Bacaan: Bilangan 14:27
Ketika ada api, kita akan menarik tangan kita yang mau terkena api tersebut. Ketika ada paku, kita akan menarik kaki kita yang hampir tertusuk itu. Refleks yang demikian dinamakan withdrawal reflex dalam dunia kedokteran.
Pada naturnya tubuh kita menolak untuk sakit, menolak untuk menderita. Menjauh dari penderitaan, kesulitan, kesusahan tampaknya wajar untuk kita sebagai manusia dalam bertahan hidup. Namun sebenarnya apakah hal tersebut menjadi suatu kondisi yang sah untuk terus menerus dilakukan? Mengapa Kristus yang menjadi teladan untuk umat manusia malah memilih hidup yang bisa dibilang penuh penderitaan dan terlihat berakhir pahit di dunia ini?
Sebenarnya tidak salah untuk tidak suka dengan penderitaan, karena kita seharusnya tidak mengalami penderitaan. Namun karena kita sudah jatuh ke dalam dosa dan dunia ini juga dikutuk karenanya, maka segala hal yang kita kerjakan untuk tidak menderita alias bahagia itu sia-sia. Salah seorang Puritan, Samuel Ward (1572–1643) pernah berkata, “… bagaikan orang Sodom yang sedang meraba-raba di depan pintu rumah Lot, atau bagaikan orang buta di tengah-tengah kesemrawutan kesalahan.” Dosa yang menyebabkan segala standar nilai kita berubah, standar kesukaan berubah, intinya standar kebenaran berubah. Dosa mengakibatkan perusakan dari shalom.
Jadi ketika kita semua yang telah berdosa ini mengalami penderitaan, layakkah kita protes kepada Tuhan? Sadarkah kita, ketika kita protes akan suatu hal kepada Tuhan, kita sedang anggap diri kita layak untuk mendapatkan anugerah Tuhan? Padahal kita sudah jatuh begitu dalamnya, sudah begitu tidak layaknya untuk mendapatkan anugerah Tuhan itu. Hanya karena belas kasihan Tuhan Yesus Kristus kita bisa kembali mencicipi standar kebenaran. Standar kebenaran yang memungkinkan kita untuk melihat segala sesuatu yang menimpa kita dengan benar.
Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan, “Banyak pelayan Tuhan yang gagal karena terlalu memikirkan hak-haknya. Hak asasi yang dipertahankan akan menghambat seseorang mendapat kuasa lebih besar dari Roh Kudus. Sewaktu mendapat anugerah, Yunus diam saja. Namun ketika anugerah ditarik kembali, Yunus marah (Yun. 4:6-9). Dalam pelayanan, kita tidak boleh hanya menghitung untung-rugi diri sendiri. Jangan banyak memikirkan dan terlalu peka akan untung-rugi sendiri. Kalau kaurela melayani, Tuhan tidak akan pernah melupakan engkau. Tidak perlu engkau bersungut-sungut tidak habis-habisnya. Allah itu Mahaadil dan Ia tidak pernah melupakan semua pengorbanan kita.”
Marilah kita mengerti konsep menilai sesuatu dengan konsep menilai dari Tuhan sendiri, sehingga seumur hidup kita dapat menjadi pelayan Tuhan yang berbijaksana dan peka menggarap apa yang Tuhan perintahkan kepada kita masing-masing. Kiranya Tuhan memberkati kita sekalian.
Ketika ada api, kita akan menarik tangan kita yang mau terkena api tersebut. Ketika ada paku, kita akan menarik kaki kita yang hampir tertusuk itu. Refleks yang demikian dinamakan withdrawal reflex dalam dunia kedokteran.
Pada naturnya tubuh kita menolak untuk sakit, menolak untuk menderita. Menjauh dari penderitaan, kesulitan, kesusahan tampaknya wajar untuk kita sebagai manusia dalam bertahan hidup. Namun sebenarnya apakah hal tersebut menjadi suatu kondisi yang sah untuk terus menerus dilakukan? Mengapa Kristus yang menjadi teladan untuk umat manusia malah memilih hidup yang bisa dibilang penuh penderitaan dan terlihat berakhir pahit di dunia ini?
Sebenarnya tidak salah untuk tidak suka dengan penderitaan, karena kita seharusnya tidak mengalami penderitaan. Namun karena kita sudah jatuh ke dalam dosa dan dunia ini juga dikutuk karenanya, maka segala hal yang kita kerjakan untuk tidak menderita alias bahagia itu sia-sia. Salah seorang Puritan, Samuel Ward (1572–1643) pernah berkata, “… bagaikan orang Sodom yang sedang meraba-raba di depan pintu rumah Lot, atau bagaikan orang buta di tengah-tengah kesemrawutan kesalahan.” Dosa yang menyebabkan segala standar nilai kita berubah, standar kesukaan berubah, intinya standar kebenaran berubah. Dosa mengakibatkan perusakan dari shalom.
Jadi ketika kita semua yang telah berdosa ini mengalami penderitaan, layakkah kita protes kepada Tuhan? Sadarkah kita, ketika kita protes akan suatu hal kepada Tuhan, kita sedang anggap diri kita layak untuk mendapatkan anugerah Tuhan? Padahal kita sudah jatuh begitu dalamnya, sudah begitu tidak layaknya untuk mendapatkan anugerah Tuhan itu. Hanya karena belas kasihan Tuhan Yesus Kristus kita bisa kembali mencicipi standar kebenaran. Standar kebenaran yang memungkinkan kita untuk melihat segala sesuatu yang menimpa kita dengan benar.
Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan, “Banyak pelayan Tuhan yang gagal karena terlalu memikirkan hak-haknya. Hak asasi yang dipertahankan akan menghambat seseorang mendapat kuasa lebih besar dari Roh Kudus. Sewaktu mendapat anugerah, Yunus diam saja. Namun ketika anugerah ditarik kembali, Yunus marah (Yun. 4:6-9). Dalam pelayanan, kita tidak boleh hanya menghitung untung-rugi diri sendiri. Jangan banyak memikirkan dan terlalu peka akan untung-rugi sendiri. Kalau kaurela melayani, Tuhan tidak akan pernah melupakan engkau. Tidak perlu engkau bersungut-sungut tidak habis-habisnya. Allah itu Mahaadil dan Ia tidak pernah melupakan semua pengorbanan kita.”
Marilah kita mengerti konsep menilai sesuatu dengan konsep menilai dari Tuhan sendiri, sehingga seumur hidup kita dapat menjadi pelayan Tuhan yang berbijaksana dan peka menggarap apa yang Tuhan perintahkan kepada kita masing-masing. Kiranya Tuhan memberkati kita sekalian.