Ketika kita mengasihi seseorang, kita pasti akan memberikan yang terbaik bagi orang yang kita kasihi. Orang tua pasti akan memilih sekolah yang terbaik bagi anak-anaknya. Orang yang sedang berpacaran pasti akan memberikan hadiah yang terbaik bagi pasangannya. Demikian halnya dengan Allah. Allah sangat mengasihi manusia dan karena itu Ia memberikan yang terbaik kepada mereka, yaitu hidup yang kekal yang diperoleh melalui Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16). Namun sayangnya, tidak banyak orang yang memahami hidup yang kekal ini dengan tepat.
Hidup kekal bukanlah konsep yang hanya ada di dalam Kekristenan, sehingga terdapat beberapa definisi mengenai hal ini. Dari beberapa definisi tersebut, salah satu yang paling populer adalah hidup dalam kesenangan yang tidak berkesudahan, yang sempurna, dan tidak dikacaukan oleh kesulitan dan penderitaan.
“Semua kesenangan yang tidak kudapatkan di dunia ini, akan kudapatkan di dalam hidup yang kekal. Jika di dunia aku tidak kaya, di dalam hidup yang kekal aku akan kaya. Jika di dunia aku tidak mendapatkan wanita yang aku cintai, di dalam hidup yang kekal aku akan dikelilingi bidadari-bidadari cantik.”
Hidup kekal tidak lebih dari proyeksi dan ekstensi dari kesenangan yang cemar di dalam dunia ini, kesenangan yang terpisah dari Tuhan.
“Semua kesenangan yang tidak kudapatkan di dunia ini, akan kudapatkan di dalam hidup yang kekal. Jika di dunia aku tidak kaya, di dalam hidup yang kekal aku akan kaya. Jika di dunia aku tidak mendapatkan wanita yang aku cintai, di dalam hidup yang kekal aku akan dikelilingi bidadari-bidadari cantik.”
Hidup kekal tidak lebih dari proyeksi dan ekstensi dari kesenangan yang cemar di dalam dunia ini, kesenangan yang terpisah dari Tuhan.
Oleh sebab itu, kita tidak boleh membaca Yohanes 3:16 terlepas dari ayat-ayat yang lain. Pada dua ayat sebelumnya, Yohanes menulis mengenai kisah Israel yang tercatat dalam Bilangan 21:9, yang menceritakan keluhan Israel terhadap Allah dan Musa karena mereka tidak mendapat roti dan telah muak dengan manna yang hambar. Lalu Tuhan mengirimkan ular tedung yang sangat berbisa menggigit mereka. Bangsa Israel mengaku telah berdosa dan meminta Musa berdoa kepada Allah. Kemudian Allah meminta Musa membuat ular tembaga sehingga orang yang telah terpagut, jika melihat ular tembaga itu, dapat tetap hidup. Tuhan mendidik Israel dengan keras supaya mereka menjadi umat sejati yaitu umat yang mengerti bahwa manusia tidak hidup dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan (Ul. 8:1-5). Mengapa Tuhan memberikan firman-Nya? Karena Allah ingin umat-Nya kudus, sama seperti Ia adalah kudus.
Yohanes mengatakan karena Allah mengasihi manusia, maka Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal. Siapakah Anak-Nya yang tunggal ini? Yohanes 1 menyatakan bahwa Dia adalah Firman yang menjadi manusia. Kita bisa melihat Yohanes mengajarkan dua hal kepada kita. Pertama, Allah memberikan Firman-Nya (Anak-Nya yang tunggal) supaya manusia beroleh hidup kekal. Kedua, Allah memberikan firman-Nya (dalam kisah Israel) supaya manusia mengerti bagaimana hidup kudus. Hidup yang kekal adalah hidup yang kudus dan hidup ini hanya diperoleh melalui satu akses: Firman Allah.
Sang Firman itu telah menjadi manusia dan melalui pengorbanan-Nya, kekudusan Kristus menjadi milik kita, sebab tidak mungkin kekudusan diperoleh dari semua amal kita yang dalam pandangan Allah hanyalah seperti kain kotor. Sang Firman itu telah menjadi manusia, untuk menunjukkan kepada manusia betapa sukacitanya hidup dalam kekudusan. Inilah pesan Natal itu, Sang Firman menjadi manusia untuk membawa kita, yang percaya kepada-Nya, ke dalam kekudusan Ilahi melalui persatuan dengan diri-Nya dan menjadi contoh bagi kita dalam menjalani hidup kudus. Kekudusan adalah pemberian Allah yang terbaik. Karena itu, marilah kita hidup di dalamnya!