Devotion from 1 Raja-raja 20:35-43
Apa yang Ahab lakukan dengan mengampuni Benhadad sangat menyakitkan hati Tuhan. Saul pernah melakukannya ketika dia tidak membunuh Agag, raja Amalek, dan dia juga menyimpan kambing domba orang Amalek (1Sam. 15:20-21). Tuhan membangkitkan raja-raja seperti Saul, atau Ahab, untuk menjadi alat penghakiman Tuhan. Mereka seharusnya menjadi hakim yang adil. Karena itulah posisi mereka sangat penting. Tuhan memberikan banyak kemampuan kepada mereka untuk menjadi pemimpin besar, tetapi Tuhan juga menuntut banyak kepada mereka yang telah banyak diberi. Ahab seharusnya menghancurkan Benhadad karena Tuhan mau menghancurkan Benhadad melalui alat murka-Nya, yaitu Ahab, raja Israel. Tetapi Ahab menolak untuk menjalankan tugasnya dan Tuhan pun murka kepadanya.
Untuk menyatakan murka-Nya, Tuhan mengutus seorang nabi berbicara kepada nabi yang lain, “Pukullah aku!” Nabi yang lain menolak untuk memukul. Penolakan ini ternyata berakibat fatal. Jika Tuhan yang memerintahkan, lalu nabi itu menolak melakukan, maka dia akan dihukum oleh Tuhan. Sebab bagaimana mungkin seseorang boleh menjadi nabi tetapi tidak mau melaksanakan apa yang Tuhan firmankan? Nabi yang menolak perintah Tuhan itu akhirnya dibunuh oleh seekor singa. Kali kedua, nabi yang memerintahkan orang lain untuk memukul dia akhirnya bertemu dengan orang yang mau melaksanakan. Dia memukul nabi itu dan mencederainya. Dia berpura-pura menjadi orang yang kehilangan seorang tawanan. Nasihat raja Ahab adalah benar. Jika engkau kehilangan tahanan, maka nyawanya harus menjadi ganti bagi hilangnya tahanan itu. Inilah besarnya tanggung jawab tentara terhadap tahanannya. Bahkan di dalam Kisah Para Rasul kita melihat bahwa kepala penjara pun siap untuk bunuh diri jika tawanan yang dipercayakan kepada dia bisa terlepas (Kis. 16:27). Tuhan menetapkan bahwa Ahab juga bersalah dalam hal ini. Dia meluputkan Benhadad dan karena itu Tuhan berkata bahwa nyawa Benhadad harus diganti oleh nyawa Ahab, dan rakyat Benhadad harus dilunasi dengan rakyat Ahab. Setelah mendengar hal ini Ahab menjadi sangat marah.
Ini adalah suatu kisah pendek yang sangat dalam maknanya, yaitu bahwa raja adalah hamba Tuhan yang dituntut untuk bersikap serius terhadap hal-hal yang penting. Tuhan membangkitkan seorang raja dengan beberapa tugas, dan kiranya ini pun boleh menjadi bahan renungan bagi kita semua.
Raja haruslah menjadi alat keadilan dan murka Tuhan. Ini alalah aspek yang terus diperjuangkan. Allah membangkitkan seorang raja karena Allah mau ada keteraturan di dalam negara tersebut. Kegagalan menjalankan hal ini akan membuat seorang raja tidak bertanggung jawab kepada Tuhan. Siapa yang Tuhan rencanakan akan ditumpas, itulah yang harus ditumpas juga. Jika Tuhan murka kepada seseorang dan ingin memberikan balasan yang adil kepada orang tersebut, lalu memercayakannya kepada raja untuk menghukum sesuai dengan prinsip keadilan, maka raja, yang adalah hamba Tuhan, harus menjalankan tugasnya. Dia harus menghakimi dengan adil dan menimpakan apa yang perlu untuk para pelanggar itu. Apakah yang dapat kita lakukan setelah memahami hal ini? Kita bisa mendoakan para pemimpin kita. Doakan supaya mereka tidak membuat Tuhan marah karena menyelewengkan keadilan. Doakan supaya mereka punya hati yang takut akan Sang Hakim yang akan membalas mereka jika mereka tidak setia. Lalu kita juga bisa merenungkan bahwa kita pun dituntut untuk mengasihi keadilan dan memperjuangkannya. Biarlah kita memahami hal ini. Biarlah kita belajar tunduk kepada Allah, belajar prinsip keadilan Allah melalui firman-Nya dan dengan sungguh-sungguh menjalankannya bagi diri kita sendiri maupun orang-orang yang Tuhan percayakan untuk kita atur. Mungkin bawahan kita di tempat bekerja, atau pembantu, atau anak-anak, mereka akan melihat kepada kita dan menuntut kita berlaku adil.Raja juga haruslah menjadi orang yang memastikan rakyatnya takut akan Tuhan. Israel tidak punya raja demikian karena mereka semua adalah penyembah berhala, apalagi Ahab! Jadi bagaimanakah Ahab bisa mengarahkan orang Israel untuk takut akan Tuhan? Raja yang tidak takut akan Tuhan akan membuat seluruh rakyat tidak takut akan Tuhan. Tetapi sebenarnya takut akan Tuhan adalah permulaan dari bijaksana. Siapa yang menyembah berhala tidak akan punya bijaksana. Makin lama kehidupan orang-orang penyembah berhala akan menjadi makin bodoh dan liar. Takut akan Tuhan juga menjaga nurani seseorang sehingga kehidupan moralnya juga bisa terjaga. Roma 1:18-32 menunjukkan kerusakan moral yang parah yang dimulai dari tidak adanya rasa takut akan Tuhan. Fungsi raja adalah menjaga bangsanya ke dalam kebobrokan seperti ini. Dia harus menjaga sungguh-sungguh sehingga umat Tuhan tidak terjerumus ke dalam keadaan yang rusak secara moral dan secara hikmat. Bangsa yang bodoh dan hidup penuh dosa adalah kekejian bagi Tuhan. Bayangkan betapa murkanya Tuhan jika ternyata yang berlaku bodoh dan hidup cemar adalah umat Tuhan sendiri. Apakah yang dapat kita tarik ke dalam kehidupan kita masing-masing? Jika Tuhan menginginkan raja memastikan rakyatnya hidup dengan penuh perasaan takut akan Tuhan, maka tentunya kita, yang adalah bagian dari rakyat, harus melihat ini sebagai tuntutan yang Tuhan inginkan dengan sangat. Biarlah kita belajar hidup dengan takut akan Tuhan, baik di bawah pemimpin yang bijaksana dan benar, maupun di bawah rezim yang korup dan menyeleweng. Jika pemimpin tidak beres, maka rakyat menjadi rusak. Tetapi kita tidak harus menjadi rakyat yang rusak itu. Kita dapat menjadi kaum sisa, seperti 7.000 orang yang mulutnya tidak pernah mencium Baal (1Raj. 19:18).Raja juga adalah orang yang seharusnya berjuang bagi kemuliaan nama Tuhan yang dilekatkan pada Israel, umat-Nya. Inilah fungsi seorang raja sebagai pembela kemuliaan nama Tuhan dan Israel. Pemimpin yang baik memperjuangkan dengan sungguh-sungguh akan hal ini. Pemimpin yang baik ingin rakyatnya hidup di dalam semangat memperjuangkan kemuliaan nama Allah mereka yang diidentikkan dengan identitas bangsa mereka. Ini gagal dimiliki oleh Ahab. Tuhan ingin Ahab menghancurkan Benhadad yang telah menghina Tuhan dan menghina umat Tuhan, tetapi Ahab melihat bahwa mengampuni Benhadad adalah lebih baik. Lebih baik bagi siapa? Lebih baik bagi kelangsungan relasi politik Ahab? Lebih baik karena bisa ada kerja sama yang menguntungkan secara ekonomi antara Ahab dan Benhadad? Mungkin dua hal itu bisa terjadi. Tetapi pikirkan dengan lebih sungguh-sungguh lagi. Apakah kerja sama dengan Benhadad akan berdampak baik bagi kebanggaan nasional Israel? Jika ada satu orang raja yang membawa ratusan ribu tentara bersumpah akan menghancurkan Israel menjadi debu, kemudian ternyata raja itu kalah, apakah baik bagi identitas umat Tuhan jika raja itu tidak dihancurkan sama sekali? Segala ancaman bagi umat Tuhan adalah penghinaan bagi Allah yang nama-Nya disebut atas umat-Nya. Setiap usaha menjalin relasi dengan orang yang telah menginjak-injak kemuliaan nama Allah dan umat-Nya adalah usaha yang bodoh dan tidak berwibawa. Ahab yang memang tidak punya dignitas atau wibawa apa pun akhirnya membuat Israel tidak punya wibawa dan dignitas apa pun di depan mata bangsa-bangsa lain. Mari kita refleksikan juga ini di dalam hidup kita. Bisakah kita mempunyai bijaksana yang seimbang antara mengampuni dan menjaga kekudusan nama Tuhan? Tidak semua orang layak diampuni! Sekali lagi saya katakan, tidak semua orang layak diampuni! Ada orang yang tidak pernah bertobat menghina nama Tuhan dan kemuliaan nama Kristus. Bolehkah orang itu mendapatkan anugerah pengampunan? Jika Tuhan ingin mengampuni, tentu saja, tetapi kita tidak pernah bisa memberikan kesempatan itu sebelum mereka sungguh-sungguh berada dalam keadaan yang hancur dan akhirnya mau kembali kepada Tuhan. Paulus mengatakan jika seterumu lapar atau haus, tolonglah dia (Rm. 12:20). Tetapi ketika dia masih berada dalam keadaan kenyang dan limpah, dan dengan sombong terus menghina Tuhan, kita tidak mungkin memiliki hati yang dengan lega bisa membiarkan dia. Kita doakan supaya Tuhan hancurkan kesombongannya sehingga dia dapat kembali rendah hati di hadapan Allah. Bukankah Tuhan Yesus berdoa, “ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”? (Luk. 23:34). Ya. Dan kita dituntut untuk lakukan hal yang sama, yaitu kalau diri kita yang dihina dan dipermalukan, maka kita dengan rela mengatakan, Bapa, ampuni mereka. Tetapi kalau yang sedang dihina adalah Tuhan, bukan kita yang berhak mengampuni orang itu! Yesus memohon ampun bagi mereka karena mereka sedang menghina Dia. Tetapi Yesus memperingatkan orang-orang yang menghujat Roh Kudus bahwa tidak ada pengampunan bagi mereka (Luk. 12:10).