Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!
Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku. Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi. (Why. 3:1b, 8b,10)
Kita sering terkagum-kagum dengan orang Kristen yang terlibat dengan begitu banyak kegiatan rohani. Kita sering berpikir bahwa semakin banyak seseorang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang demikian, semakin dewasa pula kerohanian orang tersebut. Dengan kata lain, kita pikir bahwa kedewasaan kerohanian seseorang dapat dinilai berdasarkan jumlah kegiatan rohani yang dia ikuti. Dengan standar ini, kita juga sering kali ingin ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani agar kita terlihat memiliki rohani yang baik di hadapan orang lain, maupun oleh diri kita sendiri. Tunggu… oleh diri kita sendiri? Yang benar saja? Iya, karena secara tidak sadar kita pun ditipu oleh diri kita sendiri.
Keterlibatan dalam kegiatan rohani seperti di atas, sering kali juga dipakai untuk menutupi kemunduran rohani yang sekarang sedang terjadi. Loh kok bisa? Bisa, karena sadar atau tidak sadar, kita ingin merasa aman dengan ikut berbagian dalam kegiatan yang sedemikian, seolah-olah adalah untuk memberikan impresi bahwa kita adalah orang yang rohani. Oleh sebab itu, kita jadi merasa aman, tetapi ini adalah rasa aman yang palsu. Ketika kita melakukan semua itu, sebenarnya kita bukan sedang mencari Tuhan, tetapi sedang mencari ilah yang lain, ilah feel good.
Ketika kerohanian kita sedang turun, apakah kita langsung mencoba melibatkan diri kita dalam kegiatan rohani yang ada untuk menutupi kerohanian kita yang sedang mundur ini? Atau kita langsung mencari belas kasihan Tuhan? Ingat, terlibat dalam aktivitas kerohanian bukanlah salah, tetapi hal tersebut menjadi sangat salah ketika yang kita lakukan itu tidak didasarkan akan kasih kita kepada Tuhan dan/atau keinginan kita untuk mencari wajah Tuhan.
Betapa mengerikannya jikalau kita terjebak dalam kerusakan rohani seperti ini. Lebih baik kita mengakui kelemahan kita dengan jujur di hadapan Allah dan memohon anugerah-Nya daripada kita menutup-nutupinya dengan segala macam aktivitas rohani yang ada. Ingat, pada akhirnya Tuhan bukan berkenan kepada kita karena kita pernah memiliki reputasi pelayanan yang luar biasa, tetapi karena kesetiaan kita dalam memegang dan menyimpan firman-Nya dalam hati kita.
Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku. Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi. (Why. 3:1b, 8b,10)
Kita sering terkagum-kagum dengan orang Kristen yang terlibat dengan begitu banyak kegiatan rohani. Kita sering berpikir bahwa semakin banyak seseorang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang demikian, semakin dewasa pula kerohanian orang tersebut. Dengan kata lain, kita pikir bahwa kedewasaan kerohanian seseorang dapat dinilai berdasarkan jumlah kegiatan rohani yang dia ikuti. Dengan standar ini, kita juga sering kali ingin ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani agar kita terlihat memiliki rohani yang baik di hadapan orang lain, maupun oleh diri kita sendiri. Tunggu… oleh diri kita sendiri? Yang benar saja? Iya, karena secara tidak sadar kita pun ditipu oleh diri kita sendiri.
Keterlibatan dalam kegiatan rohani seperti di atas, sering kali juga dipakai untuk menutupi kemunduran rohani yang sekarang sedang terjadi. Loh kok bisa? Bisa, karena sadar atau tidak sadar, kita ingin merasa aman dengan ikut berbagian dalam kegiatan yang sedemikian, seolah-olah adalah untuk memberikan impresi bahwa kita adalah orang yang rohani. Oleh sebab itu, kita jadi merasa aman, tetapi ini adalah rasa aman yang palsu. Ketika kita melakukan semua itu, sebenarnya kita bukan sedang mencari Tuhan, tetapi sedang mencari ilah yang lain, ilah feel good.
Ketika kerohanian kita sedang turun, apakah kita langsung mencoba melibatkan diri kita dalam kegiatan rohani yang ada untuk menutupi kerohanian kita yang sedang mundur ini? Atau kita langsung mencari belas kasihan Tuhan? Ingat, terlibat dalam aktivitas kerohanian bukanlah salah, tetapi hal tersebut menjadi sangat salah ketika yang kita lakukan itu tidak didasarkan akan kasih kita kepada Tuhan dan/atau keinginan kita untuk mencari wajah Tuhan.
Betapa mengerikannya jikalau kita terjebak dalam kerusakan rohani seperti ini. Lebih baik kita mengakui kelemahan kita dengan jujur di hadapan Allah dan memohon anugerah-Nya daripada kita menutup-nutupinya dengan segala macam aktivitas rohani yang ada. Ingat, pada akhirnya Tuhan bukan berkenan kepada kita karena kita pernah memiliki reputasi pelayanan yang luar biasa, tetapi karena kesetiaan kita dalam memegang dan menyimpan firman-Nya dalam hati kita.