nubuatan terakhir Elia

Devotion from 2 Raja-raja 1:1-18

Menjelang akhir dari pelayanannya, Elia melakukan tindakan terakhir untuk memperingatkan raja Israel, Ahazia. Peringatan ini diberikan karena Ahazia menghina Tuhan dengan mencari kesembuhan kepada Baal-Zebub, ilah di Ekron. Baal-Zebub sendiri berarti dewa lalat, dan dia adalah sembahan orang Filistin. Tidak jelas apakah memang nama dewa ini seperti itu ataukah nama ini adalah nama hinaan dari orang Israel. Dewa ini kemungkinan adalah dewa kesembuhan, sehingga Ahazia memutuskan untuk mencari petunjuk dari dewa ini untuk menyembuhkan penyakitnya. Ahazia, sebagaimana dikisahkan dalam ayat 2, sakit karena jatuh dari kisi-kisi kamar atas istananya. Karena tindakannya ini Elia diperintahkan Tuhan untuk memberikan nubuat penghakiman Allah bagi Ahazia. Ahazia akan mati karena penyakitnya ini. Tidak ada pertolongan bagi dia karena dia mencari kuasa gelap untuk kesembuhan penyakitnya. Tuhan ingin agar setiap umat-Nya mencari Dia untuk segala hal. Mencari Dia juga untuk kesembuhan. Tuhan tidak melarang seseorang mencari pertolongan dari dokter, karena apa yang dikembangkan dalam ilmu kedokteran juga adalah dari Tuhan. Tetapi Tuhan sangat murka jikalau seseorang mencari kesembuhan justru dari kuasa-kuasa yang di luar Tuhan. Bisakah kuasa-kuasa gelap menyembuhkan? Ya! Kesembuhan secara mujizat tidak selalu bisa menjadi tanda pekerjaan Tuhan. Setan pun bisa memalsukan mujizat seperti ini. Itu sebabnya mengenal Tuhan dan bagaimana cara Dia bekerja harus dimiliki agar kita dengan peka membedakan manakah yang dari Tuhan dan manakah yang bukan. Ahazia sengaja mencari petunjuk kepada kuasa-kuasa di luar Tuhan, yaitu kuasa-kuasa jahat untuk kesembuhannya, karena dia memang tidak percaya kepada Tuhan.

Elia berseru kepada utusan-utusan yang dikirim Ahazia untuk pergi ke Ekron meminta petunjuk Baal-Zebub. Elia menyerukan firman kepada mereka dengan menanyakan, “apakah di Israel tidak ada Allah?” Berarti kesalahan Ahazia adalah bahwa dia tidak percaya ada yang menaungi daerah Israel. Hal ini bukan saja menghina Tuhan, tetapi juga memamerkan kelemahan sendiri. Bangsa-bangsa lain memiliki dewa-dewa mereka masing-masing dan mereka tidak menggantikan dewa-dewa mereka dengan dewa-dewa orang lain. Tetapi Israel melakukan hal ini. Ahazia melakukan hal ini! Dia tidak melihat kepada tradisi nenek moyangnya sendiri yang telah mengalami kuasa Allah sejak Dia memimpin mereka keluar dari Mesir. Segala tradisi yang agung dari sejarah Israel dibuang digantikan oleh budaya rusak dari bangsa di tengah-tengah mereka. Bukankah ini juga yang dilakukan oleh gereja? Gereja membuang tradisi yang agung dari sejarahnya sendiri lalu menggantikannya dengan budaya populer yang sebenarnya tidak akan mampu bertahan lama. Budaya populer yang begitu dangkal dan tidak sanggup memberikan makna yang dalam bagi masyarakat. “Apakah tidak ada Allah di Israel?” Tindakan memalukan Ahazia ini mendapat teguran keras dari Tuhan melalui hamba-Nya.

Tindakan Ahazia yang menunjukkan tidak adanya perasaan takut akan Allah terus dilakukan. Setelah mendengar seruan yang dikatakan oleh Elia kepada orang-orang utusannya, Ahazia menyuruh 50 orang tentaranya memanggil Elia. Perasaan sombong dan tidak memandang kepada Allah ditunjukkan juga oleh tentara-tentaranya yang dengan sembarangan berseru memerintahkan Elia turun dari puncak bukit. Ini adalah tindakan sewenang-wenang pemerintah yang menganggap diri lebih tinggi dari Tuhan sehingga mereka merasa bisa memerintah seorang hamba Tuhan seenaknya. Hamba Tuhan yang sejati harus tahu posisi dirinya. Dia harus tunduk dan takut akan Tuhan, tetapi tidak pernah boleh tunduk dan takut di depan kuasa manusia. Hamba Tuhan yang tunduk kepada orang kaya itu adalah hamba Tuhan palsu, yang menyerahkan hak kesulungannya sebagai wakil Allah dan menggantikannya dengan sifat seorang hamba uang yang menjilat kepada orang kaya. Hamba Tuhan yang mendekatkan diri kepada pemerintah demi mendapatkan koneksi dan keamanan karena koneksinya itu bukanlah hamba Tuhan. Dia menyerahkan hak kesulungannya untuk dekat dengan Allah sebagai wakil-Nya dan menggantikannya dengan mental budak yang tunduk mencium kaki penguasa. Dalam bacaan kita ini Tuhan menunjukkan kepada mereka siapa yang harus dihormati. Tuhan mengirimkan api turun dari langit, sama seperti api yang turun dari langit di gunung Karmel. Tetapi, berbeda dengan peristiwa di gunung Karmel, kali ini api turun menjilat habis 50 orang tentara dan sang pemimpin pasukan hingga mereka semua mati terpanggang. Raja mengirim seorang perwira lagi dengan sifat sombong yang sama. Tuhan kembali membakar dia dengan 50 orang tentaranya. Tuhan berkuasa menyatakan diri-Nya dengan cara demikian. Seandainya Dia mau, Dia dapat menyatakan diri-Nya saat ini dan kehadiran-Nya akan membakar kita semua. Kita tidak akan tahan berdiri di hadapan kesucian Allah yang mulia. Semua orang harus belajar rendah hati di hadapan Tuhan. Semua orang juga harus belajar menghormati wakil Allah yang menyatakan firman-Nya dengan setia. Hamba-hamba Tuhan yang setia menyatakan isi hati Tuhan sering kali diperlakukan dengan begitu sembarangan. Ada yang dipenjarakan, disiksa, bahkan dibunuh. Saya tidak bisa bayangkan hukuman seberat apa yang akan ditanggung oleh mereka yang bertanggung jawab untuk penghinaan, penyiksaan, bahkan pembunuhan para hamba Tuhan ini. Alangkah mengerikan hukuman yang disiapkan Allah untuk mereka! Hiduplah dengan rendah hati di hadapan Tuhanmu (Mi. 6:8)! Ini adalah perintah Tuhan bagi semua orang, tidak peduli betapa kayanya kita, ataupun betapa berkuasanya kita. Tidak peduli betapa banyak koneksi kita dengan orang-orang penting dan berkuasa. Kita harus tunduk kepada Dia dan hidup dengan rendah hati di hadapan Dia!

Perwira ketiga yang dikirim raja akhirnya mengerti bahwa dia harus merendahkan dirinya. Dia memohon belas kasihan Elia. Seorang perwira tentara memohon kepada Elia, seorang biasa tanpa senjata dan tanpa kekuatan apa pun dari dirinya sendiri? Ya. Karena sang perwira ini tahu bahwa kekuatan Elia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari Allah yang sanggup melemparkan api dari langit untuk mematikan dia dan 50 anak buahnya. Maka Tuhan mengampuni perwira ini dan memerintahkan Elia untuk ikut dia untuk pergi bertemu Ahazia. Tuhan mengingatkan Elia supaya dia jangan takut. Dia sudah pernah takut terhadap ancaman Izebel (1Raj. 19:2-3) dan sekarang dia harus pergi ke istana raja, tempat di mana Izebel juga berada. Baik Ahab maupun anak-anaknya yang menjadi raja sesudah dia, semuanya tidak memiliki kuasa dan kekejaman sebesar kuasa dan kekejaman Izebel. Itulah sebabnya sangat wajar kalau Elia kembali merasa takut akan ancaman yang pernah membuat dia melarikan diri sebelumnya. Tetapi Tuhan sendiri yang menguatkan dia dengan mengatakan jangan takut (ay. 15). Tuhan mau Elia mengucapkan segenap firman yang Tuhan ingin nyatakan kepada raja Israel. Maka datanglah Elia ke istana raja Ahazia dan menubuatkan kematian Ahazia. Kematian yang terjadi karena dia sudah menghina Tuhan dan tidak menunjukkan hormat kepada Yang Mahakuasa dari Israel. Maka Ahazia pun mati dan Yoram, saudaranya, menjadi raja menggantikan dia karena dia tidak memiliki anak laki-laki.

Untuk direnungkan

Hidup di dalam kebergantungan mutlak kepada Tuhan adalah hal harus ada pada kita semua. Bergantung tidak berarti pasif, tetapi bergantung berarti menyerahkan segalanya kepada Tuhan di dalam setiap usaha dan perjuangan kita. Kegagalan untuk bergantung akan membuat kita menjadi mudah kehilangan harapan bila gagal dan mudah menjadi sombong bila berhasil.Hidup di dalam kerendahan hati di hadapan Tuhan adalah hal yang sangat penting. Segala bentuk dosa dan pemberontakan keluar dari hati yang tidak mau merendah di hadapan Tuhan. Ketika hati kita tidak terbiasa tunduk kepada Dia, maka dosa akan datang dan menundukkan kita sehingga kita dibelenggu olehnya seterusnya.