makna baptisan Kristus

Kisah pembaptisan Yesus tentu bukanlah sebuah kisah yang terdengar asing di telinga kita. Kita dapat membacanya di dalam keempat Injil. Ada beberapa pertanyaan sederhana yang dapat kita ajukan ketika membaca kisah tersebut. Jika Yesus tidak berdosa, mengapa Ia dibaptis? Bukankah baptisan melambangkan dibersihkannya seseorang dari dosa? Pertanyaan ini mungkin jarang terpikirkan oleh kita ketika membaca kisah tersebut. Jawaban yang mungkin diberikan adalah karena Yesus hendak menggenapkan seluruh kehendak Allah (Mat. 3:15). Sampai sejauh ini kita mungkin setuju dengan jawaban tersebut, tetapi yang menjadi persoalannya kehendak Allah seperti apa yang hendak Yesus genapkan di dalam baptisan-Nya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, saya ingin mengajak kita untuk melihat tiga hal terlebih dahulu. Pertama, kita melihat kepada Yohanes Pembaptis. Seperti yang kita ketahui, Yohanes adalah anak dari seorang imam yang bernama Zakharia, sedangkan ibunya, Elisabet berasal dari keturunan Harun. Jadi dapat dikatakan bahwa Yohanes Pembaptis dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga imam. Oleh karena itu ia tentu mengetahui dan memahami hal-hal yang harus dikerjakan oleh seorang imam seperti penahiran, penyucian, penahbisan, dan sebagainya.
Kedua, di dalam Perjanjian Lama, khususnya di Bilangan 4 dikatakan bahwa usia 30 sampai dengan 50 merupakan usia yang diwajibkan bagi orang Lewi untuk bekerja di Kemah Pertemuan. Salah satu syarat penahbisannya adalah dengan memercikkan air penghapus dosa untuk menahirkan mereka (Bil. 8:7).
Ketiga, di dalam Kitab Ibrani, Yesus dikatakan sebagai Imam Besar. Beberapa pertanyaan dapat kita ajukan kembali mengenai hal ini. Kapan Yesus ditahbiskan menjadi Imam Besar? Bukankah di dalam keempat Injil tidak diceritakan kisah penahbisan Yesus? Apa yang membuat penulis surat Ibrani menuliskan bahwa Yesus adalah Imam Besar?
Sekarang, mari kita melihat kaitan ketiga hal ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Yesus memulai pekerjaan-Nya kira-kira berumur 30 tahun (Luk. 3:23). Sebelum Ia memulai pekerjaan-Nya, Ia terlebih dahulu datang kepada Yohanes untuk dibaptiskan. Tentunya baptisan yang diterima oleh Yesus bukan berarti Ia dibersihkan dari dosa, karena Ia tidak berdosa, melainkan pembaptisan-Nya mengandung makna bahwa Ia ditahbiskan sebagai Imam yang akan memulai pekerjaan-Nya. Di mana sebagai Imam, Ia akan membawa korban persembahan (yaitu diri-Nya) untuk dipersembahkan di hadapan Tuhan. Inilah kehendak Allah yang Yesus genapkan di dalam pembaptisan-Nya.
Tentunya bagi sebagian orang hal ini sulit diterima. Seakan-akan ini adalah sebuah hal yang dipaksakan, karena bagaimanapun juga baptisan itu melambangkan dibersihkannya seseorang dari dosa, dan bukan penahbisan. Namun, jika kita dengan rendah hati menyelidiki kebenaran firman Tuhan, maka kita akan menemukan bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang dipaksakan. Kita akan menemukan bahwa ada satu kesinambungan dan keterkaitan dari Perjanjian Lama kepada Perjanjian Baru. Adanya satu kegenapan yang dikerjakan oleh Yesus. Dengan demikian kita boleh bersama-sama penulis Ibrani mengatakan: “Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita” (Ibr. 14:4) dan “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban” (Ibr. 7:27).