ladang yang siap dituai

Devotion from Yohanes 4:27-42
Setelah mendengar Yesus berkata bahwa Dialah Sang Mesias itu, segera perempuan Samaria itu meninggalkan tempayannya dan pergi ke kotanya. Dia segera menjadi saksi yang mengabarkan kedatangan Sang Mesias. Dia bersaksi kepada para penduduk kota dengan mengatakan, “…ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.” Segala sesuatu? Bukankah Yesus hanya mengungkapkan bahwa dia sudah mempunyai lima suami dan sekarang sedang tinggal bersama dengan seorang laki-laki tanpa dijadikan istri olehnya? Tetapi perempuan ini mengatakan sesuatu sesuai dengan pemahaman orang-orang sekotanya tentang Sang Mesias, yaitu bahwa Sang Mesias itu akan menyatakan segala sesuatu (ay. 25). Ternyata pemahaman di ayat 25 tersebut adalah sesuatu yang diketahui seluruh kota. Bahkan seluruh kota bergumul tentang hal itu. Bukan hanya sang perempuan, tetapi seluruh kota! Bagaimana mungkin dengan kalimat seperti ini, yaitu “dia menyatakan segala sesuatu yang telah kuperbuat” bisa menarik seluruh kota untuk datang kepada Yesus? Perempuan itu mengatakan lagi “…mungkinkah Dia Sang Mesias itu?” dan itu ternyata cukup untuk membuat seluruh kota datang kepada Yesus. Mungkinkah ini berarti seluruh kota juga tengah menanti-nantikan Mesias datang? Sangat mungkin! Itulah yang menyebabkan kalimat dari sang perempuan ini menjadi begitu kuat. Kalimat Injil sangat berkuasa, tetapi keberdosaan manusia sering kali menutup pikiran manusia dari memahami kuasa tersebut. Tetapi jika Tuhan beranugerah, manusia akan dibukakan sehingga memahami kuasa Injil tersebut. Orang-orang di kota Sikhar itu sudah sangat menanti-nantikan Sang Mesias. Tuhan menggerakkan hati mereka sehingga pembahasan tentang siapakah Mesias, juga kerinduan menantikan datangnya Dia telah menjadi kebiasaan orang-orang di kota itu. Ternyata inilah sebabnya Tuhan Yesus harus melintasi daerah ini (ay. 4). Tuhan sudah lama menggerakkan orang-orang sekota itu untuk menantikan Sang Mesias. Betapa indah cara Tuhan bekerja. Tanpa diketahui oleh orang-orang di Yudea, Tuhan telah mempersiapkan sebuah kota di Samaria untuk menerima Sang Juru Selamat. Yerusalem menentang, Yudea menolak, tetapi Sikhar di Samaria justru menerima.
Setelah perempuan itu pergi, para murid, yang telah tiba juga di tempat itu ketika Yesus masih berbicara dengan perempuan Samaria itu, memberikan makanan dan menawarkan Yesus untuk makan. Di ayat 32 Yesus menjawab mereka dengan kalimat yang sulit dipahami para murid. Yesus mengatakan bahwa Dia telah memiliki makanan yang tidak dikenal oleh murid-murid-Nya. Sama seperti perempuan Samaria tidak memahami arti “air” dan “minum” di dalam perkataan Yesus, demikian juga para murid tidak memahami arti “makanan” dan “makan” di dalam perkataan Yesus. Yesus memberikan air yang akan menjadi mata air di dalam kehidupan manusia. Yesus juga memiliki makanan yang akan menyenangkan dan mengenyangkan rohani manusia, yaitu menjalankan kehendak Allah, Bapa-Nya di surga. Mengapa Yesus menggambarkan hal ini dengan makan? Apakah sisi yang sama dari menjalankan kehendak Allah, dengan makan? Di dalam budaya Yahudi, makan bukan sekadar usaha memperoleh tenaga dan pertumbuhan. Makan berkait dengan kesenangan dan menikmati pemeliharaan Tuhan. Makan berkait dengan pesta, kesenangan, dan kenikmatan di dalam pemeliharaan Tuhan dan di dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama. Itu sebabnya kondisi ketika Tuhan datang kembali juga diidentikkan dengan “makan bersama” (Mat. 8:11). Tuhan Yesus mengatakan bahwa menjalankan kehendak Bapa-Nya dan mengerjakan pekerjaan Bapa di surga adalah makan-Nya, karena menjalankan kehendak Bapa dan mengerjakan pekerjaan Bapa adalah hal yang penuh bahagia, menyatakan pemeliharaan Tuhan, dan penuh dengan perayaan sukacita. Sukacita yang tidak akan hilang meskipun salib adalah tujuannya. Yesus Kristus menjalankan kehendak Bapa-Nya di surga sampai Dia mati di kayu salib oleh kehendak Bapa. Ini tentunya membawa begitu banyak penderitaan. Bagaimana mungkin dihina, disiksa, hingga mati di kayu salib adalah hal yang penuh sukacita? Karena hal itu adalah yang dikehendaki Bapa-Nya di surga. Tuhan Yesus tidak mengatakan menderita membawa sukacita. Dia mengatakan bahwa menggenapi kehendak Bapa di surga membawa sukacita, walaupun harus dijalani dengan penderitaan, salib, bahkan kematian!
Sukacita melakukan kehendak Bapa juga muncul karena Bapa telah mempersiapkan pekerjaan-Nya, sebagaimana yang terjadi di Sikhar. Bapa di surga telah mempersiapkan orang-orang di kota itu terlebih dahulu. Mereka telah mulai mempelajari pengertian tentang siapakah Mesias. Mereka juga telah mulai menyadari bahwa mereka memerlukan Sang Mesias untuk memperbarui Israel. Mereka mulai menanti-nantikan kedatangan Sang Mesias. Jika tidak demikian, bagaimana mungkin kalimat dari perempuan yang dikucilkan oleh kota tersebut bisa menggerakkan seluruh kota datang kepada Yesus? Inilah sukacita melakukan kehendak Allah. Allah yang bekerja, dan kita menuai apa yang tidak kita tabur. Dalam ayat 37, Yesus mengutip perkataan yang sering dikatakan orang pada zaman itu, yaitu dia yang menabur tidak tentu akan menuai (yang seorang menabur, tetapi yang lain yang menuai). Ini berarti dia yang menabur tidak selalu melihat hasil tuaian dari apa yang dia tabur. Siapa yang bekerja keras menabur belum tentu menikmati kesenangan menuai. Tetapi Tuhan Yesus membalikkan makna peribahasa ini. Peribahasa yang sama (yaitu yang seorang menabur, yang lain menuai), tetapi para murid sekarang menjadi yang menuai. Tuhan telah banyak mempersiapkan pekerjaan-Nya tanpa disadari. Ada orang-orang yang telah mulai Tuhan gerakkan untuk datang kepada Dia. Tidak ada yang bisa memaksakan waktu Tuhan tiba. Tetapi juga tidak ada yang bisa mencegah ketika waktu-Nya tiba. Murid-murid mengalami hal yang sangat luar biasa karena sekarang adalah waktu penuaian di Sikhar ini. Seluruh kota telah disiapkan oleh Tuhan. Pekerjaan Tuhan melibatkan banyak hal, termasuk pekerjaan seorang saksi, yaitu perempuan Samaria itu. Tetapi pekerjaan Tuhan berujung pada pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Juru Selamat dunia (ay. 42). Pekerjaan Tuhan mempertobatkan banyak orang untuk mengakui dan menaati Yesus Kristus sebagai Sang Mesias telah dimulai dan akan digenapi dengan limpah.
Tetapi apakah ini berarti hanya mereka yang melihat hasil dari pekerjaan Tuhan ini yang bersukacita? Hanya penuai yang bersukacita? Tidak. Di dalam ayat 36 dikatakan, ketika waktu Tuhan tiba, dan banyak pertobatan terjadi, maka yang bersukacita adalah penabur dan penuai. Keduanya bersukacita ketika saat penuaian tiba. Di dalam Yohanes 8:56, Yesus mengatakan bahwa Abraham bersukacita ketika melihat hari Yesus Kristus digenapi. Abraham telah menabur. Dia meninggalkan kota tempat keluarganya berada. Dia tinggal di dalam kemah. Dia mengalami berbagai kesulitan karena harus tinggal sebagai pendatang di tanah Kanaan. Tetapi dia bertekun melakukan itu karena ada janji Tuhan. Janji bahwa keturunannya akan mewarisi tanah ini dan memberkati bangsa-bangsa (Kej. 15:18, 22:18). Kapankah janji itu digenapi? Ketika Kristus datang ke dunia ini (Gal. 3:16). Jika demikian, saat penuaian bagi janji Abraham itu digenapi ketika Kristus datang ke dunia, dan saat itulah Abraham bersukacita. Dia bersukacita di surga untuk penggenapan janji di bumi!
Mari kita mengerjakan pekerjaan bagi Tuhan! Mari menggenapi kehendak-Nya! Mari teladani Yesus dengan menjadikan menjalankan kehendak Allah adalah makanan sehari-hari! Seperti yang Yesus katakan: entah kita melihat hasil yang besar dari pekerjaan itu ataupun belum, entah kita menjadi penabur yang belum (bahkan tidak pernah) melihat hasilnya di dalam hidup kita, ataupun kita menjadi penuai yang melihat hasil pekerjaan banyak orang sebelumnya menjadi penuh pada waktu tiba giliran kita bekerja, yang mana pun kita, kita akan penuh dengan sukacita. Penabur dan penuai bersukacita untuk pertobatan seluruh kota Sikhar. Siapakah penaburnya? Yesus tidak memberitahu. Tetapi baik penabur, maupun para murid yang menuai dengan melihat hasil pertobatan itu, keduanya bersukacita melihat pertobatan besar terjadi.