Tukang parkir dari jauh dapat mendengar bunyi starter mobil di tengah
kebisingan jalanan. Muda mudi yang sedang jatuh cinta, dapat mengenali
langkah kaki sang kekasih saat datang menghampiri. Seorang pengemis
dapat peka terhadap bunyi koin yang jatuh di jalanan. Mengapa dapat
seperti itu?
Menurut Agustinus, seorang Bapa Gereja, manusia adalah makhluk kasih (creature of love) yang digerakkan oleh apa yang dikasihinya. Telinga, mata, dan bagian tubuh kita yang lain digerakkan oleh yang kita kasihi. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan kita mempunyai persepsi selektif. Kita bisa mendengar, merasakan segala yang kita sukai, dan sebenarnya dari sana kita dapat pula menguji di mana hati kita sebenarnya berada.
Namun tentu sebagai orang Kristen, kita seharusnya ingin dapat mengasihi dengan benar. Bukan hanya kalau kita suka, maka hal itu menjadi benar. Atau sebaliknya, ketika tidak suka sesuatu, hal itu menjadi tidak benar. Kecelakaan terbesar adalah ketika menaruh diri sebagai standar kebenaran. Diri ini yang menentukan mana benar dan mana salah. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana mengasihi dengan benar? Apa yang sebetulnya harus dikasihi hati kita?
Kita tahu bahwa Allah adalah Kasih. Tanpa Allah, kita tidak pernah akan mempunyai kasih yang sejati. Kita hanya bisa mempunyai kasih yang egois. Itulah mengapa perintah Allah yang utama dan terutama adalah “Kasihilah Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu.” Lalu kedua, yang sama pentingnya adalah “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Tanpa bermula dari iman kepada Allah yang benar, tanpa tujuan yang berfokus kepada Allah, dan tanpa kebenaran menurut Allah, maka segala kasih kita adalah kasih yang egois dan manipulatif.
Marilah kita mengoreksi hati kita masing-masing di hadapan Tuhan. Apakah kita sudah mengasihi Allah kita? Ataukah kita sebenarnya menaruh hati kita di dalam hal yang lain selain daripada Tuhan? Jika ya, mari kita semua bertobat di hadapan Tuhan. Amin.
Menurut Agustinus, seorang Bapa Gereja, manusia adalah makhluk kasih (creature of love) yang digerakkan oleh apa yang dikasihinya. Telinga, mata, dan bagian tubuh kita yang lain digerakkan oleh yang kita kasihi. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan kita mempunyai persepsi selektif. Kita bisa mendengar, merasakan segala yang kita sukai, dan sebenarnya dari sana kita dapat pula menguji di mana hati kita sebenarnya berada.
Namun tentu sebagai orang Kristen, kita seharusnya ingin dapat mengasihi dengan benar. Bukan hanya kalau kita suka, maka hal itu menjadi benar. Atau sebaliknya, ketika tidak suka sesuatu, hal itu menjadi tidak benar. Kecelakaan terbesar adalah ketika menaruh diri sebagai standar kebenaran. Diri ini yang menentukan mana benar dan mana salah. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana mengasihi dengan benar? Apa yang sebetulnya harus dikasihi hati kita?
Kita tahu bahwa Allah adalah Kasih. Tanpa Allah, kita tidak pernah akan mempunyai kasih yang sejati. Kita hanya bisa mempunyai kasih yang egois. Itulah mengapa perintah Allah yang utama dan terutama adalah “Kasihilah Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu.” Lalu kedua, yang sama pentingnya adalah “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Tanpa bermula dari iman kepada Allah yang benar, tanpa tujuan yang berfokus kepada Allah, dan tanpa kebenaran menurut Allah, maka segala kasih kita adalah kasih yang egois dan manipulatif.
Marilah kita mengoreksi hati kita masing-masing di hadapan Tuhan. Apakah kita sudah mengasihi Allah kita? Ataukah kita sebenarnya menaruh hati kita di dalam hal yang lain selain daripada Tuhan? Jika ya, mari kita semua bertobat di hadapan Tuhan. Amin.