Refleksi salah satu bab dari buku “Pengudusan Emosi”, karya Pdt. Dr. Stephen Tong
Banyak sekali frasa “Jangan takut” yang dikatakan di dalam Alkitab, lantas apakah menjadi takut adalah sesuatu yang salah? Memang perasaan takut baru digambarkan di Kitab Suci setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Tuhan Yesus juga pernah takut, dan bukan berarti ia berdosa karenanya. Namun tetap, perasaan takut adalah emosi yang tidak normal, karena sebenarnya takut itu tidak perlu ada jika dosa tidak melanda dunia.
Manusia dicipta dengan kemampuan menguasai diri sehingga rasa takut itu tidak perlu ada. Respons Tuhan Yesus saat Ia merasakan takut pun tetap tidak berdosa. Ia tetap taat kepada kehendak Bapa meski saat itu nyawa taruhan-Nya. Manusia juga diciptakan sebagai penguasa alam, maka tidak perlu takut alam. Malahan sebenarnya manusialah yang menjadi penghubung antara Allah dan alam.
Akan tetapi saat jatuh ke dalam dosa, hubungan antara Allah dan manusia terputus, akibatnya terjadi perusakan ordo yang telah Allah ciptakan. Manusia bukannya takut kepada Tuhan melainkan takut kepada alam. Kita takut miskin, dan karenanya memperalat Allah untuk menjadikan kita kaya. Kita tidak takut akan penghukuman ataupun murka Allah atas dosa, maka walaupun kita tahu yang benar, kita tetap berani melakukan yang salah. Kita sebegitu takutnya kepada kondisi tidak mempunyai kawan ataupun kuasa di dunia ini, sehingga kita rela menjual iman kita, berganti agama, ataupun tidak bersaksi akan iman kita di hadapan orang. Dosa telah merusak semuanya.
Dalam penebusan, Tuhan Yesus mengembalikan urutan dari “chain of authority” ini. Kita dibawa untuk melihat bahwa Allah adalah lebih besar dari segalanya, dan Allah adalah Tuan atas segalanya. Orang Kristen harus takut, tetapi hendaknya kita dapat memiliki rasa takut yang benar. Takutlah ketika hidup tidak suci. Takutlah kepada yang bisa membawa jiwa ke neraka, bukan kepada mereka yang dapat membunuh hanya tubuh. Takutlah akan hukuman dari Tuhan atas dosa kita. Takut hukuman di sini bukan takut karena kita suka berbuat dosa, akan tetapi takut karena kita sudah berbuat dosa. Takutlah kita akan menyedihkan Roh Kudus. Takut nama Tuhan kurang dipermuliakan melalui hidup kita.
Saat ketakutan menguasai diri kita, itu adalah bentuk perlawanan terhadap cinta kasih, iman kepercayaan kita, dan juga pengharapan. Banyak dari kita yang ketakutan sebenarnya karena kurangnya cinta kasih kepada Allah maupun sesama, dan terlalu banyak cinta kasih untuk diri ini, untuk menjaga diri ini tetap aman dan nyaman. Alkitab mengatakan, ketika kita mengasihi, kita tidak akan takut. Mari kita melatih diri untuk tidak takut miskin, tidak takut kerja terlalu berat, tidak takut repot, tidak takut susah, tetapi takutlah hidup tidak berkenan kepada Allah. Sehingga kita pun dapat bersaksi dan berkata kepada orang lain, “Jangan takut”. Dan pembelajaran kita akan firman Tuhan bukan sekadar di otak saja, tetapi dapat betul-betul ternyatakan semangat dan aplikasinya dalam hidup kita.
Banyak sekali frasa “Jangan takut” yang dikatakan di dalam Alkitab, lantas apakah menjadi takut adalah sesuatu yang salah? Memang perasaan takut baru digambarkan di Kitab Suci setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Tuhan Yesus juga pernah takut, dan bukan berarti ia berdosa karenanya. Namun tetap, perasaan takut adalah emosi yang tidak normal, karena sebenarnya takut itu tidak perlu ada jika dosa tidak melanda dunia.
Manusia dicipta dengan kemampuan menguasai diri sehingga rasa takut itu tidak perlu ada. Respons Tuhan Yesus saat Ia merasakan takut pun tetap tidak berdosa. Ia tetap taat kepada kehendak Bapa meski saat itu nyawa taruhan-Nya. Manusia juga diciptakan sebagai penguasa alam, maka tidak perlu takut alam. Malahan sebenarnya manusialah yang menjadi penghubung antara Allah dan alam.
Akan tetapi saat jatuh ke dalam dosa, hubungan antara Allah dan manusia terputus, akibatnya terjadi perusakan ordo yang telah Allah ciptakan. Manusia bukannya takut kepada Tuhan melainkan takut kepada alam. Kita takut miskin, dan karenanya memperalat Allah untuk menjadikan kita kaya. Kita tidak takut akan penghukuman ataupun murka Allah atas dosa, maka walaupun kita tahu yang benar, kita tetap berani melakukan yang salah. Kita sebegitu takutnya kepada kondisi tidak mempunyai kawan ataupun kuasa di dunia ini, sehingga kita rela menjual iman kita, berganti agama, ataupun tidak bersaksi akan iman kita di hadapan orang. Dosa telah merusak semuanya.
Dalam penebusan, Tuhan Yesus mengembalikan urutan dari “chain of authority” ini. Kita dibawa untuk melihat bahwa Allah adalah lebih besar dari segalanya, dan Allah adalah Tuan atas segalanya. Orang Kristen harus takut, tetapi hendaknya kita dapat memiliki rasa takut yang benar. Takutlah ketika hidup tidak suci. Takutlah kepada yang bisa membawa jiwa ke neraka, bukan kepada mereka yang dapat membunuh hanya tubuh. Takutlah akan hukuman dari Tuhan atas dosa kita. Takut hukuman di sini bukan takut karena kita suka berbuat dosa, akan tetapi takut karena kita sudah berbuat dosa. Takutlah kita akan menyedihkan Roh Kudus. Takut nama Tuhan kurang dipermuliakan melalui hidup kita.
Saat ketakutan menguasai diri kita, itu adalah bentuk perlawanan terhadap cinta kasih, iman kepercayaan kita, dan juga pengharapan. Banyak dari kita yang ketakutan sebenarnya karena kurangnya cinta kasih kepada Allah maupun sesama, dan terlalu banyak cinta kasih untuk diri ini, untuk menjaga diri ini tetap aman dan nyaman. Alkitab mengatakan, ketika kita mengasihi, kita tidak akan takut. Mari kita melatih diri untuk tidak takut miskin, tidak takut kerja terlalu berat, tidak takut repot, tidak takut susah, tetapi takutlah hidup tidak berkenan kepada Allah. Sehingga kita pun dapat bersaksi dan berkata kepada orang lain, “Jangan takut”. Dan pembelajaran kita akan firman Tuhan bukan sekadar di otak saja, tetapi dapat betul-betul ternyatakan semangat dan aplikasinya dalam hidup kita.