Devotion from Kisah Rasul 4:13-22
Para pemimpin agama menjadi makin heran karena ternyata para rasul itu bukan hanya melakukan mukjizat, tetapi mereka tahu apa yang mereka katakan. Mereka begitu fasih berbicara di muka umum sehingga para petinggi agama itu kaget. Mengapa kaget? Karena mereka tidak terbiasa melihat dan menantikan Tuhan bekerja. Mereka begitu bergantung kepada pemahaman umum dari dunia ini. Belajar dulu secara resmi, baru bisa punya pengetahuan untuk dinyatakan kepada orang banyak. Karena cara berpikir seperti inilah mereka memandang rendah Petrus dan para rasul. Tuhan hanya memakai kaum elite, demikian mungkin yang mereka pikirkan. Tuhan bekerja melalui spiritual elitists, kaum elite secara spiritual. Tuhan tidak mungkin pakai orang rendahan seperti para rasul ini. Siapakah mereka? Nelayan yang tidak terpelajar? Apa yang mereka ketahui tentang jalan Tuhan? Tetapi ternyata mereka melakukan apa yang para elite terpelajar itu tidak pernah lakukan. Tangan Tuhan yang berkuasa memilih untuk menyertai murid-murid Yesus yang sederhana ini dan meninggalkan para pemimpin agama. Para imam dan petinggi itu adalah kelompok yang terhormat, tetapi tanpa kuasa Tuhan yang menyertai, mereka hanya bisa iri, kritik, bungkam, fitnah orang-orang yang Tuhan pakai. Mereka sendiri tidak sanggup kerjakan apa pun. Mereka hanya tahu kritik dan marah! Kasihan sekali orang-orang seperti ini. Tuhan tidak konfirmasi pelayanan mereka dengan kuasa dan penyertaan-Nya, tetapi mereka mengkritik dan fitnah orang-orang yang jelas-jelas dipimpin oleh tangan Allah yang berkuasa.
Semakin banyak bukti penyertaan Allah atas para rasul tidak membuat mereka bertobat. Sebaliknya, setiap bukti itu justru membuat mereka makin berdosa dengan dendam dan amarah mereka kepada para rasul. Para rasul bukan hanya melakukan mukjizat. Mereka mengkhotbahkan Yesus Kristus dengan kata-kata yang berkuasa. Tetapi baik mukjizat maupun khotbah yang benar dan berkuasa itu tidak menggerakkan mereka untuk bertobat. Apakah khotbah Petrus salah? Apakah dia menyelewengkan kebenaran firman Tuhan? Tidak. Para pemimpin tidak bisa membantah apa yang dikhotbahkan itu. Jadi kalau khotbahnya benar, dan tanda mukjizat Tuhan sudah kerjakan, apa lagi yang masih membuat mereka berani melawan Petrus dan kawan-kawan? Kedegilan hati merekalah yang membuat mereka tetap menolak Petrus dan kawan-kawan. Mereka marah bukan karena mereka benar. Mereka marah justru karena tidak ada jalan untuk mempersalahkan para rasul yang benar itu! Mereka marah karena khotbah Petrus tentang Yesus yang bangkit dari antara orang mati itu. Marah, tetapi tidak bisa bertindak. Mengapa tidak? Karena mereka tahu persis kalau khotbah itu benar. Mereka telah menyembunyikan kebenaran itu beberapa bulan yang lalu dan sekarang mereka menyaksikan bahwa kebenaran tidak bisa ditutup-tutupi untuk seterusnya (Mat. 28:1-15). Bisakah kebenaran dibungkam dengan suap? Tidak mungkin. Sekarang mereka menyaksikan bahwa berita tentang kebangkitan Yesus adalah berita yang tidak tertahankan. Tidak ada yang bisa membelenggu berita ini. Tidak ada abad yang bisa mendiamkan berita ini. Dari abad pertama hingga abad ke-21 semua berusaha membinasakan berita ini, dan tidak satu pun berhasil!
Kegagalan membungkam berita itu dengan suap sekarang diganti dengan ancaman (Kis. 4:16-17). Ancam dengan penjara! Ancam dengan siksa! Ancam dengan kematian! Sejak awal para pemberita Injil itu telah mengalami ancaman demi ancaman. Tidak satu pun pemberita Injil yang tidak merasakan dihadang dan dihalangi oleh dunia ini. Jika ancaman datang, bagaimanakah kita harus menghadapinya? Apakah rasa takut harus mutlak lenyap? Bagaimana jika kita tetap merasa takut? Petrus dan Yohanes merasa takut (Kis. 4:29). Wajar jika mereka takut. Mereka diancam oleh kekuatan yang sama yang telah menyalibkan Yesus Kristus! Ini bukan kekuatan sembarangan. Para pemimpin agama ini sangat berkuasa. Mereka pernah menunjukkan pengaruh mereka kepada orang banyak untuk membuat mereka berteriak: “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Mereka juga pernah menunjukkan pengaruh mereka mendesak seorang gubernur Romawi untuk taat kepada kehendak mereka. Mereka bisa mematikan Yesus dengan hukuman paling kejam di saat popularitas Yesus sedang begitu tinggi di antara orang banyak! Masih berani main-main dengan mereka? Mereka sangat kuat di dalam menggalang massa, di dalam politik, dan di dalam kekuatan mengancam dan menjatuhkan hukuman. Wajar jika Petrus dan Yohanes takut. Tetapi ketakutan mereka bukanlah ketakutan yang tidak beriman. Sebab walaupun para pemimpin agama ini berhasil mematikan Yesus, mereka tidak sanggup mencegah kebangkitan Yesus! Jika Yesus bangkit dan mengalahkan pengaruh mereka dengan kuasa demikian besar, maka ketakutan yang dialami oleh pengikut-pengikut-Nya harus segera ditundukkan kepada iman akan kebangkitan-Nya! Engkau pengikut Yesus? Engkau diancam? Engkau terjepit oleh orang-orang yang membenci kekristenan? Engkau menghadapi kuasa dunia ini yang mau membungkam berita Injil? Bolehkah takut? Boleh. Bolehkah hilang pengharapan? Sama sekali tidak boleh! Yesus sudah membungkam kekuatan agama, politik, massa, bahkan alam dengan kebangkitan-Nya. Tidak boleh hilang pengharapan! Yesus yang sudah bangkit, Dialah pengharapan kita untuk mengalami secara mutlak kemenangan atas dunia ini. Lihatlah, Dia sudah mengalahkan dunia (Yoh. 16:33)!
Perhatikan kuasa di dalam jawaban Petrus. “Tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat!” (Kis. 4:20). Ini bukan pamer keberanian. Ini pernyataan ketaatan. Seolah Petrus mengatakan bahwa dia tidak berani melawan para pemimpin itu, tetapi dia lebih tidak berani untuk melawan tugas dari Tuhan Yesus. Petrus bukanlah super hero yang mau adu kekuatan dengan pemimpin agama. Dia adalah seorang hamba yang mau menaati Tuannya, tidak lebih dan tidak kurang. Justru inilah yang membuat jawaban Petrus begitu berkuasa. Kita tidak dipanggil untuk menunjukkan keberanian diri. Kita tidak boleh pamerkan berapa beraninya kita. Kita harus belajar dari Petrus untuk menunjukkan ketaatan. “Saya tidak berani melawanmu, tuanku yang mulia, tetapi saya lebih tidak berani untuk melawan Tuhan Yesus. Saya tidak bisa, tidak mampu, tidak berani, dan tidak ingin melawan Dia, maka terpaksa saya harus melawan kamu!” Bandingkan jawaban ini dengan demo-demo pamer kekuatan yang sering kita saksikan. Petrus menunjukkan ketaatan, bukan keperkasaannya, tetapi justru karena itulah jawabannya menjadi jawaban yang sangat berkuasa.
Untuk direnungkan:
Apakah kita orang Kristen yang hidup sekian lama menjadi Kristen tetapi tidak pernah merasa perlu bergantung kepada kuasa Tuhan? Mari bertobat dari cara hidup yang sia-sia seperti ini. Roh Kudus memimpin kita bukan supaya kita hidup datar dan mengabaikan Tuhan! Ketika perasaan bergantung kepada Allah telah meninggalkan orang-orang Kristen, pada saat itulah dunia ini menjadi tempat bergantung kita. Kita takut akan dunia karena bergantung kepada dunia. Tawaran dunia, seperti uang, menjadi tuan yang menguasai seluruh hidup kita dan kita tidak bisa tidak menaatinya lagi. Penguasa dan orang-orang penting di dunia menjadi begitu menggentarkan kita. Kita tidak punya pendirian teguh karena penuh perasaan harus bergantung kepada manusia. Sifat seperti ini membuat kita tidak takut Tuhan dan takut akan manusia segera merasuki kehidupan rohani kita. Berdoa supaya kita tidak perlu mengalami keadaan seperti ini. Berdoa supaya Tuhan memimpin kita dan kita bergantung kepada Dia. Hanya dengan kebergantungan seperti inilah orang-orang Kristen sepanjang zaman memiliki keberanian untuk memandang mata para penguasa dunia ini dan berkata, “Aku tidak bisa takut kepadamu. Aku harus lebih takut kepada Tuhanku! Aku harus menaati Dia.”