menderita

Kita semua pasti tidak asing dengan kata “menderita”. Kita pasti tidak suka bila kata tersebut menghampiri hidup kita. Namun sayangnya kata tersebut sepertinya terus mengejar kita bukan? Seolah-olah ke mana pun kita pergi, dia ada di situ. Tidak ada satu orang pun di dalam dunia ini yang tidak pernah menderita. Sejak kita berada dalam kandungan hingga kita kembali ke perut bumi, penderitaan akan terus ingin mendampingi kita. Kita terus berusaha dengan segala cara agar penderitaan itu tidak datang ke dalam hidup kita, namun tetap saja kita tidak punya kuasa untuk membuangnya jauh-jauh.
Berbagai jenis penderitaan dapat kita alami di dunia ini; secara fisik, emosi, mental, dan lain-lain. Pertanyaannya adalah, mengapa harus ada penderitaan di dunia ini? Alkitab dengan jelas telah memberitahukannya, yaitu karena dosa. Firman Tuhan dalam Kejadian 3:16-19 telah menunjukkan bahwa sepanjang hidup manusia di dunia, penderitaan tidak akan pernah terlepas dari hidupnya. Lalu bagaimanakah seharusnya sikap kita dalam menghadapi penderitaan bila kita tidak bisa menghindarinya?
Satu hal yang perlu kita pegang sebagai dasar iman kita dalam menghadapi penderitaan adalah: Allah adalah Allah yang berdaulat, Dia tidak pernah salah memimpin umat-Nya, Dia adalah Allah yang baik. Allah tidak buta, Ia juga tidak tidur, dan Ia juga tidak salah dalam mengatur seluruh isi dunia ini. Oleh karena itu, kita juga percaya bahwa Allah tidak pernah salah memimpin hidup kita yang bersandar pada-Nya. Kita memang tidak dilepaskan dari penderitaan, tetapi kita dibimbing-Nya untuk bagaimana berespons terhadap penderitaan tersebut, sehingga kita tidak dibelenggu olehnya. Melalui penderitaan tersebut kita boleh belajar makin mengalami Allah yang hidup dan mampu menyaksikan-Nya kepada sesama kita.
Di dalam Alkitab, banyak kisah yang menggambarkan bagaimana seseorang mengalami penderitaan dan bagaimana Allah memakai hal itu untuk menyatakan kebesaran-Nya. Simak saja kisah Yusuf yang dijual oleh para kakak kandungnya. Daniel dan ketiga temannya yang berada dalam pembuangan di Babel. Musa yang dari bayi “dilepas” oleh ibunya untuk kemudian diambil oleh putri Firaun, serta kisah-kisah lainnya. Mereka adalah contoh-contoh orang yang belajar taat dan tunduk kepada kedaulatan Allah. Memang hal tersebut tidak mudah kita terima, sepanjang kita masih hidup dalam dunia berdosa ini dengan kedagingan kita yang berdosa. Tetapi bukankah Yesus Kristus yang sudah mengalahkan maut di atas kayu salib, akan bersama-sama kita menjalani semua itu dan membawa kita kepada kemenangan yang sejati?
Mari kita menebus penderitaan yang kita alami menjadi sarana pertumbuhan bagi diri kita, berkat bagi orang lain, dan kemuliaan bagi-Nya di tempat tinggi.
“Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1Kor. 15:55-58)