Aspal (asli atau palsu) ?

Ketika saya masih kecil, saya suka menonton acara di TV berjudul Asli atau Palsu. Di dalam acara tersebut dihadirkan seorang artis dan seorang lain yang penampilannya mirip seperti artis tersebut, sehingga juri harus dapat membedakan mana yang asli dan palsu. Memang sangat sulit untuk membedakannya, tetapi kedua orang ini masih dapat dibedakan.
Saya jadi teringat ketika Pdt. Stephen Tong pernah memberikan suatu ilustrasi, “Jikalau ada suatu berlian yang asli dan yang palsu diletakkan bersama-sama, tetapi dijual dengan harga yang sama, apakah engkau mau membelinya? Terutama membeli barang yang palsu dengan harga yang sama dengan barang yang asli? Jikalau engkau membeli barang yang palsu tetapi dengan harga yang asli, engkau sakit tidak?” Jikalau kita membeli barang yang palsu, maka kita akan menuntut harga yang lebih murah daripada yang asli. Sebaliknya, kita pasti akan menolak jikalau harus membeli barang yang palsu dengan harga barang yang asli. Bahkan ketika kita membeli, kita harus benar-benar memperhatikan barang tersebut karena biasanya barang palsu dibuat sedemikian rupa mirip dengan yang asli, sehingga tidak jarang kita mudah tertipu.
Rasul Paulus pernah mengingatkan mengenai “Asli dan Palsu” di dalam suratnya kepada Timotius. Dalam hal apa? Apa yang Alkitab katakan tentang “Asli dan Palsu”? Surat Paulus kepada Timotius yang tercatat dalam 1 Timotius 4:1-16, mengingatkan Timotius untuk berjaga-jaga terhadap nabi palsu dan mempersiapkan diri dalam menghadapi para nabi-nabi palsu tersebut. Surat yang ditulis oleh Rasul Paulus ditujukan kepada Timotius dan jemaat Efesus, suatu jemaat yang dipercayakan oleh Rasul Paulus kepada Timotius untuk dipimpinnya.
Peringatan Paulus mengenai nabi-nabi palsu tidak hanya relevan untuk saat itu saja, tetapi juga relevan bagi kita saat ini. Pada zaman itu, pengajaran palsu yang ada berasal dari Gnostisisme Yahudi. Mereka mengatakan suatu omongan yang kosong, tidak suci, dan beberapa merupakan pertentangan yang berasal dari apa yang disebut sebagai pengetahuan (1Tim. 6:20). Orang Gnostik menyangkal bahwa dunia ini adalah dunia Allah, sehingga makin mereka dapat lolos dari dunia ini, makin baik keadaan hidupnya. Selain itu mereka juga melarang orang kawin dan melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah (1Tim. 4:3). Di dalam 2 Timotius 3:5 juga dikatakan bahwa, “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya mereka memungkiri kekuatannya.” Bagi Paulus, Injil Kristen selalu menyangkut perubahan gaya hidup, dan bukan bagaimana membangkitkan perdebatan semata.
Mungkin kita akan berkata bahwa nabi palsu dengan pengajaran palsunya hanya terjadi saat itu saja, tetapi benarkah? Sadarkah kita kalau pada zaman ini juga begitu banyak nabi palsu dan pengajaran palsu? Mereka mengajarkan pengajaran yang salah dan terus mengajarkannya kepada jemaat. Mereka mengaku sebagai orang Kristen, tetapi membawa pengajaran yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Bagaimana kita dapat menghadapinya?
Paulus mengatakan kepada Timotius, “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun hidup yang akan datang” (2Tim. 4:8). Sebagai orang Kristen kita harus melatih diri untuk hidup saleh, dengan beribadah kepada Tuhan. Kita harus melatih diri untuk memuliakan Tuhan dan melayani Tuhan, serta senantiasa belajar akan firman Tuhan. Jikalau kita malas untuk belajar firman Tuhan, bagaimanakah kita dapat tahu pengajaran yang kita terima itu sesuai dengan firman Tuhan atau tidak? Kiranya kita boleh senantiasa dengan tekun untuk beribadah kepada Tuhan dan membaca, menghafal, dan mempelajari firman-Nya, agar kita terlepas dari yang palsu setelah “membayar” harga untuk yang asli.