Devotion from Yohanes 9:18-25
Mukjizat Yesus yang menyembuhkan orang terlahir buta itu menyebabkan kontroversi di tengah-tengah orang-orang Yahudi. Mereka bersidang untuk memutuskan apakah Yesus pelanggar Taurat atau tidak. Mengapa tindakan Yesus menyembuhkan orang buta itu dianggap sebagai sesuatu yang dapat melanggar Taurat? Karena dengan melakukan hal itu, Yesus melanggar keharusan beristirahat di hari Sabat. Bahkan Yesus membuat adukan dari tanah, yang dilarang untuk dilakukan di hari Sabat, menurut orang-orang Yahudi pada waktu itu. Mereka tidak lagi melihat apa pekerjaan yang Yesus kerjakan. Mereka menjadi begitu picik sehingga mereka tidak sadar bahwa pekerjaan Yesus sebenarnya mengungkapkan siapa Dia. Mereka bahkan gagal melihat apa yang Yesus kerjakan sebagai tindakan belas kasihan yang sangat baik. Mereka tahu bahwa menyembuhkan orang itu baik, tetapi kegigihan mereka membela tradisi mereka dengan cara yang sempit menyebabkan mereka menjadi picik dan jahat.
Maka mereka pun memutuskan untuk mengadili perbuatan Yesus ini. Mereka bersiap untuk memutuskan apakah Yesus bersalah atau tidak, dan mereka berniat untuk melakukan ini tanpa memberikan kesempatan kepada Yesus untuk berbicara atau membela diri. Mereka mengundang orang buta yang telah sembuh itu, orang-orang yang mengenal dia, dan juga orang tuanya, tetapi mereka tidak mengundang Yesus. Yesus akan dihakimi tanpa diberi kesempatan membela diri atau bahkan berbicara (Yoh. 7:51). Mereka menginterogasi orang buta itu, orang tuanya, orang-orang yang mengenal dia, dengan satu tujuan, yaitu membuktikan bahwa Yesus adalah pelanggar Sabat! Hasil sudah mereka tetapkan, dan sekarang mereka berusaha membuktikan hasil itu dengan cara apa pun. Penghakiman yang korup seperti inilah yang nantinya akan menyebabkan Yesus dijatuhi hukuman mati.
Salah satu bukti bahwa mereka telah memutuskan hasil dari pengadilan ini adalah kesepakatan yang mereka buat untuk mengucilkan siapa pun yang mengakui bahwa Yesus adalah Mesias (ay. 22). Jadi, jika hanya ada dua pilihan tentang siapakah Yesus, yaitu apakah Dia Mesias atau pelanggar Sabat, dan siapa pun yang mengakui Dia sebagai Mesias akan dikucilkan, maka hasil dari penyelidikan pengadilan itu akan diarahkan untuk membuktikan Yesus adalah pelanggar Sabat. Tetapi tidak demikian bagi orang buta yang disembuhkan itu. Dia mengakui Yesus sebagai nabi. Dia terus berfokus kepada apa yang Yesus kerjakan. Yesus telah membuat dia bisa melihat, tidak mungkin Yesus melanggar Sabat dengan melakukan perbuatan yang menandakan Dia adalah Sang Mesias. Bukankah buta dan menjadi celik sangat berkait dengan janji pemulihan yang Tuhan berikan kepada Israel? Israel tadinya buta, tetapi akan kembali melihat (Yer. 5:21; Yes. 29:18), bukankah itu tanda yang luar biasa? Siapakah yang sanggup menggenapi janji Tuhan ini selain Sang Mesias? Demikianlah cara orang buta yang disembuhkan ini berpikir. Yesus adalah yang diperkenan oleh Allah sehingga Dia bisa mengerjakan mukjizat yang sangat bersifat simbolik ini. Dua cara pandang yang sangat berbeda: Cara pandang yang buta dari orang-orang Farisi dan cara pandang yang jelas melihat janji Allah di dalam diri orang buta yang disembuhkan itu.
Untuk direnungkan:
Tidak ada seorang pun yang dapat melihat pekerjaan Allah jika dia dikuasai oleh kebencian dan dosa. Tidak ada seorang pun akan melihat janji Allah digenapi jika dia hidup di dalam kesempitan. Tidak ada kemungkinan melihat Tuhan bekerja jika kita melihatnya tanpa adanya belas kasihan, tanpa adanya kerendahan hati untuk dikoreksi oleh Tuhan, dan tanpa adanya kerelaan dipimpin oleh Tuhan. Dosa kecemaran dan hawa nafsu merupakan dosa yang sangat buruk, tetapi ternyata dosa kesombongan bahkan lebih buruk lagi. Tidak ada obat lagi bagi orang-orang yang sombong secara rohani. Orang-orang Farisi ini sombong secara rohani karena mereka tidak melihat perlunya pertobatan. Mereka tidak melihat perlunya meruntuhkan kemegahan yang dicari bagi diri sendiri. Tanpa adanya kerelaan untuk dikosongkan dan direndahkan, seseorang akan terus dibutakan oleh usaha mengejar kemuliaan bagi diri sendiri. Karena kesombongan itulah mereka membenci Yesus. Karena benci itulah mereka gagal berpikir adil. Karena kegagalan itulah mereka memanipulasi hukum, bahkan memanipulasi Taurat Tuhan. Dan lebih celaka lagi, karena kebencian itulah mereka tidak melihat janji Tuhan sedang digenapi. Mereka menjadi buta! Kebutaan rohani inilah yang menyebabkan mereka tidak akan pernah melihat Kerajaan Allah dinyatakan. Janji Tuhan yang telah dinantikan nenek moyang mereka selama ratusan tahun lewat begitu saja tanpa mereka sadari.
Tidak ada seorang pun yang dapat melihat pekerjaan Allah jika dia dikuasai oleh kebencian dan dosa. Tidak ada seorang pun akan melihat janji Allah digenapi jika dia hidup di dalam kesempitan. Tidak ada kemungkinan melihat Tuhan bekerja jika kita melihatnya tanpa adanya belas kasihan, tanpa adanya kerendahan hati untuk dikoreksi oleh Tuhan, dan tanpa adanya kerelaan dipimpin oleh Tuhan. Dosa kecemaran dan hawa nafsu merupakan dosa yang sangat buruk, tetapi ternyata dosa kesombongan bahkan lebih buruk lagi. Tidak ada obat lagi bagi orang-orang yang sombong secara rohani. Orang-orang Farisi ini sombong secara rohani karena mereka tidak melihat perlunya pertobatan. Mereka tidak melihat perlunya meruntuhkan kemegahan yang dicari bagi diri sendiri. Tanpa adanya kerelaan untuk dikosongkan dan direndahkan, seseorang akan terus dibutakan oleh usaha mengejar kemuliaan bagi diri sendiri. Karena kesombongan itulah mereka membenci Yesus. Karena benci itulah mereka gagal berpikir adil. Karena kegagalan itulah mereka memanipulasi hukum, bahkan memanipulasi Taurat Tuhan. Dan lebih celaka lagi, karena kebencian itulah mereka tidak melihat janji Tuhan sedang digenapi. Mereka menjadi buta! Kebutaan rohani inilah yang menyebabkan mereka tidak akan pernah melihat Kerajaan Allah dinyatakan. Janji Tuhan yang telah dinantikan nenek moyang mereka selama ratusan tahun lewat begitu saja tanpa mereka sadari.
Tetapi orang-orang Farisi ini ditulis oleh Yohanes di dalam Kitab ini untuk menjadi cermin bagi spiritualitas kita. Jangan-jangan kita sama butanya dengan mereka secara spiritual. Mungkin kita bukan pemimpin agama yang picik, tetapi jangan anggap bahwa kita tidak mungkin menjadi jemaat awam yang picik. Mungkin kita tidak pernah merencanakan untuk memanipulasi hukum demi memuaskan kebencian kita kepada orang lain, tetapi mungkin kita mempunyai kebencian yang cukup untuk membuat janji Tuhan terlewatkan tanpa kita sadari. Jika janji Tuhan dinyatakan bersamaan dengan teguran yang mengoreksi kita, bisakah kita menerimanya? Jika Tuhan berseru dengan keras menghardik dosa kita, bisakah kita dengan rendah hati mematikan kesombongan hati kita dan menerima dengan lemah lembut hardikan itu? Jika Tuhan membongkar kepalsuan hidup kita, kebobrokan kita, kesombongan kita, yang manakah yang kita pilih? Kebenaran atau wibawa kita? Firman atau ego kita? Janji Tuhan atau nama kita di depan jemaat Tuhan? Pikirkanlah ini baik-baik. Kita mewarisi kesombongan orang-orang Farisi dan pemimpin-pemimpin Yahudi ini. Memang benar kita tidak mungkin menunjukkan kebencian kepada Tuhan. Orang-orang Farisi ini juga tidak pernah menunjukkan kebencian seperti itu, tetapi mereka membenci Yesus, Sang Anak Allah. Dia yang menyatakan kehadiran Allah dengan sempurna dibenci oleh mereka. Ini adalah bukti tak terbantahkan bahwa mereka membenci Allah. Mereka membenci Allah melalui Utusan-Nya yang berbicara atas nama Allah. Demikian juga kita, kita akan membenci hamba Tuhan atau rekan aktivis, pengurus, dan sesama jemaat yang Tuhan pakai untuk menegur kita. Tetapi ingat satu hal, yaitu bahwa Tuhan menyatakan janji-Nya, pernyataan tentang siapa Dia, dan bahkan juga kemuliaan-Nya bersama dengan teguran keras-Nya itu. Menolak yang satu berarti kita akan gagal menangkap yang lain.
Doa:
Ya Tuhan, biarlah firman-Mu saya terima dengan sepenuh hati apa pun harga yang harus dibayar. Jika firman-Mu harus dibayar dengan hilangnya kemuliaan diri, biarlah kemuliaan diri saya hilang, ya Tuhan, karena sebenarnya tidak ada apa pun yang mulia dari diri saya. Jika firman-Mu harus dibayar dengan kerelaan ditegur, dikoreksi, dan diubahkan oleh Tuhan, biarlah itu terjadi. Celakalah saya jika saya kehilangan momen ketika Tuhan sedang menyatakan diri. Orang-orang Yahudi kehilangan momen itu ketika Kristus Yesus ada bersama-sama dengan mereka. Saya pun bisa kehilangan momen itu saat ini, yaitu saat Roh Kudus ada bersama-sama dengan kami, umat-Mu. Berkati saya, bukan dengan hal-hal yang dapat menumbuhkan kemegahan diri. Berkati saya dengan hati yang rela menaati Tuhan. Biarlah saya menjadi milik Kristus dan meneladani kerendahan hati-Nya.
Ya Tuhan, biarlah firman-Mu saya terima dengan sepenuh hati apa pun harga yang harus dibayar. Jika firman-Mu harus dibayar dengan hilangnya kemuliaan diri, biarlah kemuliaan diri saya hilang, ya Tuhan, karena sebenarnya tidak ada apa pun yang mulia dari diri saya. Jika firman-Mu harus dibayar dengan kerelaan ditegur, dikoreksi, dan diubahkan oleh Tuhan, biarlah itu terjadi. Celakalah saya jika saya kehilangan momen ketika Tuhan sedang menyatakan diri. Orang-orang Yahudi kehilangan momen itu ketika Kristus Yesus ada bersama-sama dengan mereka. Saya pun bisa kehilangan momen itu saat ini, yaitu saat Roh Kudus ada bersama-sama dengan kami, umat-Mu. Berkati saya, bukan dengan hal-hal yang dapat menumbuhkan kemegahan diri. Berkati saya dengan hati yang rela menaati Tuhan. Biarlah saya menjadi milik Kristus dan meneladani kerendahan hati-Nya.