ahab dan nabot

Devotion from 1 Raja-raja 21:1-29

Bagian pertama bacaan hari ini mengisahkan tentang Nabot, sang pemilik kebun anggur di samping istana Ahab. Ahab ingin kebun ini karena alasan praktis, yaitu karena kebun ini persis di sebelah istananya. Tetapi Nabot menolak untuk menjual kebun ini untuk alasan tradisi. Dia tidak ingin memberikan warisan dari nenek moyangnya kepada Ahab. Nabot ternyata adalah orang yang berpegang kepada tradisi, sedangkan Ahab hanya melihat kepada keinginan pribadinya. Penolakan dari Nabot ini membuat Ahab merajuk. Dia tidak mau makan dan hanya berbaring di tempat tidurnya. Cara merajuk yang sangat kekanak-kanakan ini membuat kita tahu betapa anehnya Ahab ini. Aneh, tetapi tidak kejam kepada rakyatnya. Dia tidak terpikir untuk memakai kedudukannya sebagai raja untuk menekan Nabot. Meskipun Ahab telah melakukan sekian banyak dosa, tetapi dia tidak pernah tercatat melakukan kekerasan kepada rakyatnya sendiri. Dia adalah penyembah berhala. Dan walaupun perbuatan ini adalah dosa yang sangat besar, bahkan terbesar, tetapi dia tidak pernah membunuh rakyatnya sendiri yang tidak bersalah.

Bagian selanjutnya mengisahkan tentang Izebel. Jika Ahab tidak menggunakan kuasa rajanya, maka Izebel, walaupun dia bukan raja, adalah orang yang terlalu menggunakan kuasa raja yang sebenarnya bukan hak dia. Istri raja ini justru lebih kuat dan lebih memiliki determinasi untuk melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kedudukan raja. Dialah otak kekejaman yang sesungguhnya. Dialah pendosa sejati yang ada di dalam keluarga kerajaan. Maka dikatakan bahwa Izebel merancang plot untuk membunuh Nabot. Dia memerintahkan plot ini dengan menuliskannya ke dalam surat bersegel. Mengapa Izebel bisa mempunyai akses ke materai raja? Mungkin karena memang selama ini dialah yang paling banyak memakainya. Karena Nabot adalah orang yang sangat memegang tradisi, maka Izebel merancang untuk membunuh dia menggunakan peraturan di dalam tradisi Taurat, yaitu siapa yang mengutuk Allah, dia harus mati (Im. 24:10-16). Tetapi Izebel juga tahu bahwa hukuman mati tidak bisa dijalankan kecuali ada dua atau tiga orang saksi yang mendukung. Itulah sebabnya dia meminta dua orang dursila, yang tidak peduli konsekuensi hukuman Tuhan atas tindakan mereka, untuk bersumpah palsu bahwa Nabot telah menghujat Allah dan menghujat raja. Fitnah ini dengan berani dilakukan oleh dua orang itu sehingga Nabot pun dilempari batu hingga mati.

Lalu Izebel pun kembali kepada Ahab dan mengatakan bahwa Nabot telah mati, sehingga kebunnya dapat diambil oleh Ahab. Tetapi tindakan jahat ini, yang dirancang oleh Izebel, dibenci oleh Tuhan. Maka Tuhan pun mengutus Elia untuk memberikan peringatan kepada raja ini. Keputusan Tuhan untuk mengutus Elia dan memberikan peringatan keras kepada Ahab adalah bukti sekali lagi betapa besar kesabaran Tuhan. Walaupun Tuhan sangat marah dan ingin menyingkirkan Dinasti Ahab dari takhta Israel, tetapi Dia tetap rela memberikan peringatan-Nya agar Ahab berbalik dari dosa-dosanya dan bertobat kepada Tuhan. Maka pesan yang sangat keras pun disampaikan oleh Allah melalui Elia. Perjumpaan Elia dengan Ahab untuk kali ke dua diwarnai dengan ucapan panggilan khusus Ahab kepada Elia. Jika di pertemuan pertama Ahab memanggil Elia dengan sebutan: “yang mencelakakan Israel” (1Raj. 18:17), maka kali ini sebutan Ahab adalah: “musuhku”. Perkataan Tuhan melalui Elia sangat keras. Tuhan mengatakan bahwa Dia akan membuat darah Ahab dijilat oleh anjing. Dia juga mengatakan bahwa Izebel juga akan mati dimakan anjing di tembok luar Yizreel. Inilah perkataan keras itu. Elia, dengan keberanian yang telah diperbarui, sekarang berani bernubuat menentang Ahab dengan kalimat yang sangat keras, dan juga menegur Izebel, otak di balik kejahatan ini, dengan mengatakan bahwa Izebel akan mati dimakan anjing (ay. 23). Alangkah menakutkannya murka Tuhan ini. Juga pada bagian ini (ay. 25) dijelaskan bahwa Ahab telah memperbudak diri melakukan yang jahat karena dia terus membiarkan dirinya ada di bawah pengaruh Izebel, istrinya yang penuh kelicikan dan kejahatan.

Bagian terakhir mengisahkan bahwa setelah mendengar teguran musuhnya itu, Ahab berbalik kepada Tuhan. Dia sadar bahwa tindakan membunuh rakyat yang tidak berdosa adalah kekejaman yang besar. Itulah sebabnya dia memohon belas kasihan Tuhan. Dia berpuasa, memakai kain kabung, dan tidur dengan memakai kain kabung. Permohonan ini membuat Tuhan tergerak. Tuhan memutuskan untuk menunda kebinasaan bagi Ahab. Tuhan akan binasakan Dinasti Omri dan Ahab pada waktu pemerintahan anak Ahab. Dia mengizinkan Ahab tidak melihat kehancuran dinastinya karena baru akan dilakukan setelah Ahab mati. Inilah penundaan hukuman yang Tuhan berikan. Tetapi dosa-dosanya yang telah sangat besar membuat Tuhan tidak mau menarik kembali hukuman untuk menghancurkan keluarga Ahab.

Untuk direnungkan:

Bagian narasi ini menceritakan kepada kita bahwa Tuhan melihat kejahatan kepada manusia sebagai dosa yang besar. Ahab menyembah berhala, dan itu adalah dosa yang sangat besar. Tetapi itu tidak berarti bagi Tuhan kejahatan terhadap orang lain tidak terlalu diperhatikan. Tuhan tidak membiarkan kejahatan Ahab pada bagian ini tidak ditegur dengan keras. Alkitab sangat menekankan dua aspek kehidupan manusia yang tidak mungkin dipisahkan. Yang pertama adalah relasi manusia dengan Tuhan, dan yang kedua adalah relasi manusia dengan sesamanya. Dua hal ini sama pentingnya. Itulah sebabnya siapa yang merasa diri telah begitu dekat dengan Tuhan, mengasihi Tuhan, merindukan Tuhan, tetapi tidak tercermin di dalam kerelaan untuk memedulikan sesama dan mengasihi manusia, dia tidak akan diperkenan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan manusia untuk menguasai bumi bersama-sama. Tuhan menebus manusia untuk menjadikan adanya satu umat yang menyembah Tuhan dan yang saling mengasihi. Tuhan Yesus juga mengutip dua bagian dari Taurat untuk menjelaskan yang manakah hukum yang paling penting (Mat. 22:36-39). Dia mengutip Ulangan 6:5, yaitu kasihilah Allahmu, dan Imamat 19:18, yaitu kasihilah sesamamu manusia. Maukah kita memiliki pertumbuhan rohani yang baik? Relasi dengan Allah yang tercermin juga di dalam relasi dengan sesama manusia menjadi tanda adanya pertumbuhan tersebut. Sebab Allah menganggap cara berelasi seseorang kepada yang lain sebagai sesuatu yang sangat penting. Allah juga menganggap kejahatan seseorang kepada orang lain sama seriusnya dengan penyembahan berhala dan patut dihukum sangat berat.Hal lain yang menjadi bagian penting di sini adalah perkataan Elia bahwa Ahab memperbudak diri untuk melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Ayat 25 mengatakan bahwa Ahab memperbudak diri melakukan yang jahat karena dipengaruhi istrinya. Kasihan sekali orang seperti Ahab. Dia tidak punya pendirian yang kuat. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Seumur hidup terus dipengaruhi oleh orang lain sehingga dia tidak pernah bisa bebas dari dosa. Biarlah kita pun mewaspadai hal ini. Mungkin kita juga dikuasai oleh banyak “Izebel-Izebel” yang lain di dalam hidup kita. Mungkinkah itu pasangan hidup yang terus memberikan pengaruh yang menjerumuskan kita ke dalam dosa? Mungkinkah itu rekan-rekan di lingkungan kita belajar atau bekerja? Tekanan kelompok begitu berat sehingga kita mengikuti cara hidup mereka. Jika semua melakukan dosa, bukankah kita akan terlihat aneh jika kita tidak melakukannya juga? Inilah yang harus diwaspadai. Kiranya kita sekalian mengingat bagian ini. Tuhan memandang Ahab bersalah sama seperti Tuhan memandang Izebel bersalah. Tidak peduli kita melakukan karena pengaruh siapa, semua orang harus bertanggung jawab untuk keputusannya sendiri, walaupun keputusan itu adalah hasil pengaruh orang lain.