Bacaan: Mazmur 27:11
Beberapa tahun yang lalu, saya diundang untuk menghadiri pernikahan salah seorang teman dekat. Pernikahan tersebut dilaksanakan di gedung yang besar dan jumlah orang yang hadir sangat banyak. Beberapa menit sebelum acara dimulai, suasana gedung sangat bising. Setiap orang berbicara satu dengan yang lain pada waktu yang bersamaan. Ribuan suara terdengar dan memasuki telinga sampai saya bahkan tidak bisa mendengarkan suara saya sendiri.
Seperti itulah kondisi kehidupan kita saat ini. Setiap hari pikiran kita diisi dengan banyak suara dari dunia ini. Dunia ini mengajarkan siapa diri kita, apa nilai kehidupan, bagaimana kita menginvestasi waktu dan uang, bagaimana kita berelasi satu dengan yang lain, apa hal yang benar dan salah, apa tujuan saya di dunia ini, dan seterusnya. Dunia ini mengajarkan kita seperangkat hikmat yang sangat menarik, tetapi bertentangan dengan hikmat sejati yang hanya diperoleh dari Allah. Kita begitu mudah terpikat dan mengganti hikmat Allah dengan hikmat dunia yang bergema lebih keras dan berulang-ulang masuk ke dalam pikiran kita. Kita begitu mudah bernapas di tengah udara yang telah tercemar oleh budaya yang tidak lagi menganggap Allah sebagai satu-satunya pribadi yang menjadi sumber hikmat.
Dengan kesadaran akan adanya “guru-guru lain” di dalam dunia ini, yang timbul dari ketakutan yang suci akan peperangan hikmat yang sengit yang sedang terjadi di sekeliling kita. Pemazmur mengajarkan kita sekali lagi untuk menaikkan doa yang indah ini kepada Allah. Doa yang memohon kekuatan, arah, dorongan, dan keyakinan yang hanya akan diperoleh ketika kita bersikap seperti seorang murid yang haus dan rindu untuk terus diajar oleh Allah, Sang Guru Agung dan Sumber Hikmat. Pagi demi pagi, malam demi malam, setiap waktu di dalam hidup, mari kita bersujud di hadapan Allah, menundukkan seluruh keberadaan diri kita, dan berdoa dengan penuh kerendahan hati, “Ajarilah aku, ya Allah.” (MR)