natal adalah keserdahanaan hati

Memasuki bulan Desember adalah memasuki bulan Natal. Mempersiapkan datangnya Natal tersebut ditandai dengan maraknya penjualan ornament-ornamen Natal. Mulai dari berbagai model baju, pernak-pernik hiasan pohon Natal, bahkan hingga makanan pun dibuat bernuansa Natal. Kita dibudayakan menyambut Natal dengan semua serba baru dan indah. Bahkan hiasan kandang bayi Yesus yang baru lahir pun dibuat dengan indah. Padahal itu adalah kandang binatang yang kumuh dan kotor.
Bila kita merekonstruksi kembali peristiwa lahirnya bayi Yesus pada hari ini, saya yakin kita pasti jijik untuk datang ke tempat bayi Yesus. Bayangkan sebuah kandang binatang yang kotor, jorok, bau kotoran binatang, di situ ada seorang bayi lahir, tidak ada sabun bayi yang wangi, tidak ada air bersih, tidak ada baju bayi yang indah, tidak ada wewangian bayi yang enak di hidung. Siapa yang akan bersemangat menengok-Nya? Itu sebabnya kenapa yang datang menengok Yesus saat itu pun adalah para gembala, rakyat biasa yang tidak takut kumuh dan bau.
Oleh karena itu bila melihat hari ini cara kita merayakan Natal, maka sesungguhnya kita telah salah memaknai Natal. Natal tidak hadir dalam kemewahan. Natal tidak hadir dalam wewangian. Natal tidak hadir dalam keindahan. Ia hadir di dalam kesederhanaan yang paling sederhana, di antara bebauan kotoran binatang dan kekumuhan sebuah kandang binatang. Itu sebabnya memaknai Natal yang benar adalah kesederhanaan, bukan hanya sederhana materi atau tampilan fisik, tetapi kesederhanaan hati. Hati yang sederhana mau bertobat dari keberdosaannya. Hati yang sederhana mau diisi oleh firman Tuhan. Dan hati yang sederhana mau mengikuti keteladanan Tuhan Yesus yang mulia dari sorga datang ke dalam dunia di dalam kehinaan, yang akhirnya baru dipermuliakan oleh Allah Bapa karena ketaatan-Nya. Inilah makna Natal yang sebenarnya yang perlu kita rayakan.