki kita melakukan sesuatu yang tidak ingin kita lakukan, sering kali kita juga sama seperti Yunus yang enggan ke Niniwe tetapi melarikan diri ke Tarsis.
Contoh sederhana saja, katakanlah ada seorang yang paling kita benci atau tidak suka. Setiap kali kita bertemu dengan orang tersebut langsung membuat kita jengkel. Kalau bisa, kita ingin katakan bahwa “orang seperti gitu mending ke laut aja”. Tetapi ketika Tuhan menghendaki kita untuk belajar sabar terhadap orang tersebut, belajar mengerti, mengasihi, bahkan boleh bekerja sama dengan orang tersebut entah dalam sebuah pelayanan, pekerjaan, dan sebagainya, apakah yang akan kita lakukan? Sebisa mungkin kita mencari seribu satu alasan untuk tidak melakukan hal tersebut. Kita menggunakan berbagai macam cara untuk menghindari orang tersebut.
Contoh di atas tentu familiar bagi kita. Kita berusaha lari dan lari daripada harus menghadapi orang tersebut. Tapi ada satu hal yang pasti, sejauh mana pun kita lari atau mempertahankan comfort zone kita, kita tidak akan bisa melarikan diri dari apa yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan. Kita tidak bisa menghindar dari Tuhan. Dengan segera Tuhan akan menghentikan, menangkap, membawa kita kembali untuk melakukan apa yang Ia kehendaki. Sama seperti apa yang telah Tuhan lakukan terhadap Yunus. Ia tidak dapat lari sampai ke Tarsis. Ia dengan segera dihentikan oleh Tuhan, ditangkap, dan dikembalikan oleh-Nya. Sehingga suka ataupun tidak suka, Yunus tidak punya pilihan lain kecuali bertobat dan kembali melakukan apa yang Tuhan kehendaki untuk dia kerjakan, yaitu pergi ke Niniwe.
Mari kita renungkan sekali lagi apa yang menjadi Niniwe bagi kita. Apakah pekerjaan, pelayanan, relasi, perkuliahan, tanggung jawab yang dipercayakan kepada kita? Sesuatu yang tidak ingin kita kerjakan, yang membuat kita melarikan diri menuju kepada Tarsis kita, comfort zone kita yang membuat kita merasa lebih aman, nyaman, dan tenteram untuk sesaat. Mari kita merenungkan kembali kapan kita dihentikan, ditangkap, ditarik kembali oleh Tuhan untuk mengerjakan apa yang Ia kehendaki bagi kita sekalipun kita enggan melakukannya. Kiranya setiap kita boleh sejenak berhenti dari pelarian kita dan merenungkannya serta berbalik kepada apa yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan, karena untuk itulah kita diciptakan dan dipanggil.