Devotion from Yohanes 11:54-12:8
Setelah para pemimpin agama sepakat mau membunuh Dia, Yesus Kristus tidak lagi berkhotbah di depan orang banyak. Dia menyingkirkan diri ke daerah dekat padang gurun. Dia menghindarkan diri-Nya dari kematian karena waktu-Nya untuk mati belum tiba. Tetapi, ketika waktunya telah genap, Yesus akan pergi ke Yerusalem, ditangkap oleh para tua-tua Israel, diadili, dan dimatikan di atas kayu salib. Dia tidak melarikan diri dari rencana Bapa-Nya di surga jika waktu-Nya telah tiba. Kepekaan terhadap waktu Tuhan sangat penting. Yesus tidak hanya diutus untuk mati di atas kayu salib. Dia harus mati di dalam waktu yang tepat. Seluruh Perjanjian Lama membangun theologi tentang kematian Sang Mesias dengan jalinan yang akan memuncak pada peristiwa kematian Yesus. Kematian Yesus bukanlah hanya salah satu peristiwa heroik yang pernah terjadi di dalam sejarah sebuah bangsa. Kematian Yesus juga bukanlah hanya salah satu korban ketidakadilan dari pemerintah yang tidak tegas, dimanfaatkan oleh petinggi agama dan massa. Kematian Yesus bukanlah salah satu kematian orang besar yang pernah terjadi di dalam sejarah. Kematian Yesus adalah yang menyebabkan sejarah menjadi bermakna. Tanpa ada umat yang dipanggil Tuhan, sejarah manusia tidak berguna. Tanpa ada penebusan, tidak mungkin ada pemanggilan umat Tuhan. Maka Perjanjian Lama telah memberikan narasi mengenai Sang Juru Selamat yang harus mati. Narasi di dalam Taman Eden ketika Tuhan menjanjikan keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular, kisah Abraham yang harus membawa anaknya yang satu-satunya ke atas bukit untuk dikorbankan bagi Tuhan, kisah Yakub yang melihat tangga ke surga, kisah Musa memerintahkan orang Israel untuk menyembelih domba dan kambing agar anak-anak sulung mereka selamat, kisah pengorbanan Sang Imam Besar di Kemah Suci Israel, kisah mengenai hari-hari raya dan persiapan pengudusan untuk merayakannya, nubuat para nabi tentang hamba yang menderita, seruan pemazmur tentang derita orang benar yang diancam kematian, dan begitu banyak kisah lain yang tidak mungkin ditulis semuanya di sini. Seluruh kisah ini terpisah satu dan lainnya, memiliki konteksnya masing-masing, tetapi semuanya dengan indah disatukan di dalam kisah kehidupan dan kematian Yesus. Dengan pengertian ini kita mencoba menyelidiki Yohanes 11:54-12:8.
Di dalam ayat 54 dikatakan bahwa Yesus menyingkir dan mengasingkan diri-Nya ke daerah-daerah padang gurun (ke sebuah kota bernama Efraim). Sang Juru Selamat mengasingkan diri-Nya sebelum masuk ke dalam tugas puncak-Nya. Sementara waktu terus berjalan, dan hari raya Paskah semakin dekat. Apakah di hari raya Paskah Yesus akan terus mengasingkan diri-Nya? Tentu tidak. Paskah kali ini justru menjadi penggenapan hari raya Paskah dengan kematian Yesus Kristus. Dia mengasingkan diri-Nya seperti seekor domba atau kambing yang dipisahkan sebelum kematian yang menyelamatkan anak-anak sulung Israel (Kel. 12:1-14). Dia bukan melarikan diri dari kematian, Dia sedang menyingkir untuk mempersiapkan kematian-Nya.
Kembali ke bacaan hari ini. Ayat 55 mengatakan bahwa banyak orang-orang Yahudi yang mau merayakan Paskah sudah tiba di Yerusalem. Mereka tiba di Yerusalem beberapa hari sebelum perayaan Paskah dengan tujuan membersihkan diri. Mereka melakukan pembasuhan untuk menyucikan diri dari dosa-dosa mereka. Ini merupakan tradisi yang berdasarkan Bilangan 9. Di dalam Bilangan 9:10, orang-orang yang najis karena menyentuh mayat, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan jauh, adalah orang-orang yang tidak berada di dalam keadaan tahir. Jika Paskah merupakan hari raya yang suci, maka tentulah orang-orang yang tidak tahir tidak boleh ikut merayakan. Tetapi Musa mendapat perintah dari Tuhan agar semua orang Israel merayakan Paskah. Maka semua orang, najis ataupun tidak, diundang untuk merayakan Paskah di dalam Bilangan 9. Setelah itu orang Israel membiasakan diri untuk mengadakan penyucian enam hari sebelum Paskah di tempat yang ditentukan oleh Tuhan (Ul. 16:5-6). Itulah sebabnya orang-orang Yahudi berkumpul satu minggu sebelum Paskah untuk melakukan upacara pembasuhan untuk menahirkan diri dan menghapuskan segala kenajisan mereka.
Orang-orang Yahudi yang telah lebih dulu ada di Yerusalem untuk menahirkan diri bertanya-tanya apakah Yesus akan datang ke Yerusalem atau tidak. Ancaman pembunuhan dari para pemimpin agama membuat Yesus belum juga muncul di muka umum lagi. Apakah Dia akan terus bersembunyi? Jika Dia memang Sang Mesias, seharusnya Dia tidak perlu takut ancaman para petinggi agama. Bukankah Allah akan menjaga Dia? Akankah Dia bersembunyi terus? Tetapi ternyata Yesus Kristus tidak bersembunyi. Dia menanti waktu yang tepat untuk kembali muncul di depan umum di Yerusalem. Kemunculan yang akan membuat orang-orang Yahudi mencari Dia, menangkap Dia, dan membunuh Dia. Namun sebelum waktu itu tiba, Dia terlebih dahulu harus diurapi dengan minyak oleh Maria. Ini perbandingan yang luar biasa. Orang-orang Yahudi di Yerusalem datang lebih awal untuk membasuh diri, sedangkan Yesus di Betania untuk diurapi dengan minyak. Meskipun kedua tindakan ini menandakan bahwa orang yang menjalankannya berbagian sebagai umat Tuhan, namun keduanya memiliki kemuliaan yang jauh berbeda. Orang-orang Yahudi di Yerusalem melakukan pembasuhan sebagai penyucian, dari keadaan cemar menjadi suci. Tuhan Yesus diurapi sebagai tanda pekerjaan-Nya sebagai Mesias akan segera dilakukan. Yesus tidak perlu pembasuhan untuk membersihkan dosa. Dia tidak berdosa, bahkan Dialah yang akan membasuh dosa umat-Nya. Tetapi pengurapan yang Dia terima merupakan suatu tanda bahwa Dia menjadi bagian dari umat yang akan ditebus-Nya. Pengurapan yang membuat Yesus menjadi sama dengan umat Tuhan di dalam pembuangan dan akan segera menuju pembuangan puncak, yaitu salib dan kematian.
Tuhan menyatakan tiga keagungan yang sangat besar untuk pengurapan Yesus masuk ke dalam tugas-Nya mengambil posisi umat-Nya di dalam pembuangan. Yang pertama adalah Tuhan memakai pengurapan bukan hanya untuk menyatakan kemuliaan raja yang baru diangkat, tetapi juga untuk menyatakan saat penggenapan tugas Sang Raja yang datang menebus umat-Nya dan persiapan untuk kematian-Nya. Ini bukan urapan yang diterima Salomo, sang anak Daud. Ini melampaui urapan Salomo. Ini adalah urapan yang menyatakan suatu pekerjaan yang genap Tuhan kerjakan melalui Sang Anak Daud untuk membebaskan umat-Nya dengan pengorbanan Sang Anak. Urapan yang menyatakan kasih, kuasa pengampunan, dan kemenangan belas kasihan. Tidak ada hal yang melampaui kemuliaan ini.
Hal yang kedua, Tuhan menyatakan keagungan yang sangat besar dengan mengangkat seorang perempuan sederhana dari keluarga sederhana untuk mengurapi Yesus Kristus. Kemuliaan Allah ada di dalam mengangkat orang sederhana menjadi mulia, orang rendah menjadi penting. Tuhan tidak mengabaikan orang-orang biasa. Tuhan tidak mengabaikan orang-orang hina. Siapakah Maria? Seorang yang tidak penting, tetapi justru dia, bukan imam, bukan nabi, tetapi dia, seorang perempuan sederhana membuka botol minyaknya, menuangkannya dengan hormat di kaki Yesus. Dia tidak menuangkan minyak itu di kepala Yesus. Dia bukan nabi. Dia tidak ingin dianggap sama dengan Samuel yang mengurapi Raja Daud. Dia orang rendah. Dia harus merendahkan dirinya. Dia ingin mengurapi Yesus, tetapi kerendahannya membuat dia hanya bisa mengurapi kaki Yesus. Tetapi walaupun hanya kaki, dia memberi minyak yang terbaik yang sanggup dia beli, dan dia memakai bagian tubuhnya yang paling mulia, rambut, untuk mengurapi dan menyeka kaki Yesus. Betapa indah gambaran dari seorang yang merendahkan diri, merelakan rambutnya untuk membersihkan kaki Sang Juru Selamat, menyadari bahwa kemuliaan-Nya yang besar sedang dinyatakan melalui kerelaan-Nya untuk menjadi hina. Kerelaan yang membuat seorang perempuan saleh rela merendahkan dirinya di hadapan Yesus. Kerendahan hati menjadi kemuliaan yang sangat besar, kemuliaan yang dipancarkan oleh pemahaman akan pengorbanan Kristus.
Hal yang ketiga adalah kemuliaan besar dinyatakan oleh Tuhan di dalam relasi. Sebelum Yesus mati, yang mengurapi Dia dengan pengurapan pengesahan kedudukan-Nya sebagai Raja yang akan menebus umat-Nya adalah orang yang mengenal dan mengasihi Yesus. Maria, seperti juga Marta dan Lazarus, adalah orang-orang yang sangat Yesus kasihi dan yang sangat mengasihi Yesus. Relasi dari sekelompok kecil orang biasa ternyata menjadi relasi di mana Yesus Kristus berbagian di dalamnya. Yesus, sama seperti kita, menikmati pembicaraan sehari-hari dengan mereka, berinteraksi dengan mereka, menikmati kasih mereka kepada-Nya, dan menikmati memberi kasih kepada mereka. Betapa mulianya Tuhan. Dia membuat peristiwa, yang sebenarnya jauh lebih penting daripada peristiwa pengurapan Daud, menjadi peristiwa yang dilakukan dan dinikmati di dalam lingkaran persahabatan yang kecil. Hanya beberapa orang yang hadir, hanya satu orang yang melakukan pengurapan, dan pengurapan itu didasarkan pada kasih. Inilah yang Tuhan sedang ajarkan. Kemuliaan Tuhan ada di dalam interaksi antara sekelompok kecil orang, di dalam percakapan dan relasi sehari-hari, di dalam saling mengasihi antara anggota keluarga, antara lingkaran sahabat yang menjalin persahabatan di dalam keseharian. Tuhan tidak menghina ini, bahkan memakainya untuk mengurapi Sang Mesias untuk mengambil posisi mulia-Nya, yaitu posisi korban yang bersiap mati menggantikan umat pilihan-Nya.