2 Raja-raja 18:17-19:7
2 Tawarikh 32:1-19
Perkataan yang keluar dari mulut seseorang mempunyai kuasa yang besar: perkataan tersebut dapat mendatangkan berkat atau justru menghantar kita kepada kehancuran. Inilah yang terjadi dalam kejatuhan manusia (Kej. 3), di mana Adam dan Hawa diperhadapkan pada dua pilihan besar: percaya dan ikut perkataan Tuhan Allah atau perkataan ular? Percaya kepada perkataan yang benar atau kebohongan yang terdengar sangat manis di telinga dan menarik hati? Kita sebagai orang Kristen juga sering kali diperhadapkan pada pergumulan yang serupa: di tengah banyaknya perkataan yang kita dengar, perkataan siapa yang kita percaya dan kita ikuti dalam hidup ini? Mari kita belajar dari Hizkia, rakyatnya, dan juru minuman Sanherib (raja Asyur).
Pada masa itu, Asyur sedang berjaya dan hanya tinggal beberapa kota saja yang belum ditaklukkannya. Salah satunya termasuk Yerusalem di mana Hizkia beserta rakyatnya tinggal di sana. Sanherib kemudian berencana untuk menghancurkan Yerusalem. Mengetahui akan hal ini, Hizkia berkata kepada rakyatnya untuk jangan takut dan tetap percaya bahwa Allah akan menolong mereka. Suatu ketika, Sanherib mengirimkan juru minumannya untuk memperingatkan Hizkia dan rakyatnya. Ketika sang juru minuman itu tiba di Yerusalem, ia menghasut rakyat agar mereka jangan percaya kepada perkataan Hizkia. Ia memberikan bukti-bukti bahwa tidak ada satu pun allah dari bangsa mana pun yang dapat menolong mereka dari serangan raja Asyur (tentu saja karena allah-allah tersebut adalah allah-allah palsu). Memang benar bahwa bangsa-bangsa lain sudah dihancurkan oleh Asyur. Dengan demikian, rakyat Yerusalem ditempatkan pada situasi yang dilematik: percaya kepada perkataan raja Hizkia yang merupakan janji, ataukah perkataan juru minuman yang menunjuk pada realitas yang telah terjadi, yaitu kemenangan Asyur atas bangsa-bangsa lain?
Jika kita yang menjadi rakyat Yerusalem pada saat itu, apa yang akan kita pilih? Menyerah saja kepada Asyur? Lagi pula mereka juga mengimingi-imingi kesejahteraan (2Raj. 18:31-32). Atau tetap berpegang teguh kepada perkataan raja Hizkia dan janji Tuhan? Kita tahu bahwa pada akhirnya rakyat tetap mempercayakan hidupnya kepada perkataan sang raja dan Tuhan menolong Yerusalem dengan mematikan Sanherib, raja Asyur.
Bagaimana dengan hidup kita di dunia ini? Dunia akan terus berkata-kata dengan menunjukkan realitas dunia yang seolah-olah sesuai dengan perkataan tersebut. Akan tetapi perkataan siapa yang harus kita pegang? Jika jawaban kita adalah perkataan Tuhan, maka pertanyaannya adalah seberapa kenalkah kita dengan Tuhan dan firman-Nya? Jika kita tidak benar-benar mengenal dan berakar pada firman Tuhan, sulit rasanya kita dapat tetap memberikan jawaban di atas ketika kita berada di bawah tekanan yang hebat.
Meskipun terkadang kita sulit melihat penggenapan janji Tuhan, janji ini bukanlah janji kosong. Alkitab telah mencatat janji yang pernah Tuhan berikan kepada umat-Nya, misalnya tentang janji kedatangan Mesias, Yesus Kristus. Bukankah janji tersebut sudah digenapkan? Dengan demikian, kita mempunyai jaminan bahwa Allah yang sama, Allah yang setia akan menggenapi janji-Nya yang masih kita nantikan itu, jika kita tetap berpegang teguh pada firman-Nya.
Peperangan perkataan ini selalu mengikuti kehidupan orang Kristen, maka perkataan siapa yang hari ini kita percaya dan ikuti? Kiranya Roh Kudus yang selalu menolong kita.