Devotion from 1 Raja-raja 18:1-19
Ayat pertama dimulai dengan pernyataan belas kasihan Tuhan kepada Israel setelah tiga tahun Dia menahan hujan dari mereka. Israel telah dilanda kelaparan hebat dan Tuhan sekarang berbelas kasihan. Maka Tuhan memerintahkan Elia untuk menunjukkan diri kepada Ahab. Ini adalah perintah yang berat. Ahab tahu bahwa Elia adalah nabi yang berseru supaya tidak ada hujan. Ahab membenci Elia dan ingin membunuhnya karena Elia adalah penyebab kekeringan ini. Tetapi coba renungkan baik-baik betapa tidak logisnya Ahab. Jika Ahab percaya bahwa Baal adalah dewa hujan, apakah mungkin Elia, yang hanyalah seorang manusia biasa, dapat mengalahkan Baal? Bukankah Baal seharusnya lebih berkuasa dari Elia? Mengapa perkataan Elia agar hujan tidak turun terjadi dan Baal sepertinya mati? Sang dewa hujan tidak berdaya memberikan hujan karena ada seorang manusia bernama Elia yang berseru dengan lantang bahwa tidak akan ada hujan! Tetapi Ahab tidak pernah mau meragukan Baal sedikit pun, dan dia juga tetap menyalahkan Elia sebagai penyebab hujan tidak lagi turun. Dia mempunyai jalan berpikir yang sangat tidak harmonis satu dengan yang lain. Ayat 3 mengatakan bahwa Elia memanggil Obaja untuk memberi tahu Ahab bahwa dia ingin bertemu Ahab. Obaja dipercaya oleh Elia karena dia pernah melindungi seratus nabi Tuhan pada waktu Izebel ingin membunuh mereka. Ayat 4 mengatakan Izebel memunahkan nabi-nabi Tuhan dengan membunuh mereka semua. Apakah alasan mereka dibunuh? Mungkin karena mereka dituding sebagai penyebab kekeringan. Mungkin juga karena mereka terus berseru kepada Israel untuk bertobat dan meninggalkan berhala-berhala seperti Baal dan Asyera. Maka Elia pun bertemu dengan Obaja dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu dengan raja Ahab. Obaja ketakutan dan mengatakan bahwa kalau dia berkata kepada Ahab bahwa dia sudah menemukan Elia, dan ternyata Tuhan melindungi Elia dan membuat dia tidak lagi bisa ditemui, bukankah Ahab akan membunuh Obaja (ay. 12)? Ini menunjukkan betapa besar kebencian Ahab kepada Elia. Tetapi Elia menenangkan Obaja dengan berjanji bahwa dia akan memperlihatkan dirinya kepada Ahab.
Keadaan Israel telah begitu menyedihkan karena tidak ada hujan. Tiga tahun sudah berlalu tanpa adanya hujan. Tanah telah menjadi kering dan hewan-hewan ternak pun mulai mati. Keadaan ini berlalu tanpa ada sedikit pun tanda berbalik di dalam hati Ahab dan orang-orang Israel. Mereka tidak mempertanyakan mengapa tidak ada hujan. Mereka tidak mempertanyakan kemampuan dan kesungguhan Baal dalam memelihara mereka dengan hujannya. Mereka tidak juga meragukan Baal karena berkatnya sebagai dewa kesuburan tertahan oleh perkataan seorang manusia yang melarang hujan turun. Bukankah melarang hujan turun berarti memerintah Baal? Apakah boleh dewa diperintah oleh manusia? Mengapa Baal tidak menghukum dia? Semua pertanyaan ini tidak masuk dalam pikiran mereka sehingga mereka tetap bertahan di dalam kebodohan penyembahan berhala.
Mengapa Tuhan memberikan kekeringan kepada Israel? Selain karena untuk memberikan hukuman karena murka-Nya kepada Israel, Tuhan juga ingin memberikan pelajaran bahwa Baal itu tidak ada. Dialah yang berkuasa memberikan hujan. Dialah pencipta segala sesuatu. Orang-orang di dalam budaya Kanaan dan Timur Dekat Kuno yang memercayai para dewa menganggap bahwa segala sesuatu ini dikuasai oleh banyak kuasa dan dewa-dewi. Ada yang menguasai peperangan, kesuburan, lautan, kematian, padang gurun, angin, hujan, dan lain-lain. Mereka juga percaya bahwa para dewa terbatas sama seperti kita terbatas. Mereka memiliki kuasa lebih besar dari manusia, tetapi tidak mutlak. Mereka tunduk kepada nasib yang telah ditentukan bagi mereka. Para dewa ini adalah kuasa terbatas yang lebih besar dari manusia. Inilah juga kepercayaan politheistik di semua kebudayaan. Demikian juga menurut orang Yunani kuno. Para dewa berkuasa, tetapi tidak mutlak. Mereka tunduk kepada takdir yang telah ditentukan. Takdir yang menetapkan mereka menjadi dewa. Takdir yang menetapkan posisi mereka. Jika demikian, bukankah ada kekuatan yang lebih besar dari para dewa itu? Ya. Kekuatan apakah itu? Kekuatan takdir, atau nasib, atau apa pun namanya. Mereka memercayai hal itu tetapi tetap terkurung di dalam awan kebutaan untuk dapat memandang kepada kuasa Allah. Tetapi umat perjanjian Tuhan percaya bahwa hanya ada satu Allah. Tidak ada kuasa apa pun yang dapat disamakan dengan Allah. Kepercayaan kepada Allah ini adalah warisan tradisi umat Tuhan yang diabadikan melalui Kitab Suci yang adalah Firman Allah sendiri. Itu sebabnya Elia bisa membuat hujan tertahan, karena Elia adalah hamba Tuhan yang menjalankan titah Tuhan. Tuhanlah yang menahan hujan, bukan Elia. Tuhan yang menahan dan Baal tidak sanggup melawan. Inilah pesan yang Tuhan mau sampaikan kepada mereka. Baal takluk dan gagal memberi berkat kepada mereka. Tadinya mereka berpikir kalau Tuhan adalah dewa perang yang sangat perkasa. Tetapi hanya sebatas itu. Dia adalah dewa perang dan tidak mampu mengerjakan apa yang menjadi bagian dewa lain. Dia tidak bisa mengurusi kesuburan dan hujan karena dua hal ini adalah milik dewa Baal. Tetapi pada bagian ini Tuhan mau menunjukkan bahwa Dialah yang bisa memberikan hujan dan Dia jugalah yang bisa menahannya selama Dia mau. Seruan pertobatan dari Tuhan ini dinyatakan melalui kekeringan yang telah dinubuatkan oleh Elia.
Dalam ayat 17, ketika telah bertemu Elia, raja Ahab dengan marah berseru bahwa Elia adalah penyebab kecelakaan Israel. Ahab tidak merasa bersalah. Dia tidak merasa sedang dihukum oleh Tuhan. Yang dia tahu adalah menuduh orang lain untuk kemalangan yang dia derita. Banyak orang seperti ini. Tidak mau mengoreksi diri tetapi hanya mampu menyalahkan orang lain. Tidak mau menyelidiki diri sendiri, tetapi menunjuk orang lain yang harus bertanggung jawab. Ahab menunjuk kepada Elia dan menyalahkan dia untuk segala kerusakan yang telah terjadi. Tetapi benarkah Elia yang disalahkan? Jika memang benar Elia adalah penyebab kekeringan, bukankah Ahab harusnya takut? Bukankah dia harusnya bertanya, “siapa yang memberi engkau kuasa sedemikian besar sehingga bisa menahan hujan tidak turun selama tiga tahun?” Bukankah jika benar Elia sanggup memberhentikan hujan begitu lama, berarti Allah yang disembah Elia, Dialah Allah yang sejati? Jadi Ahab menuduh Elia bertanggung jawab tanpa memikirkan lebih lanjut konsekuensi logis dari tuduhannya itu. Itu sebabnya Elia menjawab dengan mengatakan bahwa Ahablah yang mencelakakan Israel. Ahab telah membuat seluruh Israel berada di bawah hukuman Tuhan karena mereka menyembah berhala. Ahab yang mengajarkan mereka semua untuk sujud kepada Baal dan Asyera sehingga seluruh Israel jatuh ke dalam hukuman Tuhan. Maka, untuk makin menekankan keesaan Allah, Elia menantang Ahab untuk mengumpulkan 400 nabi-nabi Baal dan 400 nabi-nabi Asyera untuk bertarung dan menunjukkan manakah Allah yang sejati, Tuhan ataukah Baal?
Untuk direnungkan:
Hari ini kita akan memikirkan satu hal bersama-sama. Apakah penyembahan berhala itu? Penyembahan berhala sebenarnya bukan sekadar memiliki patung lalu sujud menyembah kepadanya. Ada gereja-gereja yang menyuruh menghancurkan patung-patung, gambar-gambar naga, dan segala hal yang dianggap berhala. Tetapi penyakit utama penyembahan berhala itu bukan pada patungnya. Penyakit utama penyembahan berhala adalah hati. Hati yang terpikat kemakmuran. Hati yang terpikat kuasa. Hati yang terpikat kesuksesan. Hati yang terpikat kenikmatan. Semua bermula di hati. Israel terpikat kepada kesuburan dan kenikmatan menyembah dewa kesuburan (yang kadang-kadang menyertakan hubungan intim antara orang-orang yang beribadah kepada para dewa kesuburan). Mereka terpikat dengan para berhala karena seluruh dunia juga mengikuti penyembahan berhala seperti ini. Tetapi ini bukan hanya penyakit mereka. Ini juga penyakit kita. Hati kita sujud kepada apa? Ada yang hatinya sujud kepada uang, bukan Tuhan. Orang seperti ini akan memanfaatkan Tuhan untuk meminta uang kepada Dia. Ada yang hatinya sujud kepada diri sendiri. Ini adalah tipe orang-orang sombong yang merasa dirinya penting sehingga Allah pun harus meninggikan dia. Semua keberdosaan ini berasal dari hati yang menyembah sesuatu di luar Allah. Kita pun adalah penyembah-penyembah berhala! Kita harus bertobat! Kita harus kembalikan hati kita kepada pemiliknya yang sejati, yaitu Tuhan. Kiranya Tuhan memberikan belas kasihan kepada kita semua.
Ayat pertama dimulai dengan pernyataan belas kasihan Tuhan kepada Israel setelah tiga tahun Dia menahan hujan dari mereka. Israel telah dilanda kelaparan hebat dan Tuhan sekarang berbelas kasihan. Maka Tuhan memerintahkan Elia untuk menunjukkan diri kepada Ahab. Ini adalah perintah yang berat. Ahab tahu bahwa Elia adalah nabi yang berseru supaya tidak ada hujan. Ahab membenci Elia dan ingin membunuhnya karena Elia adalah penyebab kekeringan ini. Tetapi coba renungkan baik-baik betapa tidak logisnya Ahab. Jika Ahab percaya bahwa Baal adalah dewa hujan, apakah mungkin Elia, yang hanyalah seorang manusia biasa, dapat mengalahkan Baal? Bukankah Baal seharusnya lebih berkuasa dari Elia? Mengapa perkataan Elia agar hujan tidak turun terjadi dan Baal sepertinya mati? Sang dewa hujan tidak berdaya memberikan hujan karena ada seorang manusia bernama Elia yang berseru dengan lantang bahwa tidak akan ada hujan! Tetapi Ahab tidak pernah mau meragukan Baal sedikit pun, dan dia juga tetap menyalahkan Elia sebagai penyebab hujan tidak lagi turun. Dia mempunyai jalan berpikir yang sangat tidak harmonis satu dengan yang lain. Ayat 3 mengatakan bahwa Elia memanggil Obaja untuk memberi tahu Ahab bahwa dia ingin bertemu Ahab. Obaja dipercaya oleh Elia karena dia pernah melindungi seratus nabi Tuhan pada waktu Izebel ingin membunuh mereka. Ayat 4 mengatakan Izebel memunahkan nabi-nabi Tuhan dengan membunuh mereka semua. Apakah alasan mereka dibunuh? Mungkin karena mereka dituding sebagai penyebab kekeringan. Mungkin juga karena mereka terus berseru kepada Israel untuk bertobat dan meninggalkan berhala-berhala seperti Baal dan Asyera. Maka Elia pun bertemu dengan Obaja dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu dengan raja Ahab. Obaja ketakutan dan mengatakan bahwa kalau dia berkata kepada Ahab bahwa dia sudah menemukan Elia, dan ternyata Tuhan melindungi Elia dan membuat dia tidak lagi bisa ditemui, bukankah Ahab akan membunuh Obaja (ay. 12)? Ini menunjukkan betapa besar kebencian Ahab kepada Elia. Tetapi Elia menenangkan Obaja dengan berjanji bahwa dia akan memperlihatkan dirinya kepada Ahab.
Keadaan Israel telah begitu menyedihkan karena tidak ada hujan. Tiga tahun sudah berlalu tanpa adanya hujan. Tanah telah menjadi kering dan hewan-hewan ternak pun mulai mati. Keadaan ini berlalu tanpa ada sedikit pun tanda berbalik di dalam hati Ahab dan orang-orang Israel. Mereka tidak mempertanyakan mengapa tidak ada hujan. Mereka tidak mempertanyakan kemampuan dan kesungguhan Baal dalam memelihara mereka dengan hujannya. Mereka tidak juga meragukan Baal karena berkatnya sebagai dewa kesuburan tertahan oleh perkataan seorang manusia yang melarang hujan turun. Bukankah melarang hujan turun berarti memerintah Baal? Apakah boleh dewa diperintah oleh manusia? Mengapa Baal tidak menghukum dia? Semua pertanyaan ini tidak masuk dalam pikiran mereka sehingga mereka tetap bertahan di dalam kebodohan penyembahan berhala.
Mengapa Tuhan memberikan kekeringan kepada Israel? Selain karena untuk memberikan hukuman karena murka-Nya kepada Israel, Tuhan juga ingin memberikan pelajaran bahwa Baal itu tidak ada. Dialah yang berkuasa memberikan hujan. Dialah pencipta segala sesuatu. Orang-orang di dalam budaya Kanaan dan Timur Dekat Kuno yang memercayai para dewa menganggap bahwa segala sesuatu ini dikuasai oleh banyak kuasa dan dewa-dewi. Ada yang menguasai peperangan, kesuburan, lautan, kematian, padang gurun, angin, hujan, dan lain-lain. Mereka juga percaya bahwa para dewa terbatas sama seperti kita terbatas. Mereka memiliki kuasa lebih besar dari manusia, tetapi tidak mutlak. Mereka tunduk kepada nasib yang telah ditentukan bagi mereka. Para dewa ini adalah kuasa terbatas yang lebih besar dari manusia. Inilah juga kepercayaan politheistik di semua kebudayaan. Demikian juga menurut orang Yunani kuno. Para dewa berkuasa, tetapi tidak mutlak. Mereka tunduk kepada takdir yang telah ditentukan. Takdir yang menetapkan mereka menjadi dewa. Takdir yang menetapkan posisi mereka. Jika demikian, bukankah ada kekuatan yang lebih besar dari para dewa itu? Ya. Kekuatan apakah itu? Kekuatan takdir, atau nasib, atau apa pun namanya. Mereka memercayai hal itu tetapi tetap terkurung di dalam awan kebutaan untuk dapat memandang kepada kuasa Allah. Tetapi umat perjanjian Tuhan percaya bahwa hanya ada satu Allah. Tidak ada kuasa apa pun yang dapat disamakan dengan Allah. Kepercayaan kepada Allah ini adalah warisan tradisi umat Tuhan yang diabadikan melalui Kitab Suci yang adalah Firman Allah sendiri. Itu sebabnya Elia bisa membuat hujan tertahan, karena Elia adalah hamba Tuhan yang menjalankan titah Tuhan. Tuhanlah yang menahan hujan, bukan Elia. Tuhan yang menahan dan Baal tidak sanggup melawan. Inilah pesan yang Tuhan mau sampaikan kepada mereka. Baal takluk dan gagal memberi berkat kepada mereka. Tadinya mereka berpikir kalau Tuhan adalah dewa perang yang sangat perkasa. Tetapi hanya sebatas itu. Dia adalah dewa perang dan tidak mampu mengerjakan apa yang menjadi bagian dewa lain. Dia tidak bisa mengurusi kesuburan dan hujan karena dua hal ini adalah milik dewa Baal. Tetapi pada bagian ini Tuhan mau menunjukkan bahwa Dialah yang bisa memberikan hujan dan Dia jugalah yang bisa menahannya selama Dia mau. Seruan pertobatan dari Tuhan ini dinyatakan melalui kekeringan yang telah dinubuatkan oleh Elia.
Dalam ayat 17, ketika telah bertemu Elia, raja Ahab dengan marah berseru bahwa Elia adalah penyebab kecelakaan Israel. Ahab tidak merasa bersalah. Dia tidak merasa sedang dihukum oleh Tuhan. Yang dia tahu adalah menuduh orang lain untuk kemalangan yang dia derita. Banyak orang seperti ini. Tidak mau mengoreksi diri tetapi hanya mampu menyalahkan orang lain. Tidak mau menyelidiki diri sendiri, tetapi menunjuk orang lain yang harus bertanggung jawab. Ahab menunjuk kepada Elia dan menyalahkan dia untuk segala kerusakan yang telah terjadi. Tetapi benarkah Elia yang disalahkan? Jika memang benar Elia adalah penyebab kekeringan, bukankah Ahab harusnya takut? Bukankah dia harusnya bertanya, “siapa yang memberi engkau kuasa sedemikian besar sehingga bisa menahan hujan tidak turun selama tiga tahun?” Bukankah jika benar Elia sanggup memberhentikan hujan begitu lama, berarti Allah yang disembah Elia, Dialah Allah yang sejati? Jadi Ahab menuduh Elia bertanggung jawab tanpa memikirkan lebih lanjut konsekuensi logis dari tuduhannya itu. Itu sebabnya Elia menjawab dengan mengatakan bahwa Ahablah yang mencelakakan Israel. Ahab telah membuat seluruh Israel berada di bawah hukuman Tuhan karena mereka menyembah berhala. Ahab yang mengajarkan mereka semua untuk sujud kepada Baal dan Asyera sehingga seluruh Israel jatuh ke dalam hukuman Tuhan. Maka, untuk makin menekankan keesaan Allah, Elia menantang Ahab untuk mengumpulkan 400 nabi-nabi Baal dan 400 nabi-nabi Asyera untuk bertarung dan menunjukkan manakah Allah yang sejati, Tuhan ataukah Baal?
Untuk direnungkan:
Hari ini kita akan memikirkan satu hal bersama-sama. Apakah penyembahan berhala itu? Penyembahan berhala sebenarnya bukan sekadar memiliki patung lalu sujud menyembah kepadanya. Ada gereja-gereja yang menyuruh menghancurkan patung-patung, gambar-gambar naga, dan segala hal yang dianggap berhala. Tetapi penyakit utama penyembahan berhala itu bukan pada patungnya. Penyakit utama penyembahan berhala adalah hati. Hati yang terpikat kemakmuran. Hati yang terpikat kuasa. Hati yang terpikat kesuksesan. Hati yang terpikat kenikmatan. Semua bermula di hati. Israel terpikat kepada kesuburan dan kenikmatan menyembah dewa kesuburan (yang kadang-kadang menyertakan hubungan intim antara orang-orang yang beribadah kepada para dewa kesuburan). Mereka terpikat dengan para berhala karena seluruh dunia juga mengikuti penyembahan berhala seperti ini. Tetapi ini bukan hanya penyakit mereka. Ini juga penyakit kita. Hati kita sujud kepada apa? Ada yang hatinya sujud kepada uang, bukan Tuhan. Orang seperti ini akan memanfaatkan Tuhan untuk meminta uang kepada Dia. Ada yang hatinya sujud kepada diri sendiri. Ini adalah tipe orang-orang sombong yang merasa dirinya penting sehingga Allah pun harus meninggikan dia. Semua keberdosaan ini berasal dari hati yang menyembah sesuatu di luar Allah. Kita pun adalah penyembah-penyembah berhala! Kita harus bertobat! Kita harus kembalikan hati kita kepada pemiliknya yang sejati, yaitu Tuhan. Kiranya Tuhan memberikan belas kasihan kepada kita semua.