Jamais vu (/ˈʒæmeɪ ˈvuː/; pelafalan Perancis: [ʒa.mɛ.vy]) berasal dari Bahasa Prancis, yang berarti “belum pernah melihat” adalah fenomena ketika subjek mengalami situasi yang ia kenali dalam suatu pola, meskipun demikian, hal itu terasa sangat asing baginya. Antonim dari déjà vu.
Ungkapan ini acap kali diatributkan kepada penderita epilepsi, tetapi izinkan saya menarik istilah ini keluar dari konteks yang biasa dipakai untuk mengarahkan kita kepada pengalaman yang mirip di mana kesendirian menyapa atau ketika kawan (friend) berubah menjadi liyan (stranger).
Terkadang di dalam lika-liku kehidupan kita, jamais vu terjadi; terutama ketika transformasi yang seharusnya mendekatkan berubah menjadi menjauhkan, ketika kawan menjadi lawan, ketika sahabat menjadi totally stranger dalam hidup kita. Mau tidak mau tercipta dimensi personal yang membagi realitas yang kita lihat. Dimensi ini membedakan, membagi, memecahkan, dan memutar komponen-komponen memori kita yang bercokol dalam otak, dan ketika perputaran itu terjadi, *zap*, ketersendirian melanda. Semua menjadi asing, nothing is ever familiar. Menakutkan…
Berkali-kali dipikirkan, berkali-kali pula bilik misteri ini mencoba menelan. Hingga ingatan ini memberikan sentilan halus yang dikatakan oleh seorang Bapa Gereja:
“Most high, most excellent, most powerful, most omnipotent: . . . unchangeable, yet changing all things; never new, never old; making all things new, yet bringing old age upon the proud without their knowing it (Job 9:5)…”
Bagaimana segala sesuatu menjadi baru (baca: asing) jika keadaan jamais vu tidak terjadi? Pola yang sama terjadi: Yang kita hadapi Tuhan yang sama, pola yang dijumpai juga familiar, tetapi entah mengapa, setiap perjumpaan dengan-Nya selalu asing dan baru.
Mengingat kutipan tersebut, permenungan pun kembali dimulai. Akhir permenungan, saya kembali ke dalam bilik misteri itu dan menatap kepada Sang Khalik, “Biarkan aku terlupa dan teringat akan hal-hal yang lampau, kini, maupun yang akan datang. Tenggelamkan aku ke dalam misteri-Mu, dan aku akan puas di dalamnya.”