Devotion from Kisah Rasul 15:1-11
Setelah melihat pekerjaan Tuhan memanggil bangsa-bangsa non Yahudi, terjadi sukacita besar di tengah-tengah orang-orang Yahudi pengikut Yesus. Tetapi beberapa golongan diantara mereka mengusulkan untuk adanya upacara penerimaan mereka menjadi Yahudi supaya mereka bisa dianggap sebagai pengikut Yesus yang sah. Di dalam pandangan orang-orang ini, mengikut Yesus adalah panggilan seorang Yahudi sejati karena Yesus adalah Mesias orang Yahudi. Itulah sebabnya mereka beranggapan jika orang-orang non Yahudi ingin menjadi pengikut Mesias orang Yahudi, mereka harus dijadikan petobat Yahudi terlebih dahulu. Inilah yang dilawan dengan sangat oleh Paulus dan Barnabas. Bagaimana mungkin penerimaan mereka diragukan jika Tuhan sendiri telah menerima mereka? Apalagi kalimat yang mengatakan bahwa untuk orang-orang non Yahudi diselamatkan, mereka perlu disunat terlebih dahulu (ay. 1). Peraturan dan cara hidup setelah diselamatkan tidak boleh dijadikan peraturan dan cara hidup sebagai syarat untuk diselamatkan. Keselamatan adalah karena anugerah dan kebaikan Tuhan saja. Tidak ada apa pun yang bisa ditambahkan untuk menjadikan kita selamat. Tuhan memilih Abraham, bukan sebaliknya. Tuhan menyatakan Abraham benar karena percaya janji-Nya. Tuhan tidak menunggu Abraham menjadi orang benar dulu baru memberikan janji-Nya. Urutan yang telah dengan jelas dinyatakan oleh Tuhan sekarang diputarbalikkan karena ketidakmengertian orang-orang Yahudi.
Karena perdebatan yang sangat tajam, maka mereka merasa perlu datang ke Yerusalem dan memutuskan perkara ini bersama-sama dengan para rasul yang lain. Perkara ini harus diselesaikan bersama, bukan berdasarkan keputusan individu. Gereja pertama menetapkan perkara berdasarkan hikmat bersama para pemimpin yang mau tunduk kepada Kitab Suci. Jika gereja mempunyai pemimpin-pemimpin yang tidak mau berdiskusi dan saling mau menang sendiri, gereja itu akan hancur. Jika gereja mempunyai pemimpin-pemimpin yang mau berdiskusi tetapi tidak mempunyai hikmat, maka gereja itu juga akan hancur. Jika para pemimpin mau saling berdiskusi, memiliki hikmat, tetapi tidak mempunyai ketaatan kepada Kitab Suci, maka gereja itu tetap akan hancur, karena tidak ada hikmat sejati bisa muncul jika tidak ada ketaatan kepada firman Allah di dalam Kitab Suci. Jika para pemimpin mau berdiskusi; berpikir, berbicara, dan bertindak dengan hikmat; dan mau tunduk kepada otoritas Alkitab, maka gereja itu pasti akan diberkati dan menjadi berkat dengan limpah. Para rasul adalah para pemimpin yang berhikmat, tetapi tidak mau memutuskan segala sesuatu sewenang-wenang dan menurut keinginan sendiri. Mereka tetap mau berdiskusi dan membicarakan hal-hal yang perlu diputuskan satu dengan lain. Kita juga akan melihat di dalam ayat 15-19 para rasul dengan rela tunduk kepada Alkitab sebagai otoritas tertinggi mereka. Itulah sebabnya perkara mengenai sunat dan tata cara Musa harus diputuskan bersama dengan para rasul di Yerusalem.
Di dalam ayat 3 ada suatu kisah yang sangat indah. Orang-orang Fenisia dan Samaria mendengar berita tentang pertobatan orang-orang dari bangsa-bangsa lain dan itu sangat membuat mereka sukacita. Mereka menyadari bahwa Tuhan sedang bekerja memenangkan kembali seluruh dunia ini bagi kemuliaan nama-Nya. Berita ini diterima dengan baik oleh orang-orang yang dahulu sering dianggap sebagai orang luar oleh orang-orang Yahudi. Mereka yang pernah mengalami disingkirkan atau tidak dianggap, mereka inilah yang lebih peka memahami kasih karunia Tuhan bagi orang-orang non Yahudi.
Setelah sampai di Yerusalem, Paulus dan Barnabas menceritakan tentang pekerjaan Tuhan yang mempertobatkan bangsa-bangsa lain secara besar. Tetapi muncul tentangan dari orang-orang Kristen berlatar belakang golongan Farisi. Mereka dengan tegas menyatakan bahwa orang non Yahudi musti disunat dan dijadikan petobat ke dalam agama Yahudi dulu. Di dalam ayat 6 dan7 dikatakan bahwa mereka terus mendiskusikan hal ini hingga saatnya diambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Petrus berdiri dan menyatakan satu hal yang sangat penting, yaitu bahwa penerimaan bangsa-bangsa kafir itu dilakukan oleh Tuhan dengan tanda-tanda yang diberikan dengan jelas dari Tuhan. Jika Tuhan yang sudah menerima mereka, mengapa harus ada yang mempertanyakan status mereka di dalam Tuhan hanya karena mereka tidak termasuk golongan tidak bersunat? Jika Abraham saja dibenarkan sebelum dia bersunat (Kej. 15:6; 17:10), mengapa harus mempermasalahkan status orang-orang non Yahudi hanya karena mereka tidak bersunat? Petrus mengingatkan bahwa Kornelius, orang non Yahudi, telah menerima Roh Kudus sama seperti para murid di Yerusalem (Kis. 15:8-9; 11:15). Tuhan tidak membedakan siapa yang Dia pilih dan Dia anugerahkan Roh Kudus-Nya. Dan jika Tuhan telah mengaruniakan Roh Kudus dengan begitu limpah, bagaimana mungkin ada orang yang masih mempertanyakan keadaan orang yang telah menerima Kristus itu?
Untuk direnungkan:
Begitu sering manusia menilai manusia lain berdasarkan standar ukuran yang sembarangan. Jika kita masih menilai orang lain berdasarkan hal yang sembarangan, itu hanya membuktikan bahwa kita adalah orang-orang yang hidup berdasarkan nilai hidup yang sembarangan juga. Apakah penerimaan (atau penolakan) kita terhadap orang lain adalah penerimaan (atau penolakan) yang tepat? Jika kita menilai orang lain berdasarkan penilaian sempit, berarti kita mempunyai hati dan cara pandang yang sempit juga, dan ini perlu pertobatan. Kitab Kisah Rasul mengajarkan bagaimana gereja mula-mula bergumul untuk menerima orang-orang yang berbeda dengan mereka. Tetapi Tuhan memaksa mereka untuk menerima orang-orang yang berbeda ini dengan satu pengertian, yaitu bahwa Tuhan sudah menerima orang-orang yang berbeda ini. Tuhan sudah menjadikan mereka milik-Nya, maka kita harus belajar untuk menerima fakta ini dan menjadikan mereka saudara-saudara seiman kita. Tidak ada hati dan cara pandang lebih sempit daripada cara pandang dan hati orang yang membedakan orang lain berdasarkan ras, suku, posisi, dan harta. Tetapi orang yang mempunyai keluasan hati akan menerima orang lain sesuai dengan penerimaan Tuhan. Tuhan menerima bangsa-bangsa lain dan menyatakan anugerah-Nya bagi bangsa-bangsa lain dengan begitu limpah, tetapi juga mengingatkan bangsa-bangsa lain itu bahwa Dia berhak membuang siapa pun yang Dia ingin buang (Rm. 11:21-22). Mengapa Dia berhak? Dia berhak karena Dia adalah Allah yang penuh hikmat dan penilaian-Nya tidak mungkin salah. Allah yang Mahatahu juga adalah Allah yang penuh hikmat dan kuasa. Karena Dia berkuasa maka Dia bisa melakukan apa pun yang Dia mau. Tetapi Dia juga Mahatahu, maka Dia melakukan segala yang Dia mau dengan tepat dan akurat. Dia juga penuh hikmat, maka Dia melakukan segala yang Dia mau dengan tepat dan penuh bijaksana. Itulah sebabnya kita yang tidak mahatahu, tidak punya kuasa apa pun, dan tidak memiliki hikmat yang sempurna, biarlah kita belajar menundukkan penilaian kita kepada Dia yang Mahatahu, Mahakuasa, dan Mahabijaksana.
Mulai hari ini mari kita belajar untuk menilai orang berdasarkan cara Allah menilai orang lain. Kita harus melihat bahwa Allah adalah Allah yang bermurah hati kepada orang-orang berdosa yang tidak layak. Allah mengasihi mereka. Allah yang begitu panjang sabar dan murah hati memberikan kemurahan-Nya kepada siapa yang Dia mau. Dan ketika Dia sudah memanggil orang-orang yang diberi kemurahan ini, kita tidak dipanggil untuk memberikan pembedaan kepada mereka dengan pembedaan yang Tuhan sendiri tidak lakukan. Ini tidak berarti kita tidak boleh menilai orang lain berdasarkan benar atau salahnya tindakan mereka. Kita tetap harus membedakan mana hal yang pantas dan mana yang tidak; mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi kita tidak berhak menilai apakah seseorang itu pantas diterima oleh Tuhan atau tidak. Kita semua tidak ada yang pantas diterima jika bukan karena kemurahan-Nya.