Ketika kita mengajak teman kita untuk berbagian dalam penginjilan, sering kali kata yang kita dengar adalah, “Ah… gue gak pandai ngomong”, “takut ah, takut salah”, dan berbagai alasan lainnya. Sebenarnya apa yang menjadi alasan utama kita menolak berbagian dalam penginjilan? Pernahkah kita memikirkan bagaimana pandangan Paulus dalam hal memberitakan Injil? Apa yang mendorong dia terus memberitakan Injil?
Untuk itu, mari kita melihat Roma 1:16-17. Ada beberapa poin yang dapat kita renungkan dalam ayat tersebut.
Pertama, Injil adalah untuk orang Yahudi dan non-Yahudi. Di sini, Paulus memberitahukan bahwa Injil adalah milik setiap orang untuk mendengarnya. Bagaimana dengan kita setelah mendapatkan kabar keselamatan melalui Injil ini? Apakah kita tidak ingin membagikannya juga kepada mereka yang belum pernah mendengarkan Injil? Sering kali kita pikir bahwa diri kita lebih layak daripada orang lain, kita layak mendengarkan Injil, orang lain tidak, padahal kita juga adalah orang yang berdosa yang telah Tuhan anugerahkan keselamatan. Jika demikian, bagaimana kita dapat menahan diri untuk tidak memberitakan Injil?
Kedua, Injil adalah kekuatan Allah. Mengapa Paulus begitu bersemangat mengabarkan Injil kepada jemaat di Roma? Karena bagi Paulus, Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan orang Yahudi dan juga orang non-Yahudi. Melalui pemberitaan Injillah, Allah menyelamatkan setiap orang berdosa. Melalui Injil, kita sadar akan ketidakberdayaan kita di dalam dosa. Melalui Injil kita sadar bahwa kita membutuhkan Juruselamat. Ketika kita menginjili, orang menjadi percaya bukan karena kemampuan yang ada pada kita, bukan karena perkataan kita yang bagus, melainkan karena kekuatan yang ada pada Injil itu sendiri.
Ketiga, Injil adalah kebenaran Allah. Tanpa kebenaran Allah, hidup kita bagaikan orang yang berjalan di dalam gelapnya malam tanpa penerang. Kita bagaikan orang yang berjalan di padang gurun tanpa kompas dan peta. Kita bagaikan orang yang tersesat di dalam kehidupan kita. Kita harus mengenal kebenaran Allah, bukan hanya sekadar pengetahuan intelektual saja. Sering kali kita menjadi tinggi hati ketika kita sudah mengetahui banyak pengetahuan atau sudah banyak membaca buku. Kebenaran bukanlah sekadar pengetahuan saja. Kita dapat mengenal kebenaran, ketika Tuhan memberikan anugerah-Nya kepada kita. Dari manakah kebenaran berasal? Yesus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Kita tidak akan dapat memahami kebenaran jikalau kita tidak datang kepada Yesus.
Sebagai umat pilihan Tuhan yang telah menerima keselamatan, seberapa besar kita bersemangat untuk memberitakan Injil? Apakah Injil itu sendiri sudah menjadi suatu kebanggaan kita, seperti Paulus bangga terhadap Injil? Ketika kita dapat memberitakan Injil, itu merupakan sebuah anugerah yang masih Tuhan berikan kepada kita. Kita harus menyadari bahwa kita tidak dapat memberitakan Injil jikalau Injil itu tidak terlebih dahulu hidup di dalam kita. Injil adalah kekuatan Allah dan Tuhan memberikan kita kesempatan untuk mewartakannya, marilah kita giat di dalam memberitakan Injil!